Kolaborasi Mahasiswa Vokasi IPB Sulap Uap Sampah Jadi Listrik bagi Warga Desa
- VIVA.co.id/Muhammad AR (Bogor)
Bogor, VIVA – "Beri aku sepuluh orang pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia," begitu ucapan Bung Karno menyiratkan pentingnya peran pemuda dalam peradaban manusia. Seperti inovasi kesepuluh pemuda berasal dari berbagai wilayah tanah air yang tengah mengenyam pendidikan di Vokasi IPB University.
Mereka tengah membangun sistem bank sampah digital yang menjadi bahan baku untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap Sampah (PLTUS) di Desa Leuwiliang, Kabupaten Bogor, melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat desa Program Ormawa Membangun Negeri (POMN) yang digagas oleh Program Garputala (Gerakan Pemberdayaan Pembersihan Alam) oleh Himavo Micro IT Community adalah Himpunan Mahasiswa Vokasi dari Sekolah Vokasi IPB University.
Diketuai oleh mahasiswa bernama Rama Putra Hastono, dibantu sembilan rekannya, Muhammad Praditya Maulana, Muhammad Ikhsan Rizky Nugraha, Khansa Nailah, Luh Agustina Aryani, Raihan Hammam Salsabil,
Sophie Fatima Primannisa Alyindra, Reza Pratama, Muhammad Iqbal, dan Puteri Vanya Salsabila.
Ketua Progran PLTUS, Rama Putra Hastono menjelaskan, organisasi mahasiswa (Ormawa) Membangun Negeri adalah inisiatif dari Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi Indonesia yang bertujuan mendorong mahasiswa untuk aktif dalam membangun dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat melalui kegiatan pengabdian.
"Program ini melibatkan organisasi mahasiswa dalam merancang dan mengimplementasikan solusi inovatif untuk membantu memecahkan permasalahan yang ada di daerah tertentu, seperti di bidang lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi," kata Rama diwawancarai VIVA, Selasa 5 November 2024.
Dalam konteks Program ini, lanjut Rama menjelaskan, Garputala adalah salah satu program yang diusulkan oleh Himavo Micro IT Community. Himavo Micro IT Community adalah Himpunan Mahasiswa Vokasi dari Sekolah Vokasi IPB University yang merupakan himpunan dari 3 program studi yaitu, Teknologi Rekayasa Komputer, Teknologi Rekayasa Perangkat Lunak, dan Komunikasi Digital dan Media.
Hubungan antara program Ormawa Membangun Negeri dan program Garputala yakni, Garputala merupakan wujud konkret dari program ini, di mana mahasiswa Himavo Micro IT Community berperan aktif dalam mengatasi permasalahan lingkungan di Leuwiliang melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak, seperti masyarakat lokal, organisasi pendukung, serta instansi terkait.
"Program ini tidak hanya membantu menyelesaikan permasalahan sampah, tetapi juga memberdayakan masyarakat agar memiliki kesadaran dan keterampilan yang berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan," imbuh Rama.
Rama menjelaskan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim Garputala, Desa Leuwiliang sendiri menghasilkan timbunan sampah kedua dengan jumlah timbunan sampah sebesar 61 ton per hari dan terangkut ke TPA sebesar 17 ton per hari. Dari desa desa di sekitarnya, Desa Leuwisadeng dengan jumlah timbunan sampah sebesar 37 ton per hari dan Desa Ciampea dengan jumlah timbunan sampah sebesar 81 ton per hari.
"Desa ini memiliki beberapa kendala, terutama terkait pengolahan sampah. Penanganan limbah secara keseluruhan perlu dilakukan agar limbah tersebut tidak mengganggu kesehatan dan estetika lingkungan. Khususnya di RWO7, yang memiliki total 530 penduduk," jelas Rama.
Hasil survei juga, kata Rama, ditemukan mayoritas masyarakat membuang sampah sembarangan, terutama ke sungai dan jalan. Sulitnya pengadaan pengelolaan sampah karena minimnya kesadaran dari masyarakat di desa tersebut. Akibatnya, hal ini membuat sungai menjadi kotor, bau, tercemar, serta jalan menjadi penuh dengan sampah dan mengganggu lalu lintas. Di sisi lain, Rukun Warga di sini belum memiliki tempat penampungan sampah dan sistem pengolahan yang memadai, baik dari segi lokasi, kapasitas, maupun fasilitas.
"Dengan pemasalahan tersebut, kami selaku tim pelaksana POMN Himavo Micro IT Community bersama masyarakat menyepakati penerapan proyek Garputala di Desa Leuwiliang. Proyek ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat desa dalam mengelola sampah secara mandiri, efisien, dan berkelanjutan," jelasnya.
Proyek ini menerapkan tujuan dari SDGs (Suistainable Development Goals) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk merealisasikan sasaran dari Sidang Umum PBB pada September 2015, yaitu mencangkup kehidupan sehat dan sejahtera, energi bersih dan terjangkau, dan kemitraan untuk mencapai tujuan.Â
Dengan menerapkan pembangunan berdasarkan SDGs, program ini dapat meningkatkan kualitas lingkungan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat desa, kemudian dapat mengembangkan potensi desa dari segi fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat Desa Leuwiliang.
"Mengedukasi masyarakat Desa Leuwiliang mengenai kegunaan bank sampah dengan menggerakan desa menuju zero waste. Mencapai posisi atau tingkat ideal penanggulangan sampah pada sungai dekat Desa Leuwiliang dengan mesin PLTUS yang efektif. Dan mengaktifkan sistem bank sampah yang koheren dan efektif dengan melibatkan tokoh tokoh masyarakat," kata Rama.
Cara kerja mesin penghasil listrik dari uap sampah ini terbilang sederhana. Untuk menghasilkan listrik, kata Rama menjelaskan, sampah lebih dulu dikumpulkan melalui bank sampah yang dikelola warga. Sampah-sampah itu berupa. Sampah berupa organik seperti sisa makanan atau daun kering dikumpulkan dalam gerobak atau keranjang. Sampah ini nantinya akan dimasukkan ke dalam alat pembakaran. Sampah yang sudah dikumpulkan dibakar dari bagian bawah alat. Api dinyalakan menggunakan bahan bakar oli dan sedikit air untuk membantu proses pembakaran.
"Nah, uap yang diihasilkan dari pembakaran saat sampah terbakar, panas dari api akan memanaskan air yang ada di dalam alat sehingga mendidih. Uap yang dihasilkan dari sampah akan keluar ke atas melalui sekat khusus, lalu dicampur dengan uap air agar tidak berbahaya," kata Rama.
Uap ini, lanjut Rama, akan menggerakkan baling-baling. Setelah uap sampah dicampur dengan uap air, campuran uap ini akan keluar melalui pipa kecil yang mengarah ke baling-baling besi. Baling-baling akan berputar karena dorongan uap tersebut.
"Dari Baling-baling yang berputar ini akan menggerakkan generator. Perputaran generator ini menghasilkan listrik bertenaga 1 kilowatt. Kemudian listrik disimpan di baterai. Listrik yang dihasilkan awalnya berbentuk AC, arus bolak-balik lalu diubah menjadi DC arus searah agar bisa disimpan di baterai aki berkapasitas 36 Ah," jelas Rama.
Selanjutnya, Listrik yang tersimpan di baterai akan digunakan untuk menyalakan lampu otomatis. Lampu ini akan menyala secara otomatis ketika malam hari dan akan mati saat siang harinya.
Kolaborasi inovatif mahasiswa untuk membuat PLTUS (Pembangkit Listrik Tenaga Uap Sampah) yang akan menerangi sebuah desa di Kabupaten Bogor dengan menghilangkan limbah sampah, sejalan dengan semangat energi Indonesia merangkai masa depan mewujudkan salurkan energi bersih, wujudkan kolaborasi.
Para mahasiswa Vokasi IPB, kata Rama, berharap program PLTUS ini mendatangkan manfaat bagi masyarakat desa. Terutama, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam hal pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan sekitar.
"Ke depanya, muda mudi dan masyarakat Desa Leuwiliang ikut andil dalam meningkatkan kualitas menjaga lingkungan serta ikut andil dalam keberlangsungan Bank Sampah dan keberlangsungan energi listrik yang dihasilkan mesin PLTUS," pungkas Rama.