Dukung Revisi KUHAP, Akademisi Unusia: Pro-Kontra Itu Biasa

Komisi III DPR RI
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Akademisi Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Erfandi secara tegas mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Juniver Girsang: Peran Advokat Diperkuat dalam RUU KUHAP untuk Cegah Rekayasa Kasus

Bukan tanpa alasan, sikapnya mendukung pengesahan RUU KUHAP lantaran melihat banyak pasal yang lebih baik dari KUHAP sebelumnya.

Hal tersebut ia sampaikan dalam diskusi publik bertajuk Berebut Kuasa Penyidikan, Membaca Hidden Goal di Balik RUU KUHAP. Acara ini digelar oleh Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) di Universitas Islam Jakarta, Rabu 19 Maret 2025.

Kekhawatiran Eks Hakim Agung Soal KPK Jika Masuk dalam RUU KUHAP

"Terkait dengan RUU KUHAP kita melihat dengan jernih dan harus membersihkan kita. Ini untuk memperbaiki hukum kita terutama dalam konteks hukum pidana otomatis dan kita dukung penuh segera disahkan," Ujar Erfandi dalam keterangan resminya kepada VIVA Kamis, 20 Maret 2025.

Juniver Girsang: Penyidikan dalam RUU KUHAP Sebaiknya Tetap di Kepolisian

Erfandi menekankan, meskipun KUHAP yang baru tidak sempurna, ia tetap lebih baik dibandingkan KUHAP lama, yang sudah berlaku sejak 1981. 

"Pro dan kontra dalam pembahasan ini adalah hal biasa. Jika kita membaca draf yang ada, RUU KUHAP dengan 334 pasal ini membawa sejumlah perbaikan, seperti yang terdapat dalam Pasal 23," kata dia.

Salah satu contoh perbaikan yang disampaikan oleh Erfandi adalah terkait pelaporan kasus kekerasan seksual. Dalam KUHAP sebelumnya, laporan terkait hubungan seksual suka sama suka sering kali tidak diterima oleh aparat penegak hukum. Namun, dalam RUU KUHAP, jika orang tua korban tidak menerima keadaan tersebut, maka kasus tersebut tetap dapat dilaporkan ke pihak berwajib.

Namun, di balik dukungannya terhadap pengesahan RUU KUHAP, Erfandi juga menekankan pentingnya memperkuat posisi kepolisian. 

"Polisi harus diperkuat, tetapi... tetap dengan batasan yang jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang seperti dalam KUHAP yang lama,” sarannya.

“Misalnya, dalam Pasal 23 disebutkan bahwa jika pelapor tidak diterima oleh polisi dalam jangka waktu 14 hari, maka ia dapat melaporkan penyidik ke atasan atau pengawasnya," tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya