Pesta Juara yang Sempurna untuk Leicester City
- Reuters / Carl Recine
VIVA.co.id – Leicester City menjamu Everton dengan status sebagai juara Premier League di King Power Stadium, Sabtu 7 Mei 2016. Fans tuan rumah begitu antusias menyambut gelar juara Liga Inggris pertama sepanjang 132 tahun sejarah klub.
Para pemain Everton memberikan "guard of honour" sebagai penghargaan kepada Leicester yang telah dinobatkan sebagai juara. Diiringi dengan yel-yel "Champions, champions," dari fans tuan rumah.
Meski sudah memastikan gelar, Leicester tetap tampil serius. Buktinya, laga baru berjalan 5 menit, The Foxes sudah unggul lewat aksi Jamie Vardy, disusul gol Andy King di menit 33.
Vardy kembali membobol gawang Everton yang dikawal Joel Robles di menit 65, lewat titik penalti. Penyerang internasional Inggris ini nyaris saja menorehkan hattrick, jika tendangan penaltinya di menit 72, tidak melambung di atas mistar gawang. The Toffees baru bisa membalas lewat gol Kevin Mirallas di menit 88.
Kemenangan ini membuat pesta juara di akhir pertandingan berlangsung sempurna. Terlebih, The Foxes menerima trofi juara Premier League, usai laga kontra Everton.
Para pemain Leicester tampak berkumpul dengan suka cita. Trofi lalu diserahkan kepada kapten tim, Wes Morgan dan manajer, Claudio Ranieri. Morgan dan Ranieri lalu mengangkat trofi bersama-sama.
Hal ini langsung disambut gegap gempita publik tuan rumah. Setelah itu, pemilik Leicester, Vichai Srivaddhanaprabha masuk ke lapangan. Pengusaha asal Thailand ini ikut berfoto dengan para pemain dan merayakan gelar juara.
Vichai datang bersama keluarganya. Termasuk anaknya, Aiyawatt Srivaddhanaprabha yang menjabat sebagai vice-chairman.
Usai perayaan, Ranieri tak bisa menutupi kebanggaan. Setelah hanya bisa menjadi runner-up liga bersama Chelsea, Juventus, dan AS Monaco, dia akhirnya mampu menjadi juara.
"Saya berusaha untuk tetap kalem. Tapi di dalam tentu saja merasa senang. Darah di tubuh saya seakan tidak percaya," kata Ranieri seperti dilansir gol.
Pria yang pernah malang-melintang menangani tim-tim di Spanyol dan Italia itu menyatakan sama sekali tidak terlintas dalam benaknya selama ini bisa menjuarai Premier League. Oleh sebab itu, dia merasa keberhasilan ini amat spesial.
"Premier League, Anda juara, itu amat spesial. Saya memenangkan sejumlah piala di Italia dan Spanyol, namun di sini rasanya fantastis," kata mantan pelatih Valencia itu.
Patahkan Mitos
Patahkan Mitos
Keberhasilan Leicester menjadi juara mematahkan 6 mitos yang ada di Premier League. Seperti dilansir Sky Sports, mitos pertama adalah untuk menjadi juara butuh pemain berharga mahal. Tapi, Leicester mematahkan mitos itu. Mereka juara dengan skuad murah. Starting IX Leicester ditaksir hanya senilai £23 juta atau setara dengan Rp442miliar.
Leicester juga membuktikan bahwa pengalaman bukannya segalanya. Hanya ada satu pemain The Foxes yang pernah merasakan gelar Premier League, yakni mantan pemain Chelsea, Robert Huth.
Mitos lain yang berhasil dipatahkan adalah mengenai rotasi pemain. Ranieri menjaga kontinuitas skuadnya musim ini. Manajer asal Italia itu hanya melakukan 27 kali perubahan di starting IX timnya sepanjang musim ini. Dan hanya ada 18 pemain yang menjadi starter sepanjang musim ini.
Selanjutnya, dalam satu dekade, empat besar Premier League tak pernah berubah. Hanya dimiliki beberapa tim elite: Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal hingga Liverpool. Namun, Leicester mampu mendobrak kemapanan tim elite dan keluar sebagai juara.
Leicester juga memupus mitos yang mengatakan formasti 4-4-3 telah mati. Ranieri menggunakan dua striker bersama-sama yang ditopang empat gelandang sejajar. Formasi sederhana ini bisa diubah Ranieri menjadi formasi yang efektif nan mematikan dan berbuah gelar juara.
Yang terakhir, Leicester membuktikan penguasaan bola tak jadi kunci untuk menjadi juara. Leicester berhasil juara dengan cara main bertahan yang minim penguasaan bola (di bawah 50 persen). Mereka juga mengandalkan pertahanan yang lugas serta serangan balik cepat nan efektif untuk mencetak gol.
Wenger Terluka
Wenger Terluka
Ada yang berpesta, ada juga yang terluka. Luka mendalam rupanya dirasakan manajer Arsenal, Arsene Wenger. The Gunners sempat memuncaki klasemen dan menjadi kandidat kuat juara, namun pada akhirnya mereka gagal menjadi yang terbaik.
"Menyakitkan melihat Leicester memenangi gelar juara ini," kata manajer asal Prancis itu seperti dilansir Soccerway, Minggu, 8 Mei 2016.
"Apakah Anda berpikir Manchester City dan Tottenham Hotspur, atau Manchester United tidak menyesal melihat kenyataan ini? Tapi inilah kompetisi. Jika ada yang lebih baik dari Anda, maka anda harus menerimanya," ujarnya menambahkan.
Keberhasilan Leicester ini memutarbalikkan prediksi di awal musim. Wenger melihat fenomena ini bisa diikuti oleh klub-klub lainnya. Bukan hanya untuk klub papan atas, tetapi untuk klub dengan level medioker semisal, Tottenham Hotspur atau West Ham United.
"Mari kita kembali ke awal musim ini. Prediksi pertama adalah Chelsea akan kembali juara, dan di peringkat kedua, Manchester City. Mungkin tim yang tidak diharapkan satu orang pun saat ini mengejutkan semua orang," ujar Wenger.
"Anda lihat West Ham yang pindah ke stadion baru, dengan membawa potensi keuangan. Tottenham juga membangun stadion baru. Jadi, dalam beberapa tahun potensi di Inggris akan lebih meningkat dari pada di tempat lain. Anda bisa lebih banyak melihat kejutan," lanjutnya.
Di luar itu, berbagai cerita menarik mewarnai keberhasilan Leicester juara. Salah satunya adalah mengenai skandal seks yang sempat terjadi di Leicester di laga pramusim, saat menyambangi Thailand.
Tiga pemain The Foxes, Tom Hopper, Adam Smith dan juga James Pearson terlibat skandal seks. Dilansir ESPN, rekaman video aksi memalukan itu tersebar luas. Hujatan berdatangan, dan klub terpaksa memecat ketiga pemain ini.
Seolah tak kapok, Leicester tetap akan menggelar tur pramusim ke Thailand setelah musim ini usai. Wakil Presiden Leicester City, Aiyawatt Srivaddhanaprabha, memperingatkan skuat The Foxes agar insiden skandal seks tak terulang.
Saya ingin mereka melihat penduduk Thailand. Bagaimana mereka akan menyambut hangat klub," kata Aiyawatt.
"Anda populer, itu bagus dan orang-orang datang untuk melihat Anda. Mereka akan berbicara, banggalah dan nikmatilah. Jangan berpikir untuk mendapatkan waktu yang intim," lanjutnya.
Cerita lain adalah soal kegagalan Jamie Vardy mengeksekusi tendangan penalti saat melawan Everton. Meski gagal menciptakan hattrick, Vardy tetap tersenyum karena The Foxes mampu mengangjat trofi.
"Penalti saya mungkin berujung ke kebun milik seseorang, mereka bisa mengambil bola itu," selorohnya dikutip Goal.
Ditegaskan Vardy, kegagalan itu sama sekali tidak membuatnya kehilangan mood untuk ikut merayakan gelar. Diketahui selepas melawan Everton, kubu Leicester melakukan perayaan di King Power Stadium sembari menerima trofi juara.
"Tidak ada yang bisa merusak hal itu. Sekarang saatnya saatnya buat kami mengangkat trofi," kata pemain 29 tahun tersebut.
Masih ada satu partai tersisa di Premier League musim ini untuk Leicester. The Foxes akan menghadapi juara bertahan, Chelsea di Stamford Bridge, Minggu 15 Mei 2016.
Jika mampu menang, tentunya akan terasa lebih manis untuk Leicester. Terlebih untuk Ranieri, yang pernah dicap gagal saat menukangi The Blues.