Hati-hati Belajar Agama di Medsos, Bisa Terpapar Radikalisme

Diskusi radikalisme dan terorisme di Polresta Serang Kota
Sumber :
  • Yandi Deslatama (Kota Serang)

VIVA Edukasi – Belajar agama dari media sosial (medsos) tanpa mengerti secara jelas artinya, bisa membuat seseorang terpapar radikalisme. Setidaknya itu yang disampaikan oleh tokoh agama sekaligus tokoh masyarakat Banten, Embay Mulya Syarif, dalam sebuah diskusi radikalisme dan terorisme di Polresta Serang Kota, Banten, Rabu siang, 16 November 2022.

Muslim Tapi Tak Selalu Ikuti Aturan Al-Quran, Cinta Laura: Kita Tinggal di Dunia Modern

Bahkan jika sudah terlalu mendalami ajaran agama melalui medsos yang ngawur, seseorang bisa saja menjadi seorang terorisme. Karena banyak konten video mengenai hal tersebut.

"Kegiatan seperti ini bisa lebih digiatkan lagi, karena khawatir generasi muda saat ini yg mencari pelajaran agama dari medsos misalnya, itukan tidak bisa dipertanggung jawabkan kadang-kadang seperti itu," ujar Embay Mulya Syarif, Rabu (16/11).

Menag Sebut Ada Krisis Agama di Indonesia

Diskusi radikalisme dan terorisme di Polresta Serang Kota

Photo :
  • Yandi Deslatama (Kota Serang)

Embay bercerita di kisaran 1994, pernah ada sebuah deklarasi menentang Pancasila di Banten. Oleh penguasa saat itu diberi nama Kelompok Kecil Penentang Pancasila (K2P2).

Edward Akbar Ngeluh di Medsos Soal Anak, Kimberly Ryder Respons Menohok: Kayak Emak-emak

Kemudian, akar radikalisme dan terorisme di Indonesia, terutama Banten, dimotori oleh gerakan Negara Islam Indonesia atau NII yang ingin mendirikan negara Islam.

"Akar masalah dari radikalisme dan terorisme itu kan NII, mereka ingin mendirikan negara Islam Indonesia. Di Banten ini tahun 1994 pernah ada deklarasi yang dinamakan oleh pemerintah ketika itu K2P2, artinya memang cikal bakal gerakan radikal dan terorisme adalah NII itu," terangnya.

Embay berharap diskusi publik mengenai terorisme bisa terus dilakukan di seluruh polda di Indonesia dengan menyertakan masyarakat, sehingga bisa menangkal radikalisme di lingkungan rumah mereka.

"Diharapkan program seperti ini diperbanyak, lalu kita kolaborasi di jajaran kepolisian, masyarakat dan juga TNI," jelasnya.

Kabag Penum Div Humas Mabes Polri, Kombes Pol Nurul Azizah berujar, diskusi melawan radikalisme memang idealnya berlangsung di 34 Polda se'Indonesia. Namun 2022 ini, baru bisa digelar di 24 kepolisian daerah.

Sedangkan terkait bahaya medsos mempengaruhi seseorang bertindak radikal dan terlibat terorisme, dia belum bisa berkomentar.

"Saya tidak mengkritisi separah apa medsos, tapi ketika seseorang belajar suatu apapun, baik agama maupun ilmu pengetahuan, sebaiknya memang ada yang membimbing dan yang membimbing tersebut ke arah yang benar," ujar Kombes Pol Nurul Azizah, di tempat yang sama, Rabu (16/11/2022).

Diskusi itu juga mendengarkan paparan dari salah satu mantan pelaku terorisme yang sudah mengikrarkan diri kembali ke pelukan merah putih. Salah satunya menerangkan bahwa pemikiran radikal serta tindakan teror bisa merasuki siapa saja, bahkan anggota TNI maupun Polri.

Sehingga diskusi untuk mencegah radikalisme dan terorisme bersama masyarakat, bisa dilakukan secara berkala.

"Alhamdulillah dengan kegiatan ini, ini merupakan suatu pencerahan bagi masyarakat. Ini upaya pencegahan, dengan pengalaman yang diberikan oleh salah satu mantan. Harapan kami kegiatan ini bisa dilakukan terus lagi," ujar Kapolresta Serang Kota, Kombes Pol Nugroho Arianto.

Ilustrasi penangkapan teroris.

Pakar: Indonesia Masih Belum Aman dari Ancaman Terorisme

Pakar menyebut Indonesia masih belum aman dari ancaman terorisme meski sejak 2023 hingga saat ini tak ada serangan teroris secara terbuka

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024