Pakar Hukum Bisnis UGM Sebut Perppu Ciptaker untuk Atasi Resesi Ekonomi

Demo buruh menolak UU Cipta Kerja, di depan gedung DPR. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Edwin Firdaus

VIVA Edukasi – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Aturan hukum tersebut dianggap menjadi hal penting sebagai upaya untuk mengatasi resesi ekonomi yang mengancam kondisi ekonomi Indonesia.

7 Strategi Cerdas untuk Mengubah Krisis Ekonomi 2025 Menjadi Peluang

Akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Nindyo Pramono mengatakan bahwa presiden memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perppu akibat kegentingan yang memaksa.

“Alasan kegentingan memaksa sepenuhnya berasal dari diskresi presiden,” tutur Prof Nindyo dalam sebuah wawancara di Stasiun Televisi, Kamis (9/2).

OJK Sebut Pilkada 2024 Bakal Beri Dampak Positif ke Ekonomi Lokal

Akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Nindyo Pramono

Photo :
  • Istimewa

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa beberapa aspek lahirnya Perppu Ciptaker adalah situasi krisis, tidak adanya hukum, ada situasi global yang berkaitan pada situasi nasional. 

Pertamina Eco RunFest 2024, Dorong Pemberdayaan UMKM hingga Pertegas Komitmen Capai NZE 2060

“Termasuk juga resesi. Itu yang menjadi pertimbangan pemerintah menerbitkan Perppu untuk menggantikan UU cipta kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat,” Imbuh Prof Nindyo dalam keterangannya yang diterima VIVA, Kamis (9/2).

Akademisi UGM tersebut membantah jika pembuatan Perppu Cipta Kerja dilaksanakan secara terburu-buru. Menurutnya, penerbitan Perppu Cipta Kerja adalah upaya untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dunia. 

“Menurut saya bukan buru-buru, karena justru dampak dari stagflasi global yang sudah nampak di mata kita, pemerintah mengantisipasi hal itu, sehingga jika dibuat dengan cara konvensional maka akan terlambat” Jelasnya.

Prof Nindyo mencatat terdapat sekitar 78 perundang-undangan yang tidak mendukung iklim investasi, sehingga menjadi masalah besar baik  bagi investor dalam negeri maupun domestik. Oleh karenanya diperlukan sebuah terobosan melalui metode Omnibus Law.

Prof Nindyo juga menyinggung sejumlah data bahwa Undang-Undang Cipta Kerja memberikan banyak manfaat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

 
“Dari data IMF, World Bank, dan Indonesian Economic Prospect menunjukkan bahwa hadirnya UU Ciptaker memang memberikan iklim positif terhadap arus investasi, khususnya foreign direct investment. Contoh konkret beberapa di manufaktur sudah mengalami peningkatan. Namun kalau diukur apakah sudah berhasil atau belum, menurut saya tidak fair karena baru berjalan 2 tahun lalu diukur. Tapi dampak positif dari kebijakan itu kelihatan,” terangnya.

Tidak hanya itu, Prof Ninyo juga berujar bahwa UU Cipta Kerja juga diyakini akan meningkatkan iklim Investasi karena memangkas jalur perizinan melalui Online Single Submission (OSS). Menurutnya, hal tersebut akan menstimulus lahirnya pengusaha-pengusaha baru di Indonesia.

“Jika itu berjalan lancar dan ditaati aparat pemerintah yang menyelenggarakan di bidang perizinan akan memberikan dampak positif,. Jika ada dampak positif maka investor datang dan banyak menyerap tenaga kerja” tututnya.

Tak lupa, dirinya pun mengajak kepada semua pihak untuk dapat memberikan kesempatan Perppu Cipta Kerja agar dapat diimplementasikan agar hasilnya dapat segera dirasakan dan dievaluasi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya