Curhat Hooligan Rusia soal Kerusuhan Piala Eropa
- REUTERS/Kai Pfaffenbach
VIVA.co.id – Laga Inggris lawan Rusia memang sudah berakhir 12 Juni lalu. Namun, insiden kerusuhan yang terjadi antara kedua suporter masih menyisakan cerita hingga saat ini.
Seperti diketahui, kedua fans saling serang di laga tersebut, baik di dalam dan di luar stadion. Puluhan orang terluka akibat terkena lemparan benda-benda seperti botol dan kursi.
Fans Rusia dianggap sebagai biang keladi dari kerusuhan tersebut karena ulahnya yang merangsek pembatas di dalam stadion. Namun, seorang fans garis keras Rusia (Hooligan), Alexey (bukan nama sebenarnya), punya cerita versinya sendiri.
Menurut Hooligan tersebut, apa yang dilakukan fans Rusia adalah sebagai tindakan untuk mengajarkan fans Inggris tentang 'menerima konsekuensi' dari apa yang dilakukan.
"Selama pertandingan, fans Inggris terus meneriaki kami 'f***ing, f***ing, f***ing', dengan mengacungkan jari ke arah kami. Saat Rusia mencetak gol, mereka melemparkan koin ke tribun pendukung Rusia, yang notabene Hooligan-Hooligan sejati layaknya beruang yang bisa menyerang secara buas. Fans Inggris hanya lari begitu saja," ungkap Alexey kepada Goal.
"Kami tidak sepenuhnya menyalahkan pihak keamanan, bahkan fans Inggris sekali pun. Tapi, kami ingin mengajarkan kultur Rusia, di mana jika Anda mengucapkan sesuatu, berarti Anda juga harus siap menerima konsekuensinya. Anda tidak bisa berkata tanpa berpikir," tuturnya.
Lebih jauh, Alexey menampik kalau panasnya hubungan antara Inggris dan Rusia di Piala Eropa, memiliki latar belakang politik. Baginya, sepakbola dan politik tidak bisa disatukan dan dihubung-hubungkan.
"Rumor hubungan antara penguasa kedua negara tidak menjadi latar belakang ini. Karena sepakbola pemerintah ingin mengendalikan penduduknya," ucapnya.
"Bila ada yang menghubungkan sepakbola kami dengan politik, tentu saja ada. Terutama orang-orang yang berada di Marseille, ketika mereka menyebut kami 'Tentara Putin', kami hanya tertawa dan menjawab 'Jika Anda ini mendapat masalah buruk, tinggallah di Rusia, bukan Prancis," Alexey menambahkan.
Hooligan lainnya bernama Misha, yang tentu lagi-lagi bukan nama sebenarnya, mengatakan, "Mereka (orang Inggris) tentu punya paspor dan visa, mereka bisa bepergian ke mana pun, tapi polisi di Rusia bisa saja membuat Anda bermasalah. Kami datang ke Prancis bersama, tanpa senjata, itulah kami. Kami menyebutnya 'Russian Style'. Hanya tangan, tanpa senjata, tanpa botol, tanpa gelas," kata Misha.
"Kami ingin gaya kami ini ditiru oleh semua fans di Eropa, tanpa senjata, karena kami tipikal petarung, tanpa membunuh," ujarnya.
Kerusuhan yang melibatkan fans Rusia dan Inggris tentu membuat citra Rusia menjadi ternoda di dunia sepakbola. Mengingat mereka akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018, yang notabene pesta sepakbola dengan skala global.
Saat disinggung soal keamanan di negaranya, Misha menjawab, "Di Rusia, di 2018, kepolisian kami akan menunjukkan kepada semua negara Eropa bagaimana mereka seharusnya bekerja. Ini akan menjadi turnamen paling aman dalam sejatah karena polisi Rusia tahu bagaimana cara bekerja yang baik.”
"Tahun 2008, saat final Liga Champions di Luzhniki Stadium, Manchester United bermain melawan Chelsea. Tidak ada masalah di sana. Banyak orang Inggris datang, dan mereka bisa aman. Semua berjalan lancar karena polisi Rusia berpikir jauh di depan mereka. Bukan situasi yang mengikuti manusia, tapi manusia yang menciptakan situasi," tuturnya.
Senada dengan Misha, Adexey menambahkan, "Jika Anda ingin satu kegaduhan, kami akan mengaturnya. Jika Anda ingin beberapa kegaduhan, silahkan bicara pada kami dan kami akan kirim Anda ke dalam situasi itu. Jika Anda ingin beberapa gelas bir, mari minum bersama. Sesederhana itu," ujarnya.