Mahasiswa ITB STIKOM Bali Ciptakan Mesin Berteknologi AI untuk Mensortir Buah Jeruk
- VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)
Bali, VIVA – Karya robotik mahasiswa ITB STIKOM Bali mendapatkan apresiasi dari Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas saat mengikuti festival kekayaan intelektual di Werdhi Budaya Art Center 6-7 September 2024.
ITB STIKOM Bali mewakili perguruan tinggi memamerkan produk teknologi mesin pemilah buah jeruk berdasarkan ukuran dan tingkat kematangannya. Teknologi digital pertanian itu diciptakan dengan memanfaatkan artificial intelegence atau kecerdasan buatan.
Gede Angga Pradipta dari Direktorat Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan HAKI ITB STIKOM Bali mengatakan, teknologi yang diciptakan untuk mensortir secara otomatis buah jeruk.
"Kegiatan kemarin merupakan pameran dari Kementerian Hukum dan HAM khususnya memfasilitasi produk HAKI di Denpasar dan Bali. Di sana kami memamerkan produk teknologi, yang memang berpotensi dijadikan paten," kata Angga, Selasa, 10 September 2024.
Dalam festival tersebut, mesin sortir buah jeruk berbasis AI itu ditampilkan dalam sebuah demonstrasi, dan mendapatkan apresiasi dari Menkumham Supratman Andi Agtas.
"Harapan ke depan teknologi ini dapat dikembangkan secara masif di industri pertanian," kata Angga.
I Made Liandana, S.Kom, seorang dosen pengampu dalam proyek robotik itu menambahkan, ide dasar karya robotik itu muncul dari proses penyortiran buah yang selama ini dilakukan secara manual.
Teknologi itu dirancang selama 3 bulan mulai dari proses perancangan program dan perancangan perangkat lunak. Dan, langkah selanjutnya adalah proses integrasi perangkat lunak ke perangkat keras dan alogaritma AI.
"Buah jeruk dipilah berdasarkan ukuran besar, sedang dan kecil serta tingkat kematangannya berdasarkan warna," kata Liandana.
Teknologi ini menggunakan mikro controller sebagai kontrol dan menggunakan teknologi kecerdasan buatan dalam memastikan tingkat akurasinya dalam pemilahan," tambahnya.
Menurutnya, teknologi sortir buah yang diciptakan mahasiswa ITB STIKOM Bali saat ini masih dalam bentuk purwarupa dan memungkinkan untuk dikembangkan lagi.
"Hak paten masih dalam proses, pengajuan 6 bulan, selanjutnya menunggu visitasi lapangan. Diperkirakan kurang lebih 1,5 tahun bisa keluar, karena urus paten lebih lama dibandingkan HAKI," kata Liandana.