Jelang 2025 Asia Grassroots Forum, Peneliti Inggris dan ASEAN Berkumpul Demi Bahas Strategi Adaptasi Iklim

Asia Grassroots Forum
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Komunitas akar rumput merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Menyadari tantangan ini, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha), sebagai penyedia layanan keuangan digital yang melayani masyarakat akar rumput di lebih dari 50.000 desa di Indonesia, menginisiasi kolaborasi dengan akademisi dari Inggris dan negara-negara ASEAN dalam rangkaian diskusi yang berlangsung pada 17–21 Februari 2025 di Jakarta dan Solo.

Solidaritas untuk Palestina, Warga Inggris Minta Pemerintahnya Setop Jual Senjata ke Israel

Kegiatan ini diawali dengan seminar akademis bertajuk "Rural Communication for Equitable Food Security and Environmental Change in Southeast Asia" di Amartha Village, Jakarta.

Menghadirkan peneliti dari University of Reading, Institut Pertanian Bogor, University of the Philippines Los Baños, dan Mahidol University, seminar ini bertujuan menggali strategi komunikasi pedesaan yang efektif dalam mendukung adaptasi perubahan iklim dan memperkuat ketahanan ekonomi akar rumput. Keempat universitas tersebut merupakan pusat unggulan riset di bidang komunikasi pedesaan dan pembangunan.

35 Negara Siap Kirim Pasukan dan Senjata ke Ukraina

Chief Risk & Sustainability Officer Amartha, Aria Widyanto, menyampaikan, “Dalam perjalanan Amartha melayani 2,7 juta nasabah di pedesaan, kami menyadari besarnya risiko perubahan iklim terhadap masyarakat akar rumput.  

Mulai dari potensi penurunan hasil produksi, fenomena cuaca ekstrem, hingga ancaman keamanan pangan, masyarakat akar rumput perlu dibekali dengan informasi mengenai risiko perubahan iklim, serta kemampuan untuk membangun ketahanan dan beradaptasi.”

AFF Luncurkan Titel Baru Turnamen Sepakbola Wanita, ASEAN MSIG Serenity Cup 2025

Namun, tidak mudah untuk membangun kesadaran masyarakat. Dibutuhkan strategi pendekatan yang dapat mewadahi keberagaman budaya, bahasa, perilaku, dan norma di setiap daerah. Untuk itu, para akademisi menegaskan agar risiko perubahan iklim disampaikan melalui pendekatan yang berbasis komunitas, yang menempatkan masyarakat lokal sebagai pengambil keputusan.

Dr Sarah Cardey, Associate Professor di University of Reading, menegaskan, “Komunikasi berbasis komunitas sangat penting dalam mendukung perubahan, adaptasi, dan pemberdayaan di pedesaan, dengan fokus pada kebutuhan lokal dan inklusivitas gender. Untuk itu diperlukan peningkatan kesadaran, pelatihan, dan kolaborasi yang melibatkan semua pihak, serta kebijakan yang berorientasi pada masyarakat,” ujar Sarah.

Strategi komunikasi pedesaan yang inklusif ini bertumpu pada 4 pilar, yaitu (1) akses dan penyebaran informasi yang lebih merata, (2) strategi komunikasi yang inovatif untuk mendukung pelatihan dan penyebaran pengetahuan, (3) partisipasi aktif masyarakat yang didorong melalui jaringan dan kemitraan, serta (4) advokasi kebijakan. 

Seminar akademis yang dilakukan selama tiga hari ini ditutup dengan workshop dan eksplorasi pasar tradisional di Solo sebagai pusat ekonomi akar rumput, serta kesempatan bagi para akademisi untuk ikut serta dalam lokakarya membatik yang diajarkan langsung oleh mitra usaha binaan Amartha sekaligus pemilik Batik Puspa di Kampung Batik Laweyan, Eny Zaqiyah. 

Selanjutnya, inisiatif dan tindak lanjut dari seminar ini akan dipaparkan pada ajang internasional The 2025 Asia Grassroots Forum hosted by Amartha yang diselenggarakan tanggal 21-23 Mei 2025 di Bali.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya