Upaya Mahasiswa Kurangi Sampah Plastik, Kompak Lakukan Ini

Ilustrasi sampah plastik.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

DEPOK – Mulai sadar akan dampak lingkungannya, para mahasiswa kos Universitas Indonesia (UI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai meninggalkan penggunaan air minum kemasan galon sekali pakai. Mereka mengaku kesulitan untuk membuang bekas galon-galon tersebut.

Pesan Rektor IBI Kesatuan Bogor saat Wisuda Periode 2023-2024 dengan 671 Wisudawan

Ditemui di kampusnya, seorang mahasiswa UI bernama Vito, mengaku selama ini menggunakan galon sekali pakai untuk persediaan minum di kosannya. Tapi, pria jurusan Hukum yang kos di daerah Kukusan, Depok, ini mengatakan kesulitan untuk membuang bekas galon setelah airnya habis diminum. Dia menuturkan mengonsumsi  satu galon dalam dua minggu. Scroll untuk tahu cerita lengkapnya, yuk!

“Iya, saya kadangkala bingung ke mana untuk membuang bekas galon sekali pakainya. Karena, galon itu juga tidak bisa masuk ke tempat sampah. Akhirnya, saya meletakkannya di samping tempat sampahnya saja. Dan kadangkala galon-galon itu mengganggu jalan kita-kita juga,” tuturnya.

Sidak TPA Muara Fajar, Menteri LH Tegaskan Pemda Harus Gercep Tangani Masalah Sampah

Air di dalam kemasan/galon.

Photo :
  • Pixabay

Melihat kondisi yang tidak menyenangkan itu, dia berniat tidak lagi menggunakan air kemasan tersebut dan akan menggantinya dengan air galon guna ulang yang tidak menimbulkan sampah.

Dari Sungai hingga Laut, Dampak Polusi Plastik pada Ekosistem Perairan

“Saya juga berencana untuk mengganti galon sekali pakai itu dengan galon guna ulang yang lebih tidak nyampah,” katanya.

Hal senada disampaikan Kansa, mahasiswi jurusan Bisnis Islam UI yang kos di daerah Kukusan Teknik UI (Kutek), Depok. Dia mengakui saat ini menggunakan galon guna ulang di kosannya.

“Tapi, sebelumnya saya menggunakan galon sekali pakai. Kemudian saya ganti dengan galon guna ulang karena saya bingung membuang bekas galonnya,” tukasnya.

Begitu juga dengan Hariman, mahasiswa jurusan Sistem Informatika UI. Pria yang juga kos di daerah Kutek UI itu mengaku kamarnya menjadi sempit karena adanya bekas galon sekali pakai yang numpuk.

“Saya bingung mau buang ke mana. Kalau dibuang di tempat sampah, galonnya terlalu besar sehingga tidak bisa masuk. Akhirnya saya tumpuk aja di kamar,” katanya.

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay

Karenanya, dia juga sudah berniat untuk mengganti galon sekali pakai itu dengan galon guna ulang yang tidak menimbulkan sampah.

“Saya mau ganti saja galonnya dengan guna ulang yang tidak perlu dibuang kalau airnya habis. Kamar saya juga tidak penuh dengan bekas galonnya,” ucapnya. 

Tidak hanya mahasiswa UI, anak-anak kos mahasiswa IPB juga mengalami hal serupa. Bayu, mahasiswa Kedokteran IPB, juga mengaku kesulitan membuang bekas galon air minum sekali pakai ke tempat-tempat sampah.

“Tempat sampahnya tidak muat, dan anak-anak kos membuangnya saja di luar tong sampah. Itu membuat lingkungan kos menjadi tidak enak,” ujar pria yang kos di daerah Cibanteng, Dramaga, Bogor.

Dia juga berencana untuk mengganti galon sekali pakai ini menjadi galon guna ulang yang lebih ramah lingkungan.

“Saya dan kawan-kawan di kosan semua mau mengganti galon sekali pakai ini ke galon guna ulang supaya tidak nyampah,” katanya.    

 
Demikian juga dengan Atika, mahasiswi  jurusan Sumber Daya Pengelolaan Perairan IPB yang juga mengaku kesulitan membuang bekas galon sekali pakai.

“Tempat sampahnya tidak cukup karena galonnya terlalu besar,” tukas mahasiswi yang juga kos di Cibanteng, Dramaga, Bogor ini.

Hal serupa juga diutarakan Resky, mahasiswa Geologi IPB yang kos di daerah Babakan Tengah, juga  Nurma, mahasiswi jurusan Manajemen dan Rosela, jurusan Peternakan yang kos di Rumah Belajar. Mereka mengatakan mau mengganti galon sekali pakai dengan galon guna ulang. Alasannya menurut mereka agar tidak bingung lagi membuang bekas-bekas galonnya.

Sebelumnya. Greenpeace Indonesia melihat produk galon sekali pakai bertolak belakang dengan semangat pengurangan sampah yang sebenarnya menjadi target Indonesia untuk bisa mengurangi 70 persen sampah di laut hingga tahun 2025 mendatang. 

Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, melihat keanehan, di mana pada saat pemerintah berusaha untuk menargetkan pengurangan sampah, khususnya sampah plastik, justru ada industri yang malah mengeluarkan produk-produk baru yang berpotensi menimbulkan sampah seperti produk air minum dalam kemasan (AMDK) galon sekali pakai.

“Itu kan aneh namanya,” ucapnya.

Menurut Atha, industri yang memproduksi galon sekali pakai itu jangan hanya melihat dari sisi botolnya saja yang berbahan PET, yang kemudian diklaim bisa didaur ulang dan menjadi salah satu jenis plastik yang tinggi yang dicari oleh para pemulung, tapi mereka juga harus melihat label dan tutupnya yang ternyata berpotensi menjadi sampah.

“Jadi, keberadaan produk AMDK galon sekal pakai ini bukan progres yang baik untuk pengurangan sampah di Indonesia,” ungkapnya.

Ia khawatir, jika masyarakat nantinya beralih dan menjadi terbiasa dengan kemasan galon sekali pakai ini, guna ulang yang ramah lingkungan malah ditinggalkan.

“Saya membayangkan betapa tingginya potensi sampah di Indonesia. Belum ada galon sekali pakai saja kita sudah menghasilkan sampah yang tinggi, apalagi ditambah sampah dari galon sekali pakai ini,” kata Atha.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya