Profil Fachry Ali, Peraih Penghargaan Achmad Bakrie Bidang Pemikiran Sosial
- Istimewa
Jakarta – Penghargaan Achmad Bakrie kembali digelar tahun ini dengan memberikan penghargaan kepada empat orang dalam bidangnya masing- masing. Keempat penerima Penghargaan Achmad Bakrie XIX adalah: Fachry Ali untuk bidang Pemikiran Sosial, Joko Pinurbo untuk bidang Sastra, Andrijono untuk bidang Kedokteran, dan Carina Joe untuk bidang Sains.
Nah, berikut VIVA berikan informasi profil salah satu penerima Penghargaan Achmad Bakrie XIX dalam bidang pemikiran sosial, Fachry Ali sebagai berikut:
Profil Fachry Ali
Fachry Ali dilahirkan di Susoh, Blang Pidie, Aceh Selatan pada 23 November 1954. Ia memulai pendidikan pada 1960-1965, ia belajar di Sekolah Rakyat Islam (SRI) Banda Aceh sampai dengan kelas IV, kemudian dia hijrah ke kota Jakarta kemudian melanjutkan kembali di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada 1966-1968.
Tahun-tahun berikutnya, setelah tamat dari Madrasah Ibtidaiyah, ia bersekolah di Madrasah Tsanawiyah, Rawa Bambu, Pasar Minggu (tamat 1971) dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi ke Sekolah Persiapan IAIN (SPIAIN) yang ditamatkan pada 1973.
Kemudian pada 1974-1977, ia melanjutkan studi ke Fakultas Tarbiyah, Jurusan Bahasa Inggris, IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta (kini UIN Jakarta) dengan memperoleh gelar sarjana muda pada 1977.
Setelah itu, ia tidak melanjutkan pendidikan lebih dan memilih berkerja di LP3ES sebagai Tenaga Pembina Lapangan (TPL) tentang industri ukir-ukiran di Jepara, Jawa Tengah tahun 1977-1978.
Selepas itu ia bekerja sebagai staf Dokumengtasi dan Informasi Industri Kecil, dan sesudahnya bekerja pada program penelitian LP3ES. Sekembalinya dari Jepara, Jawa Tengah, pada 1981-1985 ia melanjutkan studinya di universitas yang sama, kali ini mengambil jurusan yang berbeda yaitu Sejarah dan Kebudayaan Islam di Fakultas Adab, yang diselesaikannya pada pada 1985.
Karier Fachry Ali
Karir intelektual Fachry dimulai sejak sebelum ia menjadi mahasiswa. Bisa dikatakan, ia adalah penulis termuda pada zamannya yang tulisannya sudah tersebar di berbagai surat kabar yang terbit di Jakarta. Fachry Ali bisa menjadi penulis produktif karena ia adalah seorang pembelajar yang tekun. Pada saat yang sama, ia terjun ke masyarakat dalam berbagai kegiatan pemberdayaan.
Tulisan-tulisannya lahir karena ia berinteraksi intensif dengan masyarakat. Realita yang ia dapatkan dari masyarakat itulah yang ia tulis setelah mengendap dalam pikiran dan mendapat internalisasi yang cukup. Tulisan-tulisannya tersebar di berbagai surat kabar nasional, seperti di Kompas, Tempo, Pelita, Panji Masyarakat, Prisma, dan lain-lain,
Keterlibatan Fachry dalam medan politik dan aktivisme dimulai sejak ia menginjakkan kaki di bangku kuliah di UIN Ciputat pada pertengahan 1970-an. Sejak awal ia bergiat di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ciputat. Di organisasi inilah Fachry mulai bergelut dengan berbagai persoalan kebangsaan dan terlibat langsung dalam gerakan mahasiswa pada zamannya.
Selain itu, dia juga mengajak dan mempengaruhi mahasiswa dan koleganya seperti, Komaruddin Hidayat, Azyumardi Azra, dan Bahtiar Effendy untuk terlibat dalam penelitian empiris dan mendiskusikan banyak hal: riset perdamaian, filsafat, sosial-politik, tafsir, dan pesantren. Fachry mampu membicarakan persoalan Islam, baik dalam dimensi normatif maupun historis, yang melibatkan isu- isu sosial-budaya, ekonomi, dan politik yang lebih bersifat praktis.
Fachry Ali merupakan kelahiran Aceh, namun pemahamannya mengenai budaya Jawa sangat solid, bukan kaleng-kaleng. Fachry Ali menulis buku berjudul Refleksi Paham Kekuasaan Jawa dalam Indonesia Modern. Ini merupakan karya Fachry Ali yang kokoh secara akademis, selain Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstrusi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru.
D engan berlandaskan pada kerangka teoritik dari ilmuwan sosial dan Indonesianis seperti Ben Anderson, Clifford Geertz, Niel Mulder dan Herbeth Feith, karya Fachry Ali ini mencoba memahami pandangan para elit dan pemegang kekuasaaan Orde Baru terhadap realitas politik Indonesia. Menurut Fachry, sistem politik dan kekuasaan yang dominan adalah sistem kekuasaan Jawa. Setidak- tidaknya pelaksanaan pembangunan mengandung integrasi dan disintegrasi nilai, sistem politik dan kekuasaan Jawa.