Kisah Pendeta Yahudi Masuk Islam setelah Cekik Leher Nabi Muhammad SAW
- Darmawan/MCH2019
VIVA Edukasi – Nabi Muhammad SAW dalam Islam dikenal sebagai sosok yang sederhana baik dalam perkataan maupun dalam kehidupannya. Bahkan dalam kisahnya yang masyhur, Rasulullah diceritakan sempat meminjam uang kepada orang Yahudi untuk memenuhi beberapa keperluannya.
Mengutip beberapa sumber, Kamis, 13 April 2023, orang Yahudi tersebut bernama Zaid bin Sanah. Dia adalah pedagang terkenal pada masa itu. Selain itu dia juga dikenal sebagai pakar Taurat yang amat disegani kaum Yahudi Madinah.
Walaupun Zaid mengetahui kabar kenabian Rasulullah SAW, sebagaimana yang tertulis dalam Taurat dan Injil, orang itu enggan mengakuinya. Maka, ketika Rasulullah berutang kepadanya, dia hanya melayaninya sebagai orang biasa. Lantas keduanya pun menyepakati tenggat waktu pembayaran.
Hari demi hari berlalu, tibalah ketika Rasulullah SAW sedang memimpin majelis ilmu di Masjid Nabawi, saat itu jemaah yang hadir cukup banyak sehingga masjid terasa sesak. Tiba-tiba datang Zaid bin Sanah yang langsung merangsek ke shaf terdepan.
Para tokoh sahabat yang hadir saat itu masih belum mengetahui siapa pria yang merangsek ke baris terdepan itu. Bukannya langsung duduk, Zaid yang sudah di shaf depan malah berdiri tepat di belakang Rasulullah. Zaid kemudian menarik kain serban Nabi yang melingkar di lehernya, sehingga beliau seketika tercekik. Menyaksikan hal tersebut, seluruh sahabat berdiri dan hendak menyergap Zaid.
Umar bin Khaththab yang berada dekat sekali dengan Nabi SAW berkata, "Wahai Rasulullah, izinkan saya untuk memenggal kepala orang ini!" Umar menatap Zaid dengan wajah penuh amarah
Namun, Rasulullah memberi isyarat dengan tangannya kepada Umar dan para sahabat lain untuk tetap duduk dan tenang. Rasulullah yang saat itu dalam keadaan tercekik lantas menoleh kepada Zaid.
"Wahai Yahudi, ada apa?" kata Nabi tanpa mengungkapkan nama Zaid bin Sanah.
"Kau berutang padaku, Muhammad! Dan aku tahu, kalian ini orang Quraisy sangat suka menunda-nunda pembayaran utang," kata yang ditanya.
"Bukankah belum tiba saatnya (tenggat waktu pembayaran)?" tanya Nabi SAW lagi.
"Saya tidak peduli. Bayar utangmu sekarang juga!" seru Zaid lagi, sembari melepas serban Nabi
Maka Rasulullah SAW berpaling kepada Umar dan berkata, "Wahai Umar, ambilkan dari Baitul Maal sebanyak 20 sha' (sekira 40 kilogram) kurma untuk membayar utangku kepada Yahudi ini dan sebanyak 20 sha' kurma lagi."
"Wahai Rasulullah, 20 sha' itu untuk utang engkau. Tetapi, 20 sha' lagi untuk apa?" tanya Umar.
"Itu sebagai hukuman karena engkau telah menakut-nakuti dia," jawab Nabi SAW.
Singkat cerita, Umar pun keluar dari masjid dan berjalan menuju Baitul Maal (kas negara) diikuti oleh Zaid dari belakang. Sepanjang perjalanan, Umar mencoba meredam kekesalan.
Sampailah Umar dan Zaid di Baitul Maal. Sahabat bergelar al-Faruq itu lantas menyiapkan dua karung. Masing-masing akan diisi 20 sha kurma.
Karung pertama yang tuntas diisi lantas diberikannya kepada Yahudi itu. Sementara Umar sedang mengisi karung kedua, sang pencekik Nabi tadi mencegahnya.
"Umar. Tahanlah. Jangan kau masukkan kurma ke karung itu," katanya.
Umar tidak peduli, "Aku hanya melaksanakan perintah Nabi SAW. Aku tidak ingin mendengarmu."
"Umar, apakah kau tidak mengenal saya?"
"Saya tidak peduli!" jawab Umar dengan ketus.
"Saya adalah Zaid bin Sanah."
Mendengarnya, Umar seketika terkejut, kemudian berdiri menghadapnya. "Apakah benar kamu Zaid bin Sanah? Zaid yang pendeta Yahudi, ahli Taurat?" tanya Umar tak percaya.
"Benar. Akulah Zaid bin Sanah," jawab si Yahudi dengan tenang.
"Bukankah kau tahu bahwa Muhammad adalah utusan Allah?" tanya Umar lagi.
"Benar. Aku mengetahuinya. Tapi, coba engkau pikir, wahai Umar. Bagaimana mungkin aku nekad mencekik dirinya di depan kalian, umat Islam yang mengimaninya sebagai nabi? Bahkan aku melakukannya seorang diri dan di dalam masjid kalian. Apa engkau pikir aku sudah gila?" ujar Zaid.
"Mengapa kau melakukannya?" tanya Umar.
"Sungguh, sebelum tadi aku datang ke masjid kalian, aku telah mendapati tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad. Hampir seluruh tanda-tanda itu ada padanya. Hanya saja, masih ada satu tanda yang belum tampak jelas bagiku. Yakni, bahwa kasih sayangnya mengalahkan rasa amarahnya," jelas Zaid.
"Maka dari itu, aku nekad melakukan hal tadi. Aku tahu, utang Muhammad belum jatuh tempo. Aku sengaja memancing emosi Muhammad dan kalian, para sahabatnya. Aku sudah bertekad mempertaruhkan nyawaku hanya untuk membuktikan kebenaran, adakah tanda kenabian yang terakhir itu pada diri Muhammad."
"Dan kini aku percaya. Ternyata benar kasih sayang beliau mengalahkan marahnya. Maka saksikanlah, wahai Umar, asyhadu an laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad rasulullah," ucap Zaid bin Sanah.