Bahasa Ibu Jadi Perantara Ilmu Pendidikan di SD Daerah
- Dok: Inovasi
Sumba – Di tengah gersangnya Nusa Tenggara Timur, terdapat sebuah kisah inspiratif seorang guru yang gigih menghadapi tantangan dalam mengajar di daerah kering tersebut. Ana Paji Jiara, seorang guru di SD Inpres Wunga, Desa Tanarara, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, telah memberikan dedikasi luar biasa selama bertahun-tahun.
Haharu yang merupakan kawasan terkering di utara Sumba Timur, hanya menerima hujan antara Januari hingga Maret. Selama sembilan bulan, warganya harus mengandalkan air yang dibeli dari truk tangki yang datang dari ibu kota kabupaten. Tanah gersang dan sinar matahari yang menyengat menjadi pemandangan sehari-hari.
Ana, lulusan SMA Kristen Payeti di Waingapu, memutuskan untuk mengajar di SD Inpres Wunga pada tahun 2004. Pada awalnya, dia hanya bersama dua guru lainnya di sekolah itu. Melihat kebutuhan akan pendidikan yang lebih baik, Ana dan tiga temannya bergabung untuk membantu mengajar.
“Waktu itu saya mau mengajar karena saya lihat hanya ada dua guru di sini. Saya kasihan juga lihat anak-anak. Mereka sudah datang jauh-jauh. Sementara saya hanya kerja bertani,” ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip VIVA Edukasi Selasa 11 Juli 2023.
Selain tantangan lingkungan, Ana juga harus menghadapi keterbatasan finansial. Honorariumnya setelah 16 tahun bekerja baru mencapai Rp1,9 juta. Dia mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tetapi terkadang pembayaran gaji tertunda. Meski demikian, semangatnya sebagai seorang pendidik tetap tidak pernah pudar.
Keberhasilan Ana sebagai guru sesungguhnya tercapai ketika dia mendapatkan pendampingan dalam Program Literasi Dasar Berbahasa Ibu yang diselenggarakan oleh Yayasan Sulinama dengan dukungan dari Inovasi. Pelatihan ini memberinya pemahaman yang lebih baik tentang pedagogi dan pengajaran menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar.
Dalam pengajarannya, Ana menggunakan bahasa Kambera, bahasa setempat, yang lebih dikenal oleh siswa. Dengan demikian, mereka menjadi lebih percaya diri dan mudah memahami pelajaran. Program ini telah meningkatkan hasil belajar siswa dan memberikan mereka kesempatan untuk berkembang secara akademik.
“Kalau pakai bahasa sini (Kambera), anak-anak lebih berani menjawab. Faktor bahasa tidak lagi menjadi kendala,” tuturnya.
Meski penggunaan bahasa ibu dalam pembelajaran tidak selalu diterima dengan baik, Ana telah membuktikan bahwa itu adalah langkah yang penting dalam mengatasi hambatan dalam pendidikan.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menyatakan penggunaan bahasa ibu dalam pembelajaran terutama di sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya menggunakan bahasa ibu dalam komunikasi sehari-hari, seharusnya diterapkan sejak lama.
“Kalau tidak (menggunakan bahasa ibu dalam pembelajaran), siswa dipaksa belajar dua hal sekaligus. Pertama belajar mengenal huruf latin dan membaca. Kedua, mempelajari bahasa yang asing (bahasa Indonesia),” ungkapnya.