3 Cara Memperlakukan Mushaf Alquran yang Rusak Menurut Ulama Ahli Hadis
- U-Report
VIVA Edukasi – Saat terjadi gempa bumi, banjir dan bencana alam lain melanda pemukiman penduduk seringkali ditemukan potongan mushaf Alquran yang rusak dan tercecer. Lantas bagaimana caranya untuk menyikapi hal tersebut?
Mengutip laman Majelis Ulama Indonesia, Selasa 14 Februari 2023, Imam Suyuthi dalam karyanya kitab al-Itqan fi Ulum Alquran menjelaskan dengan cukup rinci bagaimana memperlakukan mushaf Alquran yang sudah rusak.
Menurutnya, terdapat tiga cara untuk menyikapi mushaf Alquran yang telah rusak, berikut pemaparannya.
1. Membasuh dengan air
Menurut Imam Suyuthi, mushaf alquran yang telah rusak dapat dibasuh dengan air sehingga tinta yang bertuliskan firman allah SWT itu luntur. Namun, cara pertama ini dianggap sudah kurang relevan mengingat percetakan Alquran kini sudah sangat maju dan kualitas tintanya juga sangat baik.
Kondisi ini berbeda dengan masa lalu dimana Alquran ditulis dengan teknologi seadanya sehingga dapat luntur dengan mudah jika dibasuh air.
2. Membakar
Masih dari sumber yang sama, cara kedua yang dapat dilakukan untuk memperlakukan mushaf Alquran yang telah usang atau rusak adalah dengan cara membakarnya. Alasan Imam Suyuthi memperbolehkannya adalah kisah pembakaran alquran di zaman sahabat Utsman bin Affan.
Pada saat itu, khalifah ketiga Islam itu membakar Alquran yang tidak memenuhi standar yang seharusnya. Penyeragaman tulisan Alquran ini kemudian dikenal dengan Rasm Utsmani, gaya tulisan khas Alquran yang dipakai hingga kini.
3. Menguburnya dalam tanah
Cara yang ketiga menurut Imam Suyuthi adalah menguburnya di dalam tanah yang jauh dari lalu Lalang manusia. Menurutnya cara ini banyak tertera dalam kitab-kitab pengikut mazhab Hanafi. Hal ini mungkin dianalogikan dengan manusia yang telah meninggal dunia, penghormatan terakhir baginya adalah dengan cara dikubur.
Untuk diketahui, Imam Suyuthi sendiri merupakan ulama yang dikenal di zamannya sebagai seorang yang alim dalam bidang hadis dan cabang-cabangnya, baik yang berkaitan dengan ilmu rijal, sanad, matan, maupun kemampuan dalam mengambil istimbat hukum dari hadis.