Centris Soroti Sekolah Asrama Khusus Anak Tibet di Tiongkok

Siswa sekolah asrama khusus asal Tibet menjalani pendidikan jasmani.
Sumber :
  • AP Photo | Andy Wong

VIVA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berencana mengadakan Tinjauan Berkala Universal (Universal Periodic Review/UPR) yang akan mengkaji perilaku hak asasi manusia di negara-negara dunia yang menjadi anggotanya. Rencana besar ini, akan dilakukan PBB pada awal Tahun 2024 mendatang.

Palestina Sebut Keanggotaan Penuhnya di PBB Jadi Kunci Stabilitas Timur Tengah

Sejumlah pengamat memperkirakan langkah PBB ini akan semakin membuat China tidak nyaman, mengingat saat ini Tiongkok banyak mendapat kecaman internasional atas “rekam jejak hitam” di Tibet.

Dari berbagai laporan sejumlah media massa disebutkan, Beijing tengah berupaya menghapus budaya, kepercayaan, dan tradisi Tibet, yang hingga saat ini tetap di pegang teguh oleh masyarakat pribumi di sana.

Lembaga-lembaga Penting di Asia Tenggara jadi Target Kelompok Hacker yang Berbasis di Tiongkok?

Hal ini termasuk secara paksa mengeluarkan anak-anak Tibet dari rumah dan komunitas mereka, dan mengurungnya di sekolah berasrama dengan tujuan utamanya melakukan sinicization generasi muda Tibet.

Para aktivis Tibet di India dan belahan dunia lainnya yang khawatir dengan situasi ini, kemudian membuat laporan dalam bentuk buku, yang mencerminkan kekhawatiran atas nasib generasi masa depan Tibet.

PBB Tunjuk Alumni IPB Yurdi Yasmi Jadi Direktur FAO

Berjudul ‘Terpisah Dari Keluarga Mereka, Tersembunyi Dari Dunia’, buku ini berfokus pada apa yang digambarkan sebagai sistem sekolah asrama kolonial Tiongkok yang luas di Tibet.

Siswa sekolah asrama khusus asal Tibet menjalani pendidikan jasmani di Tiongkok.

Photo :
  • AP Photo | Andy Wong

Laporan tersebut memperingatkan bahwa sekolah berasrama adalah landasan agenda asimilasi yang diajukan oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping sendiri, yang dimaksudkan untuk mencegah ancaman terhadap kendali Partai Komunis Tiongkok dengan menghilangkan perbedaan etnis.

Menanggapi hal ini, CENTRIS (Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies), menilai sangat wajar jika banyak pengamat dan aktivis yang khawatir dengan nasib serta masa depan Tibet.

Sekolah-sekolah berasrama kolonial akan menimbulkan dampak psikologis dan trauma emosional yang sangat besar terhadap anak-anak Tibet, berdampak pada seluruh generasi warga Tibet dan keberlangsungan identitas Tibet dalam jangka panjang, demikian prediksi laporan tersebut dengan suram. 

Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan PBB sendiri menyebut Tiongkok telah memisahkan sekitar 1 juta anak Tibet dari keluarga mereka, dan menempatkan di sekolah berasrama khusus yang dikelola oleh otoritas Tiongkok.

“Pemisahan itu disinyalir menjadi bagian dari upaya Tiongkok 'mencuci otak' anak-anak Tibet secara budaya, agama dan bahasa, agar generasi masa depan Tibet menyerap budaya Han Tiongkok yang dominan,” kata AB Solissa kepada wartawan, Senin 20 November 2023.

Mewakili PBB, lanjut AB Soliisa, pakar hak asasi manusia (HAM) antara lain Fernand de Varennes yang fokus dalam isu-isu minoritas dan Farida Shaheed, pelopor khusus tentang hak atas pendidikan, telah menyuarakan peringatan atas penerapan asimilasi paksa yang menindas.

Siswa sekolah asrama khusus asal Tibet menjalani pendidikan jasmani.

Photo :
  • AP Photo | Andy Wong

Sistem pendidikan di Tibet pada dasarnya telah menjadi tempat tinggal menurut data resmi Tiongkok, dan sekitar 800.000 siswa Tibet berusia 6-18 tahun (78%) tinggal di sekolah-sekolah tersebut;

Orang tua Tibet disebut terpaksa mengirim anak-anak mereka ke sekolah-sekolah tersebut karena kurangnya alternatif, dan juga karena ancaman dan intimidasi dari pihak berwenang;

“Akibatnya, para siswa berisiko kehilangan bahasa asli mereka karena sebagian besar kelas menggunakan bahasa Tionghoa, tidak dapat menjalankan agamanya, dan tunduk pada kurikulum yang sangat dipolitisasi untuk menjadikan mereka mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Tionghoa,” ujar AB Solissa.

CENTRIS berharap  masyarakat dunia khususnya Indonesia tidak boleh diam dengan melihat aksi Beijing meluluhlantakkan peradaban Tibet, terutama kepada anak-anak yang sejatinya adalah masa depan bangsa Tibet.

Selain temuan PBB, CENTRIS mengklaim mereka juga mendapatkan informasi dari berbagai media yang menyebutkan sekolah berasrama kolonial Beijing di Tibet adalah pusat pendidikan dan pelatihan sejak 2016.

“Jelas asrama Beijing patut diduga sebagai sarana ‘cuci otak’ bagi generasi masa depan Tibet. Mirip-mirip kamp konsentrasi yang dibangun China bagi muslim Uighur,” pungkas AB Solissa.

Baca artikel Edukasi menarik lainnya di tautan ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya