Menyelamatkan Makanan, Mengentaskan Kelaparan

Ilustrasi makan di restoran.
Sumber :
  • Pexels/rawpixel

Surabaya, VIVA – Masalah sampah makanan di restoran menjadi salah satu tantangan serius di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sampah makanan yang dihasilkan dari sektor ini sangat signifikan, baik dari jumlah maupun dampaknya terhadap lingkungan.

Merajut Identitas: Upaya Mengenalkan Tenun Bima ke Pentas Dunia

Menurut berbagai studi, sampah makanan dari restoran menyumbang porsi yang besar dalam keseluruhan limbah makanan, dan ini menjadi masalah yang semakin mendesak di tengah tren konsumsi makanan yang semakin tinggi.

Di restoran, sampah makanan dapat dihasilkan di berbagai tahap: mulai dari sisa bahan mentah yang tidak terpakai, makanan yang tidak terjual, hingga sisa makanan yang ditinggalkan oleh pelanggan. Setiap tahap tersebut berkontribusi pada jumlah limbah yang cukup besar, terutama dalam restoran-restoran dengan skala bisnis menengah ke atas atau restoran prasmanan yang menyajikan banyak pilihan menu.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Ironisnya, makanan yang terbuang ini sering kali masih layak dikonsumsi, tetapi berakhir di tempat pembuangan karena standar kualitas atau ketidakmampuan restoran dalam mengelola kelebihan makanan tersebut.

Penyebab utama dari tingginya limbah makanan di restoran antara lain adalah kesalahan perencanaan, kebiasaan konsumen, dan kurangnya kesadaran dalam pengelolaan stok makanan. Banyak restoran yang memilih menyajikan makanan dalam porsi besar untuk menarik minat pelanggan, tetapi ini sering kali menyebabkan sisa makanan yang berlebihan.

Hijab Production Sparks Economic Revival for Women in Padang

Selain itu, prediksi penjualan yang tidak akurat juga bisa menyebabkan makanan tersisa dalam jumlah besar, terutama pada hari-hari di mana jumlah pelanggan tidak sesuai dengan perkiraan.

Ilustrasi sampah.

Photo :
  • Pixabay

Dampak dari masalah sampah makanan ini tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Secara lingkungan, sampah makanan yang membusuk di tempat pembuangan akan menghasilkan gas metana, gas rumah kaca yang sangat berpotensi memperparah pemanasan global.

Dari segi ekonomi, biaya produksi makanan yang berujung menjadi sampah adalah beban tambahan bagi restoran, mengingat bahan baku makanan terus mengalami kenaikan harga. Sementara itu, dari segi sosial, masalah ini menimbulkan ketimpangan, mengingat masih banyak orang yang kekurangan makanan atau bahkan hidup dalam kondisi rawan pangan.

Beberapa solusi telah mulai diterapkan oleh sejumlah restoran dan pegiat lingkungan untuk mengurangi dampak sampah makanan. Salah satunya adalah yang dilakukan Garda Pangan. Garda Pangan merupakan sebuah organisasi sosial yang didirikan oleh Kevin Gani pada tahun 2017 di Surabaya dan telah menjadi pionir dalam upaya penanganan sampah makanan dan ketidaksetaraan akses pangan.

Organisasi ini bekerja dengan konsep social enterprise, yang berarti tidak hanya berorientasi pada dampak sosial, tetapi juga memiliki model bisnis yang berkelanjutan. Fokus utama Garda Pangan adalah memanfaatkan makanan surplus dari restoran, hotel, dan pusat perbelanjaan yang masih layak konsumsi.

Makanan yang sebelumnya berpotensi menjadi sampah ini dikumpulkan dan didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan, sehingga memberikan manfaat langsung bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Sejak berdiri, Garda Pangan telah berhasil menyalurkan lebih dari 577.000 porsi makanan kepada hampir 28.000 penerima manfaat. Penerima manfaat ini terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak jalanan, pemulung, pekerja informal, hingga lansia. Setiap porsi makanan yang didistribusikan merupakan upaya untuk mendukung hak dasar masyarakat atas pangan yang layak dan sehat, sambil mengurangi jumlah makanan yang terbuang.

Garda Pangan mengorganisir tim relawan dan bekerja sama dengan berbagai restoran dan hotel untuk mengumpulkan surplus makanan setiap hari, memastikan bahwa makanan tersebut disalurkan dengan cepat dan aman kepada masyarakat yang membutuhkan.

Selain distribusi makanan surplus, Garda Pangan juga melakukan inovasi dalam pengelolaan sampah makanan yang tidak layak konsumsi. Dengan menggunakan teknologi biokonversi BSF (Black Soldier Fly), mereka mengolah sisa-sisa makanan menjadi pakan ternak yang bergizi.

Teknologi biokonversi ini melibatkan larva lalat BSF yang mampu menguraikan bahan organik dengan cepat, sehingga sisa makanan yang tidak dapat didistribusikan tidak berakhir di tempat pembuangan akhir, melainkan diubah menjadi produk yang bermanfaat.

Langkah ini terbukti mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 533.900 kg, karena pengolahan yang lebih efektif dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembusukan makanan di TPA yang menghasilkan metana, gas rumah kaca berbahaya.

Garda Pangan juga aktif meningkatkan kesadaran publik tentang dampak sampah makanan terhadap lingkungan. Mereka sering kali menyelenggarakan kampanye edukasi yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat dan institusi pendidikan, dengan harapan semakin banyak orang yang menyadari pentingnya mengelola sampah makanan dan menghargai pangan.

Melalui pelatihan, workshop, dan program edukasi, Garda Pangan mengajak masyarakat untuk menjadi bagian dari solusi dalam mengurangi food loss dan waste yang sering kali dianggap sepele, tetapi berdampak besar pada lingkungan dan ketahanan pangan.

Lebih dari 1.500 relawan telah bergabung dalam berbagai kegiatan Garda Pangan, membantu dalam pengumpulan, distribusi, hingga pengolahan sampah makanan. Garda Pangan juga aktif menjalin kemitraan dengan perusahaan, universitas, pemerintah, dan berbagai organisasi lain untuk memperluas cakupan program mereka.

Kemitraan ini mencakup dukungan logistik, pendanaan, serta program-program khusus yang memungkinkan Garda Pangan untuk terus berkembang dan menjangkau lebih banyak penerima manfaat.

Dengan visi besar untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari sampah makanan, Garda Pangan berupaya menciptakan dampak jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan. Mereka percaya bahwa melalui kerja sama, edukasi, dan inovasi, ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan dapat terwujud. Atas inisiatifnya ini membuat Kevin Gani mendapat penghargaan Satu Indonesia Awards pada tahun 2024.

Inisiatif ini tidak hanya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat kurang mampu, tetapi juga memperkenalkan model pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan adaptif, yang bisa diterapkan di berbagai wilayah. Garda Pangan terus menjadi inspirasi bagi gerakan sosial lainnya di Indonesia dan menunjukkan bahwa setiap langkah kecil dalam pengelolaan sampah makanan memiliki dampak besar dalam menjaga lingkungan dan mendukung kesejahteraan masyarakat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya