Mengenal Inche Abdoel Moeis, Pejuang Nasional Tanpa Pamrih yang Begitu Menginspirasi

Bedah buku pejuang nasional, Inche Abdoel Moeis.
Sumber :
  • Ist.

Samarinda, VIVA – Acara bedah buku bertajuk “Inche Abdoel Moeis: Pejuang Nasionalis Tanpa Pamrih” telah sukses digelar pada 4 September 2024 di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. 

Sambut HUT RI, Perusahaan Pengolah Limbah Berbahaya Gelorakan Lawan Perusak Lingkungan

Buku yang ditulis oles Ir. H. Izedrik Emir Moeis, Msc atau sering dipanggil Emir Moeis, anak dari I.A. Moeis, menyajikan narasi mendalam tentang kehidupan dan perjuangan ayahnya sebagai seorang pejuang nasionalis dari Kalimantan Timur. Scroll untuk tahu cerita lengkapnya, yuk!

Emir Moeis berbagi pengalaman pribadi dan proses penulisan yang penuh tantangan, serta bagaimana kisah ayahnya dapat menginspirasi generasi muda untuk terus menjaga semangat nasionalisme. 

PKS Serukan Pengurus dan Kader se-Jatim "Jadi Pejuang" untuk Menangkan Khofifah-Emil

“Buku ini tentang biografi ayahanda almarhum Inche Abdoel Moeis yang didasarkan oleh pengalaman dan kedekatan saya sebagai anak dengan seorang bapaknya serta wawancara dari kawan-kawan almarhum ayah saya sejak masa muda hingga masa akhirnya,” ugkap Emir Moeis, dalam keterangannya, dikutip Selasa 10 September 2024. 

Pejuang Run, Ajang Lari Anak Muda Sambil Jadi Berwirausaha

Emir Moies juga menceritakan dalam buku biografi ini juga banyak diceritakan tentang bagaimana keterlibatan dari pemuda Kalimantan Timur dalam bidang diplomasi yang ujungnya bermuara pada pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimulai dari zaman Belanda, zaman peralihan, hingga zaman orde baru. 

Beliau juga memiliki visi agar pemuda Kaltim memiliki literasi serta kepedulian bahwa proses perjuangan tidak hanya berpusat di Jawa dan Sumatera, sehingga buku ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepercayaan diri warga Kaltim, khususnya kaum millenial atau GenZ.

Tidak hanya Emir Moeis, turut berpartisipasi sebagai pembicara di acara bedah buku ini, Muhammad Azmi M.Pd, dosen Fakultas Sejarah Universitas Mulawarman, yang memberikan perspektif akademis mengenai peran Inche Abdoel Moeis dalam konteks sejarah perjuangan nasional. 

Muhammad Azmi menjelaskan bagaimana strategi dan dedikasi Inche Abdoel Moeis berkontribusi pada gerakan kemerdekaan di Kalimantan Timur dan bagaimana perjuangan lokal ini sejalan dengan upaya nasional untuk meraih kemerdekaan Indonesia. 

“Perjuangan fisik sering kali terlihat heroik, namun perjuangan melalui jalur diplomasi sering kali tidak terlihat sama sekali. Padahal kedua usaha perjuangan inilah yang sama-sama dapat mempertahankan kemerdekaan kita. Berbicara mengenai hal ini, menurut saya, Inche Abdoel Moeis adalah sosok pejuang nasionalis dari Kalimantan Timur yang tidak kalah penting dan sosok yang berani maju atas restu dari ibunya untuk mewakili rakyat dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, terutama di bidang diplomasi,” ungkap Azmi.

Lebih lanjut, Azmi menjelaskan salah satunya adalah perjuangan beliau saat bergabung dengan BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg), badan yang sebetulnya tidak dikehendaki Belanda, namun ialah ada satu-satunya wakil rakyat biasa di BFO, di tengah para kerabat Kesultanan Kutai yang saat itu sudah masuk BFO. Di mana sejarah mencatat, dengan upaya diplomatik tersebut berhasil memaksa Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia pada 1949, dan Indonesia pun mendapatkan pengakuan dunia internasional.

Acara bedah buku ini tidak hanya sukses menarik minat para hadirin, tetapi juga memperkuat pentingnya pelestarian sejarah, terutama melihat bagaimana perjuangan dari pemuda Kalimantan Timur terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

“Saya berharap dengan adanya buku ini dan dibaca oleh generasi muda saat ini, terlihat bagaimana pemuda-pemuda Kalimantan Timur dan daerah-daerah lainnya juga memiliki peran yang penting dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena seringkali kita mendengar komentar bahwa perjuangan hanya berpusat di Pulau Jawa, sebagian Sumatera dan Sulawesi Selatan. Salah satu contohnya adalah ketika KMB atau Konferensi Meja Bundar, di mana pemuda-pemuda asal Kalimantan Timur berperan banyak, aktif dan cukup vokal,” tutup Emir Moeis.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya