Biaya Pendidikan Dokter Mahal, IDI Berikan Solusinya

Ilustrasi dokter/suster.
Sumber :
  • Pixabay/voltamax

VIVA Edukasi – Indonesia kini tengah mengalami berbagai masalah kesehatan yang persisten. Mulai dari kasus tuberculosis (TBC) ke-2 tertinggi di dunia, hingga sebanyak 39 persen dari populasi umur 15 tahun ke atas merokok dan menjadi prevalensi tertinggi di antara negara-negara ASEAN.

Geger Pria India Tiba-tiba Hidup Lagi saat Akan Dikremasi, 3 Dokter Diskors

Di samping itu, Indonesia juga sedang mengalami krisis tenaga kesehatan terutama dokter di berbagai daerah terpencil. Hal tersebut menjadi sorotan bagi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang tengah mencari jalan keluar dari permasalahan itu. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Seperti banyak dikeluhkan oleh masyarakat, biaya pendidikan dokter terbilang sangat mahal dibandingkan dengan jurusan perkuliahan lainnya. Oleh karena itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr. Adib Khumaidi mendorong adanya standarisasi pendidikan dokter agar lebih bisa dijangkau oleh masyarakat.

Majelis Masyayikh Kuatkan Identitas Pendidikan Pesantren melalui Sistem Penjaminan Mutu

Menurut Adib, standarisasi tersebut dapat terealisasi dengan kebijakan dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi yang berwenang.

Ilustrasi dokter/tenaga kesehatan.

Photo :
  • Freepik
Simak Cara Mudah Pencairan Dana Bantuan Sosial PIP November 2024

"Kami pun mendorong standarisasi biaya pendidikan, sehingga nanti penyelenggara pendidikan baik itu dari swasta maupun negeri itu memang menyesuaikan dengan standar. Siapa yang bisa membuat standar ya kementerian pendidikan terutama, itu harus muncul," kata Adib dalam acara jumpa pers di kantor IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 13 Desember 2022.

Standarisasi biaya pendidikan itu berlaku tidak hanya untuk dokter umum tetapi juga pendidikan dokter spesialis. Selain itu, pemerataan standarisasi biaya pendidikan juga harus berlaku di institusi negeri maupun swasta.

"Kemudian di dalam standar tadi itu nanti akan masuk komponen-komponen yang tadi. Termasuk bukan hanya kepentingan dokter, kepentingan dokter spesialis pun harus ada. Supaya nanti kita tidak dikatakan 'oh kalau di swasta mahal, negeri enggak'. Jadi supaya ada standar yang dibuat pemerintah," sambungnya.

Adapun alasan mengapa biaya pendidikan dokter di Indonesia sangat mahal karena adanya berbagai komponen penunjang dan fasilitas pendidikan seperti biaya laboratorium dan praktik. Maka dari itu, ada banyak komponen dalam pendidikan dokter yang perlu diperbaiki untuk mengurangi jumlah biaya yang dikeluarkan oleh para pelajar.

"Yang jelas kalau kedokteran, biaya di laboratorium dan biaya praktik. Kemudian biaya pada saat berada di rumah sakit. Artinya banyak sekali komponen yang berbeda kalau di pendidikan lain," jelasnya.

Ilustrasi Patologi, dokter bedah

Photo :
  • Pixabay/ Mitrey

Menurut Adib, apabila standarisasi biaya pendidikan kedokteran dari pemerintah sudah ditetapkan, maka IDI dapat mendorong anggaran untuk beasiswa kedokteran di berbagai daerah.

"Kalau kita punya standar, standar itu kemudian kita dorong untuk anggaran dari daerah, berapa sih sebenernya anggaran yang dibutuhkan dalam biaya pendidikan ini, karena kalau sudah ada standar ini kita bisa sampaikan pada daerah ini loh biayanya sekian," terangnya.

"Sehingga alokasi anggaran terkait dengan kebutuhan SDM itu bisa kita lakukan karena kita sudah punya standar biaya pendidikan tadi," pungkas Adib.

Sementara itu, IDI saat ini juga tengah berfokus pada peningkatan produksi dokter supaya pemerataan tenaga kesehatan bisa menjangkau daerah-daerah terpencil dengan kemampuan dokter yang berkualitas.

"Fokus saat ini adalah untuk produksi dokter karena kita masih berbasis universitas. Untuk mempercepat, kita melakukan akademik health system (AHS) di mana Kemendikbud bekerja sama dengan Kemenkes untuk mempercepat prosesnya dan diprediksi akan 3 kali lebih cepat," ujar Dr dr Setyo Widi, SpBS(K), selaku Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI).

Widi menjelaskan Kemendikbud akan bekerja sama dengan Kemenkes untuk memperluas penggunaan rumah sakit milik Kemenkes sebagai sarana pendidikan. Dosen-dosen juga akan terus dilatih untuk menghasilkan dokter-dokter lain yang berkualitas.

"Dengan cara demikian, kita harapkan produksi dokter akan bertambah akselerasinya tapi kualitasnya juga tidak berubah secara radikal sehingga kita tidak perlu khawatir ada dokter dengan kualitas yang tidak semestinya," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya