Asal Usul Ngabuburit, Kegiatan Menunggu Waktu Berbuka Puasa di Bulan Ramadhan
- VIVA.co.id/Rintan Puspitasari
VIVA Edukasi – Mayoritas masyarakat indonesia bukan hanya dari kalangan umat Muslim mungkin sudah tidak asing lagi dengan kata ngabuburit yang kerap didengar tiap memasuki bulan Ramadhan.
Ngabuburit sendiri bisa dilakukan dengan berbagai kegiatan, mulai dari membaca Alquran, berburu takjil, berbagi takjil, jalan-jalan sore dan lain-lain hingga waktu berbuka puasa tiba.
Lantas, bagaimana asal usul kegiatan ngabuburit?
Kata ngabuburit diyakini merupakan kata serapan yang diambil dari Bahasa Sunda yakni “Burit” yang bermakna petang atau waktu senja.
Mengutip Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS) Jumat, 24 Maret 2023, kata ngabuburit diambil dari kalimat “ngalantung ngadagoan burit” yang artinya bersantai sambil menunggu waktu sore.
Dulu istilah ngabuburit hanya digunakan oleh masyarakat Sunda, namun sekarang istilah tersebut sudah merambah ke berbagai daerah di Indonesia.
Seiring berkembangja Bahasa tersebut, kini pelafalan ngabuburit telah identik dengan istilah bulan Ramadhan yang bermakna sebagai kegiatan mengisi waktu menunggu buka puasa.
Selain itu, istilah ngabuburit juga mudah diucapkan oleh penutur non-bahasa Sunda, sehingga banyak diterima oleh masyarakat di luar suku Sunda.
Dosen Sastra Sunda Universitas Padjadjaran (Unpad) Gugun Gunardi menjelaskan istilah ngabuburit sudah ada sebelum tahun 1960-an. Biasanya, kata dia, anak-anak pada masa itu mengisi ngabuburit dengan membaca Alquran.
“Diharapkan menjelang Idul fitri, anak-anak sudah tamat (khatam) membaca Alquran,” ujar Gugun kepada wartawan, Jumat.
Gugun mengatakan, sejak usianya masih anak-anak saat itu anak seusianya mengisi waktu ngabuburit dengan memainkan permainan tradisional.
Dia kembali menjelaskan, istilah ngabuburit yang mulanya berasal dari bahasa Sunda kini telah dikenal dan dipakai secara umum oleh masyarakat Indonesia sebagai gambaran aktivitas menunggu waktu berbuka puasa.
Menurutnya kata ngabuburit yang kini semakin dikenal luas di tengah masyarakat Indonesia non-Sunda tidak terlepas dari peran media massa.