Kebudayaan Banyumas Ciptakan Kerukunan dalam Beragama

Kebudayaan Banyumas Ciptakan Kerukunan dalam Beragama
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Edukasi – Masyarakat Indonesia memiliki bermacam-macam agama yang dianut sebagai pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia sebagai negara yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama, dan budaya sudah sepatutnya saling menjaga agar mau menerima setiap perubahan dan perbedaan.

Rayakan 56 Tahun Taman Ismail Marzuki Membawa Pertunjukan Seni ke Jantung Jakarta

Seperti halnya kultur masyarakat di daerah Kabupaten Banyumas yang memiliki keragaman agama berbalut budaya, karena memang pada dasarnya budaya Indonesia terbentuk dari kumpulan budaya lokal seperti contoh yang berasal dari Banyumas yakni komunitas Islam Aboge yang menjadi kekayaan keberagaman agama dan budaya.

Kebudayaan Banyumas Ciptakan Kerukunan dalam Beragama

Photo :
  • Istimewa
Giring Ganesha Jadi Wamen Kebudayaan, Para Personel Nidji Beri Reaksi Begini

Dalam perbincangan dengan para sesepuh Aboge, Minggu (4/12/2022), di Banyumas khususnya yang ada di Grumbul Kalitanjung, Desa Tamkanegara, Kecamatan Rawalo, menganut bermacam-macam agama seperti Agama Islam dengan organisasi keagamaan NU dan Muhammadiyah dan Komunitas Hindu, Islam Aboge, bahkan Kristen.

Walau bisa rentan terhadap suatu konflik karena perbedaan mengenai ritual keagamaan, namun keberagaman masyarakat yang memiliki agama yang berbeda-beda tidak menghalangi mereka untukmelakukan interaksi dengan yang lain walaupun terdapat perbedaan mengenai ritual keagamaanyang dianut oleh masyarakat di Desa Tambaknegara yang berbasis budaya.

Ketua Umum AMI: Pendidikan Indonesia Perlu Kembali ke Ajaran Ki Hajar Dewantara

Dalam konteks menghindari kerentanan yang memecah persatuan dan kesatuan pentingnya moderasi beragama sebagai bentuk sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.

Masyarakat di Desa Tambaknegara yang memiliki kepercayaan yang berbeda dapat hidup berdampingan dalam kehidupan sehari-hari. Masing-masing masyarakat di Desa Tambaknegara telah menjalin kontak sosial dan komunikasi yang baik walaupun berbeda mengenai agama atau kepercayaan di desa tersebut.

Kontak sosial dan komunikasi yang berjalan baik di antara mereka menghasilkan interaksi yang harmonis serta adanya sikap saling menghargai dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

Sikap saling menghargai dan toleransi yang mereka lakukan dapat diamati melalui berbagai macam kegiatan yang diadakan oleh komunitas Islam Aboge maupun di luar Islam Aboge yang saling mengundang pada kegiatan keagamaan tertentu.

Ketua Paguyuban Kasepuhan Adat Kejawen Aboge Kalitanjung, Kyai Mbah Muharto menjelaskan sikap saling toleransi dan saling menghargai dengan masyarakat sekitar tidak mungkin terjadi apabila interaksi tidak harmonis dan baik di masyarakat desa tersebut. Hal itulah yang dilakukan komunitas Islam Aboge Kalitanjung.

Menurutnya, Komunitas Islam Aboge Kejawen Kalitanjung  masih menjalankan ritual keagamaan selametan untuk memperingati hari besar atau biasa disebut Grebeg Suran yang dibagi ke dalam dua acara inti yaitu pagelaran wayang kulit dan sedekah bumi disertai penanaman kepala kambing atau sapi di perempatan yang menjadi jalan masuk saat sedekah bumi.

"Saat sedekah bumi, masyarakat tanpa diminta pasti akan melaksanakan sedekah bumi dengan membawa makanan yang sumbernya dari bumi seperti sayuran yang telah matang, kemudian mereka berjejer sepanjang jalan dengan diawali doa lalu dilanjutkan menanam kepala kambing atau sapi , kemudian dilanjutkan makan bersama," jelas Kyai Mbah Muharto dalam keterangannya yang diterima VIVA, Jakarta, Senin (5/12).

Ditambahkan Kyai Mbah  Muharto dalam mempertahankan keberagaman budaya secara turun temurun mengadakan ritual sebelum menanam padi dan menjelang panen, ritual kelahiran, dan dan ritual kematian.

Cara Komunitas Islam Kejawen Kali Tanjung untuk mempertahankan identitas keagamaannya adalah melalui pranata keluarga yaitu dengan sosialisasi orang tua kepada anak dan pranata adat yaitu dengan proses untuk menjadi kasepuhan diantara 185 orang harus melalui proses adat yang pertama adalah sangkan paran dumading sifat 12 selama 1 tahun, pesucen dengan banyak berdzikir untuk pencucian secara rohani, ngglandang gede yang akan diuji oleh guru kasepuhan, dan terakhir adalah medun, semua dibimbing oleh guru.

"Jadi untuk dianggap menjadi kasepuhan tidak serta merta masuk begitu saja, namun melalui proses yang cukup panjang, minimal telah berusia 60 tahun, itupun setelah melalui uji dan hasil mufakat guru dan tundagan atau pemelihara situs budaya," katanya.

Sementara Dewan Penasehat Paguyuban Komunitas Adat Kejawen Aboge Kalitanjung, Eddy Wahono menambahkan bahwa ilmu yang diturunkan tidak ada yang tertulis sejak dahulu kala yang dipimpin oleh Kyai bagi kaum laki laki dan Nyai untuk kaum perempuan. Eddy Wahono sendiri masuk ke dalam komunitas Kejawen Aboge Kalitanjung sejak tahun 1990.

Diceritakan bahwa komunitasnya sebelum tahun 1990 sangat tertutup, dan bagi komunitas Islam Kejawen Kali Tanjung untuk mempertahankan kejawen pihaknya mulai membuka wawasan agar komunitasnya membuka diri sebagai bentuk implementasi keberagaman.

"Kami mulai membuka diri sejak tahun 2008 dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas untuk menjaga ritual besar tahunan seperti Grebeg Suran dan selametan kematian komunitas Islam Kejawen Kali Tanjung sebagai sebuah kearifan lokal," ungkap Eddy.

Dalam menjaga sikap keberagamaan dalam dinamika di lingkungan masyarakat dengan berbagai kultur budaya dan agama, Eddy Wahono mengajak tokoh-tokoh masyarakat untuk menjadikan agama dan budaya sebagai sumber nilai-nilai merawat persatuan dan kesatuan.

Budaya kejawen.

Photo :
  • U-Report

Sentimen-sentimen agama cenderung bertumpu pada ajaran-ajaran agama yang yang tidak sesuai aturan. Tidak dapat disangkal bahwa agama menjadi roh utama komunitas Aboge sehingga para tokoh agama berperan penting untuk menjaga kemajemukan sebagai kekayaan dan modal sosial Indonesia.

"Kami selalu memiliki visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan mengedepankan moderasi beragama agar tidak terjebak dalam intoleransi, " pungkasnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya