Begini Hukum Niat Pindah Agama dengan Alasan Pernikahan

Ilustrasi pernikahan.
Sumber :
  • Freepik/freepik.diller

VIVA – Sebagai umat muslim yang berakal sehat, sudah seharusnya untuk menjaga keimanan dan terus menyempurnakannya. Dalam islam, keimanan terhadap Allah, Tuhan alam semesta, Nabi Muhammad saw sebagai utusannya dan seluruh ajaran agama yang dibawanya tidak boleh disertai keraguan.

Kelompok yang Gulingkan Assad Berambisi Politik Berkedok Agama, Menurut Alumnus Suriah

Orang yang meragukan Allah sebagai Tuhan dan Nabi Muhammad saw sebagai Rasul, otomatis telah merusak keimanannya dan keluar dari agama Islam.

Lantas, bagaimana jika seseorang pindah agama karena ingin menikah dengan pasangannya yang berbeda agama?

Viral, Lukman Sardi Ajak Desta Pindah Keyakinan

Ilustrasi pernikahan

Photo :
  • Pixabay

Dikutip dari Nu Online yang merujuk penjelasan para ulama, sebagaimana Syekh Nawawi Banten, orang yang berniat atau berencana murtad di masa yang akan datang maka hukumnya murtad seketika itu juga, tidak harus menunggu sampai waktu sesuai rencananya.

Sosok Anak Bos Toko Roti yang Tega Aniaya Karyawati, Sering Unggah Nasihat Tentang Agama

Apabila seseorang berniat pindah agama di hari esok, maka saat itu juga sudah murtad. Syekh Nawawi menjelaskan, “Atau ada orang bertekad akan kufur pada waktu mendatang, yaitu pada waktu sekarang ia berketetapan hati akan kufur pada hari besok, maka ia murtad seketika.”

Syekh Nawawi memberikan penjelasan bahwa menjaga keberlangsungan keislaman adalah bagian esensial dari keimanan. Jadi, jika seseorang memiliki niat untuk meninggalkan keislaman di masa depan, ia akan dianggap murtad pada saat itu juga. 

Ilustrasi cincin pernikahan.

Photo :
  • Ist.

Ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhammad Nawawi Al-Jawi dalam bukunya "Mirqatus Shu'udit Tashdiq" (Jakarta, Darul Kutub Islamiyah, 2010, halaman 19). 

Syekh Muhammad bin Salim di "Kitab Is'adur Rafiq" juga menegaskan hal serupa, bahwa seseorang yang berniat meninggalkan keislaman, meskipun dalam jangka waktu yang panjang, akan dianggap murtad saat itu juga. 

Ini karena keimanan harus ditegakkan selamanya. Siapapun yang bersedia meninggalkan keislaman, kapan pun waktunya, maka ia akan dianggap murtad segera. (Muhammad bin Salim bin Sa'id Babashil, "Is'adur Rafiq", Al-Haramain, juz I, halaman 53).

Kunci dalam kasus ini adalah keimanan itu harus abadi, langgeng sampai akhir usia, sebagaimana difirmankan oleh Allah swt:

Wahai orang yang beriman, teruslah beriman kalian dengan Allah, Rasul-Nya, dan kitab suci Al-Qur'an yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya Muhammad, dan kitab suci yang Allah turunkan sebelumnya; dan siapa saja yang mengingkari Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, dan hari Kiamat, maka sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang amat jauh.” (QS An-Nisa': 136). 

Poin utama dalam ayat sebagaimana dijelaskan oleh ulama mufassirin adalah kalimat:

Wahai orang yang beriman, teruslah beriman kalian”. 

Dalam penjelasan Imam Al-Qurthubi, maksudnya adalah wahai orang yang telah membenarkan semua hal itu, teruslah selalu membenarkannya, dan tetaplah seperti itu. (Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, [Riyadh, Dar 'Alamil Kutub: 2023], juz V, halaman 415). 

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa orang yang berniat, bertekad, atau berencana murtad karena mengejar cintanya, maka tidak hanya berdosa, bahkan murtad seketika. Sebagai konsekuensinya ia harus segera bersyahadat dan bertaubat kepada Allah swt.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya