Menyingkap Jejak Islam di Nusantara, Bedah Buku PPI Unas Mengungkap Fakta Baru

Penulis buku Rekam Jejak Islam di Nusantara, Saleh Umar Al Haddar
Sumber :
  • VIVA: Surya Aditiya

Jakarta – Pusat Pengajian Islam (PPI) Universitas Nasional (Unas) menggelar kegiatan bedah buku berjudul ‘Rekam Jejak Islam di Nusantara: Keturunan Hadramaut, Pagaruyung, Palembang di Maluku Utara dan Banda Neira, Maluku’ dalam rangka hari lahir PPI Unas ke-39 di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa, 20 Februari 2024.

Kemenag Selenggarakan Forum Sharia Internasional yang Dihadiri 14 Negara, Ini yang Jadi Pembahasan

Kegiatan ini dibuka oleh Ketua PPI Unas, Fachruddin M. Mangunjaya dan Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan, Alumni, Dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unas, Suryono Efendi.

Suryono dan Fachrudin sama-sama menyambut baik acara bedah buku ini. Keduanya menilai bahwa kegiatan ini merupakan ketertarikan PPI Unas untuk membahas sejarah awal mula munculnya Islam di Indonesia.

Nadia Siswi Kristen 9 Tahun di Madrasah Islam Kini Dapat Bantuan

Dalam sambutannya, Saleh Umar Al Haddar selaku penulis dari buku tersebut mengatakan bahwa, dalam pembuatannya, buku ini menyorot 5 topik yakni, teori geografi dengan teori fenomenologi, kemudian perbandingan agama, lalu topik soal Islam itu menyalin dengan barat menjiplak.

Muslim Tapi Tak Selalu Ikuti Aturan Al-Quran, Cinta Laura: Kita Tinggal di Dunia Modern

“Keempat, ketauhidan vs ketuhanan dan yang terakhir soal pahlawan tanpa tanda jasa,” ucap Saleh.

Saleh juga menyatakan bahwa buku yang ditulisnya ini menjelaskan perkembangan Islam dari semenjak zaman nabi Adam hingga sekarang yang terdiri dari 600 halaman. Selain itu, juga menjelaskan permasalahan kemunduran hingga mencapai kemajuan agama Islam.

Penulisan buku ini, kata dia, sebagai wujud kajian tentang tulisan-tulisan Islam yang banyak mengalami permasalahan mulai dari menginisiasi hasil karya orang lain hingga plagiat dari tulisan-tulisan kuno Islam.

Saleh menjelaskan, perkembangan Islam di nusantara perlu dikaji dari sejarahnya hingga sekarang, karena masih ada permasalahan yang terdapat pada manusianya. Tambahnya, masalah yang ada ialah banyak penulis buku Islam barat terdahulu maupun sekarang mengacaukan kajian Islam dengan pemeluknya.

“Islam tidak dapat di identifikasikan dengan sejarah muslim karena risalahnya sudah sempurna, yang perlu dikejar ialah manusianya yang menyalahi kajian-kajian Islam yang sudah ada dan walaupun penulisan buku barat yang menyatakan Islam dan muslim berbeda tetap saja tidak menggoyahkan kajian-kajian Islam yang sudah ada,” jelas Saleh.

Menurutnya, objektivitas dari buku yang ditulis oleh orang barat menuntut agar risalah Islam dibedakan dengan sejarah muslim, sehingga adanya pengkotak-kotakan antara Islam dan muslim, padahal warisan pemikiran Islam menyebutkan bahwa dalam tindakan dan ungkapan muslim adalah sebagai bagian dari islam itu sendiri.

“Islam dan muslim tidak dapat dipisahkan karena itu adalah satu kesatuan walaupun berbeda makna. Muslim menjadi pelengkap atau mengimani dari agama Islam itu sendiri,” tegas Saleh.

“Saya sebut Barat itu jiplak, Islam itu menyalin, Sokrates, Plato, Aristoteles, semua pemikir hebat itu (karyanya) disalin, islam tidak pernah menjiplak. Sekarang kita lihat Barat, kurang ajar, teori sosiologi teori fungsional, itu dari Yaman, dari Hadramaut, ditulis pada tahun 1485, Syech Abubakar bin Salim yang menulis. Kalau tidak percaya sama saya, dia mendapat penghargaan dari buku yang ditulis,” sambungnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya