Apakah Puasa Ramadhan Harus 30 Hari? Seperti Ini Hitungannya
- ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
VIVA Edukasi – Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan hari libur nasional untuk Hari Raya Idul Fitri 1444 H yang jatuh pada tanggal 22-23 April 2023 nanti. Kementerian Agama RI lebih tepatnya juga telah menerbitkan kalender Islam Hijriah tahun 2023.
Mengacu dua keputusan itulah, maka awal Ramadhan 1444 H diperkirakan jatuh pada tanggal 22 Maret 2023, dengan asumsi puasa Ramadhan genap selama 30 hari.
Namun, kepastian kapan awal Ramadhan 1444 H akan diputuskan pemerintah melalui Kementerian Agama RI saat sidang isbat. Lalu pertanyaannya adalah, apakah puasa Ramadhan harus 30 hari dan bagaimana cara perhitungannya?
Pada umumnya, Ramadhan berlangsung selama 29 hari, dan digenapkan menjadi 30 hari bila hilal belum terlihat hingga petang hari ke-29 Ramadhan.
Rujukan soal 29 hari dan penggenapan menjadi 30 hari bila hilal tak tampak adalah sejumlah hadist sahih. Shalat satu hadist ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim, bunyinya, "Jika kalian melihat hilal ( Ramadhan) maka berpuasalah.
Dan jika kalian melihat hilal (Syawal) maka berhentilah berpuasa. Dan jika mendung genapkanlah 30 hari.”
Dalam hadist riwayat Ibnu Umar, sedikit berbeda, yaitu, "Ber puasalah kalian kalau kalian melihat hilal (bulan) dan jika mendung maka perkirakanlah."
Melansir dari berbagai sumber, Bukhari dalam hadist melalui sanad Abu Hurairah, memberikan redaksional yang sedikit berbeda juga, yaitu, “Berpuasalah kalian ketika kalian melihat hilal dan berhentilah berpuasa ketika kalian melihat hilal. Dan jika mendung, maka berpuasalah selama 30 hari. ”
Dengan beberapa rujukan di atas, Ramadhan berlangsung selama 29 hari dan dimungkinkan menjadi 30 hari bila semua cara untuk memastikan penampakan hilal tidak mendapatkan kepastian hasil. Dalam sejarah, Nabi Muhammad Saw tercatat lebih sering berpuasa Ramadhan selama 29 hari dibanding 30 hari.
Menurut Catatan
Catatan soal ini antara lain termaktub dalam markas sahabat Ibnu Mas'ud, yaitu,
"Kami lebih banyak atau lebih sering berpuasa bersama Nabi saw (selama) 29 hari dibanding 30 hari."
Dalam banyak periwayatan hadis tentang jumlah hari dalam satu bulan, Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa hitungan bulan adalah tiga kali 10 jari tangan untuk bulan yang disebut.
Lalu, untuk penyebutan bulan tertentu Rasulullah menekuk ibu jarinya di kali ketiga memperlihatkan jari jemari tangannya. Perkecualian soal jumlah hari Ramadhan hanya diberikan pada kasus tersebab perjalanan jauh yang mengakibatkan perbedaan zona waktu berdasarkan posisi dan penampakan hilal.
Misal, seseorang berasal atau memulai Ramadhan di wilayah barat dan melakukan perjalanan ke arah timur menjelang akhir Ramadhan. Di tempat asal atau awal dia memulai puasa, hitungannya sudah hari terakhir tetapi di tempat tujuan masih terhitung satu hari lagi Ramadhan.
Atau sebaliknya orang dari lokasi di wilayah timur berpergian jauh ke arah barat, dalam perhitungan kalender hijriah di tempatnya berasal atau berangkat masih berpuasa tetapi ketika tiba di tempat tujuan ternyata sudah hari raya.
Dalil berupa hadist sahih riwayat Tirmidzi, yang berbunyi, "Puasa adalah hari ketika masyarakat berpuasa. Berhari raya (Idul Fitri) adalah ketika masyarakat berbuka (berhari raya Idul Fitri).
Dan hari raya Idul Adha (menyembelih hewan kurban) adalah hari ketika masyarakat menyembelih (berhari raya Idul Adha).