Ini Pengertian Itikaf dan Fakta-faktanya, Lengkap dengan Bacaan Niat

Itikaf Akhir Ramadan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA Edukasi – Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Banyak kegiatan di bulan Ramadhan yang bisa dimanfaatkan umat muslim untuk mencari keberkahan dan amalan. Seperti halnya itikaf.

Mahasiswa Pasundan Kecam Kekejaman Terhadap Etnis Muslim di Uighur, Minta Pemerintah Lakukan Ini

Ada sejumlah hal yang harus diperhatikan tentang itikaf. Itikaf sangat dianjurkan dilakukan utamanya di akhir Ramadhan sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad SAW. Simak ulasan selengkapnya terkait pengertian itikaf dan fakta-faktanya, dikutip dari Nu Online.

Pengertian itikaf

Komunitas Muslim Indonesia Bangun Masjid di Yokohama Jepang

Itikaf Akhir Ramadan

Photo :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi

AI’tikaf menurut pengertian bahasa berasal dari kata ‘akafa–ya’kifu–ukufan. Bila kalimat itu dikaitkan dengan kalimat “an al-amr” menjadi "akafahu an al-amr" berarti mencegah. 

Kunjungan Mantan Mendagri Inggris ke Israel Didanai oleh Organisasi Zionis Anti-Muslim

Apabila dikaitkan dengan kata "ala" menjadi "akafa ‘ala al-amr" artinya menetapi. Pengembangan kalimat itu menjadi i’takafa-ya’takifu-i’tikafan artinya tetap tinggal pada suatu tempat. Kalimat I’takafa fi al-masjid berarti “tetap tinggal atau diam di masjid”.

Sementara menurut pengertian istilah atau terminologi, itikaf adalah tetap diam di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan beribadah, dzikir, bertasbih dan kegiatan terpuji lainnya serta menghindari perbuatan yang tercela.

Hukum itikaf

Itikaf Akhir Ramadan

Photo :
  • ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Hukum i’tikaf adalah sunah, dapat dikerjakan setiap waktu yang memungkinkan terutama pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.

Dari Aisyah RA istri Nabi SAW menuturkan: Sesungguhnya Nabi SAW melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau.” (Hadis Shahih, riwayat Al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).

Dari Ubay bin Ka'ab  RA berkata: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Pernah selama satu tahun beliau tidak beri’tikaf, lalu pada tahun berikutnya beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.” (Hadis Hasan, riwayat Abu Dawud: 2107, Ibn Majah: 1760, dan Ahmad: 20317).

Itikaf di Luar Bulan Ramadhan

Itikaf Malam ke-21 Bulan Ramadan

Photo :
  • ANTARA FOTO/Moch Asim

Dalam sebuah hadits dijelaskan yakni yang diriwayatkan oleh Aisyah RA sebagai berikut:

“Dari Aisyah RA berkata: Nabi SAW biasa beri’tikaf sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, kemudian aku memasang tirai untuk beliau, lalu beliau mengerjakan shalat Shubuh, kemudian beliau masuk ke dalamnya. Hafsah kemudian meminta izin pada Aisyah untuk memasang tirai, lalu Aisyah mengizinkannya, maka Hafsah pun memasang tirai. Waktu Zainab binti Jahsyi melihatnya, ia pun memasang tirai juga. Pagi harinya Nabi SAW menjumpai banyak tirai dipasang, lalu beliau bertanya: Apakah memasang tirai-tirai itu kamu pandang sebagai suatu kebaikan?” Maka beliau meninggalkan i’tikaf pada bulan itu (Ramadhan itu). Kemudian beliau beri’tikaf pada sepuluh hari  dari bulan Syawal (sebagai gantinya).”? (Hadis Shahih, riwayat Al-Bukhari: 1892 dan Muslim: 2007).

Rukun itikaf 

Itikaf malam hari.

Photo :
  • U-Report

1. Niat itikaf, baik itikaf sunah atau itikaf nazar. Jika seorang muslim bernazar akan melakukan itikaf, maka baginya wajib melaksanakan nazar tersebut dan niatnya adalah niat itikaf untuk menunaikan nazarnya.

2. Berdiam diri dalam masjid, sebentar atau lama sesuai dengan keinginan orang yang beritikaf atau mu’takif. Itikaf di masjid bisa dilakukan pada malam hari ataupun pada siang hari.

Syarat itikaf 

Itikaf Akhir Ramadan

Photo :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

1. Muslim, bagi non-muslim tidak sah melakukan itikaf.
2. Berakal, orang yang tidak berakal tidak sah melaksanakan itikaf.
3. Suci dari hadats besar.

Yang membatalkan Itikaf

Beritikaf di malam Ramadhan

Photo :
  • Surabaya Post

I’tikaf di masjid menjadi batal disebabkan oleh:

1. Bercampur dengan istri. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT.: 

Dan janganlah kamu campuri mereka (istrimu) itu, sedang kamu beri’tikaf di masjid, itulah ketuntuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, 2:187).

2. Keluar dari masjid tanpa uzur atau halangan yang dibolehkan syariat. Tetapi bila keluar dari masjid karena ada uzur, misalnya buang hajat atau buang air kecil dan yang serupa dengan itu, tidak membatalkan i’tikaf.

Diperbolehkan keluar dari masjid, karena mengantarkan keluarga ke rumah, atau untuk mengambil makanan di luar masjid, bila tidak ada yang mengantarkannya. Aisyah RA meriwayatkan:

Dari Aisyah RA menuturkan: Nabi SAW apabila beri’tikaf, beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, lalu aku sisir rambutnya, dan beliau tidak masuk rumah kecuali untuk keperluan hajat manusia (buang air besar atau buang air kecil).” (Hadits Shahih, riwayat Al-Bukhari: 1889 dan Muslim: 445).

Niat itikaf

Ilustrasi itikaf di masjid.

Photo :
  • U-Report

Berikut ini adalah lafal itikaf yang dapat dibaca untuk memantapkan niat: 

Nawaitu an a‘takifa fii hadzal masjidi maa dumtu fiih.” 

Artinya, “Saya berniat itikaf di masjid ini selama saya berada di dalamnya.” 

Lafal niat ini dikutip dari Kitab Tuhfatul Muhtaj dan Nihayatul Muhtaj. Lafal itikaf lain yang dapat digunakan adalah lafal berikut ini. Lafal niat itikaf ini dikutip dari Kitab Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi: 

“Nawaitul i’tikaafa fii haadzal masjidi lillaahi ta‘aalaa.” 

Artinya, “Saya berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah SWT.”

Demikian pengertian dan fakta-fakta itikaf. Semoga dengan menjalankan itikaf, dapat menambah amalan kita dan senantiasa selalu dekat dengan Allah SWT.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya