Sutrisno dan Inovasi Kampung Berseri Astra: Membangkitkan Kreativitas Masyarakat Keban Agung

Warga Dusun II Bukit Agung, Desa Keban Agung, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, bangga punya panel surya
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syarifuddin Nasution (Jambi)

Jambi, VIVA – Sutrisno, penggagas ide dan konsep kreatif, merasa bangga dengan dukungan PT Astra yang telah memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya di Dusun II Bukit Agung, Desa Keban Agung, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Trip to Safety: Solusi Astra Jaga Keselamatan Jalan dan Lingkungan

Kampung Berseri Astra telah terbukti membantu masyarakat dengan menyediakan panel surya, yang diserahkan langsung oleh PT Astra dan kini digunakan di balai desa.

Saat diwawancarai, Sutrisno mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada PT Astra karena telah mendukung pengembangan bakat masyarakat dan program Kampung Iklim yang didukung oleh PT PAMA Persada Nusantara, bagian dari Astra.

Penjualan Mobil Tembus Angka Fantastis

Foto : Warga Dusun II Bukit Agung, Desa Keban Agung, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Bangga Punya Panel Surya

Photo :
  • VIVA.co.id/Syarifuddin Nasution (Jambi)

"Panel surya yang diletakkan di balai desa merupakan sumber energi terbaru bagi Desa Keban Agung. Ini sangat berguna untuk kegiatan posyandu dan acara di balai desa, meskipun penggunaannya terbatas untuk masyarakat," jelasnya pada Minggu, 27 Oktober 2024.

Startup Lokal Ciptakan Kontainer Makanan dari Pelepah Pinang, Hasilnya Sampah Plastik Berkurang

Sutrisno menambahkan, untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, ia membentuk kelompok pengembangan ecoprint, sabun cuci piring, souvenir, dan lainnya. Namun, ia mengakui kesulitan dalam memasarkan produk keluar daerah. Pemasaran sering kali dilakukan saat ada pameran.

"Ecoprint adalah proses mencetak motif daun ke kain menggunakan pewarna alami, tanpa bahan kimia. Prosesnya cukup panjang, dan harganya bisa mencapai 350 ribu rupiah. Namun, ketika sudah jadi baju, harganya bisa jauh lebih mahal," terangnya.

Sutrisno juga berbagi pengalaman tentang tantangan dalam menjelaskan konsep Proklim kepada masyarakat. Awalnya, banyak yang mengira Proklim hanya berhubungan dengan pengelolaan sampah, padahal program ini mencakup banyak pengetahuan tentang mitigasi dan adaptasi, yang pada gilirannya dapat mendorong terbentuknya kelompok usaha.

"Salah satu contohnya adalah teh kelor. Kami memanfaatkan daun kelor dari lingkungan kami sendiri dan menjadikannya teh yang dapat diseduh. Teh kelor ini bahkan kami bawa ke Festival Rempah di Sumatera Selatan. Kegiatan kami sangat berfokus pada lingkungan," ujarnya.

Sutrisno mengakui bahwa usahanya mengalami kesulitan dalam pemasaran ecoprint, terutama karena harga bahan baku yang mahal. Oleh karena itu, ia berencana untuk membuat produk jadi seperti udeng atau tas dengan harga yang lebih terjangkau.

"Ke depan, kami ingin mengembangkan program ecoprint tidak hanya untuk menjual bahan dasar pakaian, tetapi juga produk jadi seperti udeng, tas, atau pakaian siap pakai. Kami masih mencari penjahit yang berkualitas, sementara proses pembuatan ecoprint tidak menemui kendala karena bahan-bahan mudah didapat dari alam sekitar," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya