Bela Guttmann Masih "Hantui" Benfica di Kompetisi Eropa
Jumat, 16 Mei 2014 - 05:54 WIB
Sumber :
- REUTERS/Albert Gea
VIVAbola - Sebagian orang mungkin tak percaya dengan hal-hal yang sifatnya tak sejalan dengan akal sehat manusia. Namun, ketidakberuntungan yang didapat Benfica di kompetisi Eropa --paling tidak hingga saat ini-- bisa dijadikan contoh bahwa "kutukan" itu ada.
Sudah tujuh kali selalu kalah di final kompetisi Eropa, Benfica berkesempatan untuk mengakhirinya di Juventus Stadium pada Kamis 15 Mei 2014 dini hari WIB pada laga final Europa League kontra Sevilla. Namun, lagi-lagi mereka gagal melakukannya.
Tanda-tanda kesialan Benfica sudah tampak pada jalannya 90 menit waktu normal pertandingan. Tampil menekan dan menciptakan sejumah, peluang, Benfica selalu gagal memanfaatkannya. Begitupun dengan Sevilla, yang membuang beberapa peluang emas.
Baca Juga :
Bayern Vs Benfica, Adu Tajam Dua Top Scorer
Tak ada gol pada 90 menit waktu normal plus dua babak extra time, pemenang pertandingan pun akhirnya harus ditentukan dengan adu penalti. Mentalitas juara Los Palanganas pun tampak pada tos-tosan ini. Sevilla kemudian dinobatkan sebagai juara setelah dua eksekutor Benfica, Oscar Cardozo dan Rodrigo gagal, sedangkan para penendang mereka sempurna.
Kekalahan tersebut makin terasa menyakitkan, mengingat mereka juga tumbang dari Chelsea pada final Europa League musim 2012/13. Ketika itu, pasukan Rafael Benitez menumbangkan Los Encarnados di Amsterdam Arena dengan skor tipis 2-1.
Mengomentari kekalahan dari Sevilla, pelatih Benfica, Jorge Jesus mengatakan timnya telah mengerahkan segala cara. Namun, sayangnya mereka kerap gagal memanfaatkan peluang demi peluang yang semestinya mengantar mereka pada kemenangan.
"Ketika kalah maka situasi selalu sulit. Selama 120 menit, kami merasa sebagai tim yang melakukan segalanya demi meraih kemenangan, dan kami memiliki lebih banyak peluang," kata Jesus seperti dikutip situs resmi Benfica.
"Saya mengucapkan selamat kepada para pemain dan suporter yang sangat berharga bagi kami hingga bisa sampai final. Sekarang, kami perlu menatap ke depan karena masih memiliki final lagi pada Minggu," tegas pelatih kelahiran Amadora, Portugal, 59 tahun lalu itu.
Sementara itu, pelatih Sevilla, Unai Emery memilih untuk merendah. Menurutnya, kemenangan tersebut merupakan hasil kerja sama dari seluruh pihak di tim. Tak hanya itu, dia juga meluangkan waktu untuk memberi pujian pada pasukan Benfiquistas.
"Benfica tim yang hebat. Dan di babak tambahan kami sudah lelah, tapi belajar bagaimana melalui penderitaan dengan solidaritas. Gelar ini merupakan hasil kerja semua orang," kata Emery kepada Cuatro.
Kutukan Bela Guttmann pun Berlanjut
Usai menelan kekalahan dari Sevilla, nama Bela Guttmann pun kembali disebut-sebut. Pelatih yang mempersembahkan dua gelar Liga Champions, dua gelar Liga, dan satu Piala Portugal tersebut tampak masih "belum rela" Benfica menjadi kampiun di kompetisi Eropa.
Cerita berawal ketika Benfica memenangi Liga Champions --dulu bernama European Champion Clubs-- dalam dua musim berturut-turut, 1960/61 dan 1961/62. Merasa telah menghadirkan prestasi bagi klub, Guttmann pun meminta kenaikan gaji. Namun, permintaan tersebut kemudian ditolak oleh pihak klub dan menyisakan sakit hati bagi Guttmann.
Kecewa, pelatih asal Hungaria tersebut pun mengutuk klub yang dibelanya sejak 1959 tersebut. "Dalam 100 tahun, sejak sekarang, Benfica tak akan pernah menjadi juara di Eropa," kata Guttmann, yang kemudian meninggalkan As Águias dan melatih Penarol.
Tak perlu berlama-lama, kutukan tersebut langsung terasa pada European Cup final 1963. Melaju hingga final, Benfica berhadapan dengan raksasa Italia, AC Milan. Meski sempat unggul lewat Eusebio, mereka akhirnya tumbang 1-2 dan gagal meraih gelar ketiga.
Dua tahun berselang, Benfica kembali melaju hingga partai puncak, kali ini berhadapan dengan tim asal Milan lainnya, Internazionale. Benfiquistas, yang ketika itu dibesut pelatih asal Rumania, Elek Schwartz harus mengakui keunggulan Inter dengan skor 0-1.
Pada European Cup 1968, Benfica tampil cemerlang dan mampu melangkahkan kaki mereka hingga final dan berhadapan dengan Manchester United. Lagi-lagi, kutukan Guttmann terbukti belum lepas, karena mereka akhirnya takluk dengan skor telak 1-4.
Benfica sempat turun kasta dan bermain di UEFA Cup --sekarang Europa League-- pada 1983. Melaju hingga final, mereka kemudian berhadapan dengan wakil Belgia, Anderlecht. Di bawah asuhan Sven-Goran Eriksson, mereka tak berdaya dan takluk dengan skor tipis 0-1.
Pada 1988, Benfica kembali merasakan final European Cup. Kali ini, yang menjadi lawan mereka adalah wakil Belanda PSV Eindhoven. Bermain imbang 0-0 pada waktu normal plus extra time, laga mesti dilanjutkan ke babak tos-tosan. Dan, mereka akhirnya kalah 5-6.
Dua musim berselang, Benfica "mengulang" partai final European Cup 1963, dengan berhadapan dengan AC Milan. Lagi-lagi, perjuangan mereka kandas, setelah takluk dengan skor tipis 0-1. Ini merupakan terakhir kali As Águias melaju ke final kompetisi tertinggi Eropa.
Pada 2013, seluruh elemen di Benfica berharap kutukan tersebut akan berakhir di Amsterdam, pada final Europa League melawan Chelsea. Namun, ternyata itu bukan waktunya, karena gol menit akhir Branislav Ivanovic memastikan kemenangan 2-1 The Blues.
Dengan demikian, hingga saat ini sudah delapan final kompetisi Eropa yang dilakoni Benfica, dan semuanya berujung kekalahan. Lantas, berapa lama lagi para pendukung Os Encarnados harus menunggu kutukan Guttmann tersebut akan berakhir? Waktulah yang akan menjawabnya.
Baca Juga :
VIDEO: Drama 4 Gol yang Loloskan Bayern Munich
Imbang 2-2 dengan Benfica, Bayern lolos dengan agregat 3-2.
VIVA.co.id
14 April 2016
Baca Juga :