Ada Sekolah Gratis Buat Anak Putus Sekolah di Medan, Cek Syaratnya
- Istimewa
VIVA Edukasi – Indonesia Timur yang merujuk pada Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku dan Papua, sudah terstigma minus dari fasilitas, sarana prasarana, karakter orang yang keras dan menakutkan, menegangkan karena konflik dan kurang diperhatikan. Anak-anak di sana juga banyak yang putus sekolah karena masalah ekonomi, dan harus membantu keluarga mencari nafkah.
Hal tersebut tentu saja menjadi benang kusut yang harus diurai dan dikerjakan satu demi satu, oleh siapa saja, termasuk relawan Indonesia Mengajar yang selama 12 tahun ini membantu dengan segala yang mereka bisa, dengan akomodasi dan bekal yang seadanya, dan tak boleh pulang sebelum purnatugas setahun penuh.
Salah satunya Yogi Adjie Driantama. Dia mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan atau putus sekolah karena berbagai hal, seperti finansial, keadaan keluarga sampai dengan anak-anak yang pernah terlibat masalah hukum. Sekolah ini lahir dari pengalaman traumatis Yogi yang pernah putus sekolah karena masalah finansial.
"Berdasarkan pengalaman pribadi, di mana dahulu saya putus sekolah kemudian memilih bekerja serabutan. Setelah itu, saya melihat banyak juga anak-anak yang putus sekolah formal karena berbagai hal, yang pada akhirnya mereka tidak bisa memilih pekerjaan dengan baik," ujarnya saat Konferensi Pendidikan Indonesia Timur, yang digelar Yayasan Indonesia Mengajar di Gedung A Kemendikbud, baru-baru ini.Â
"Sampai di tahun 2018 akhirnya saya memutuskan untuk resign dari tempat saya bekerja, kemudian saya inisiatif untuk menggunakan sedikit tabungan saya dan mendirikan sekolah untuk anak-anak putus sekolah," cerita Yogi dalam keterangannya yang diterima VIVA, Jakarta, Selasa (27/9).
Sekolah gratis yang didirikan Yogi Adjie Driantama selaku Founder & Director, berada di Kota Medan.
Salah satu alasannya menginisiasi ini semua adalah karena Kota Medan memiliki angka anak putus sekolah yang cukup tinggi.
"Pada tahun kedua sekolah ini berdiri, kami memutuskan untuk bisa menerima anak dari setiap provinsi, untuk anak yang memang ingin melanjutkan sekolah formalnya. Di mana di setiap kota kami juga mempunyai relawan yang nantinya mereka akan melakukan interview ataupun seleksi untuk mengecek keseriusan atau minat anak tersebut untuk melanjutkan sekolah lagi. Untuk yang lulus, nantinya akan dikirim ke Medan untuk sekolah. Di sana kami menyiapkam asrama untuk mereka, dan mereka tidak dipungut biaya, makan dan sebagaianya telah kami sediakan," sambung Yogi.
"Untuk mendaftar, syarat utamanya kami melihat dari faktor usia, di mana minimal 17 sampai dengan 25 tahun. Kami memilih umur segitu karena umur segitu merupakan usia produktif yang di mana kami sendiri membuka pelajaran di bidang basic kreatif dan bidang teknologi, desain komunikasi visual. Harapannya, anak-anak ini akan memiliki pekerjaan yang layak, dengan base on skill yang kita ajarkan. Selanjutnya yaitu harus anak yang putus sekolah, dan dari anak yang kurang mampu," terang Yogi.
Jika tertarik dengan aktivitas dan syarat bergabung dengan Yogi, bisa melalui website semutsemut.org atau sosial media instagram @semutsemut. Sedangkan untuk yang berada di daerah Medan, bisa langsung datang ke Jln. Hamonika Baru Ambasador Residance No.13.
Selain menghadirkan sosok inspiratif, Konfenresi Pendidikan di Indonesia Timur juga mensimulasi kegiatan-kegiatan inspiratif untuk anak anak Indonesia, salah satunya melalui Komunitas Tembokpedia. Dalam komintas ini, terselenggara berbagai acara edukatif, khususnya menggambar dengan kreasi di tembok atapun di spot-spot tertentu.
"Pasti pernah kita melihat tembok-tembok di jalan yang digambar sesuka hati, mulai dari kata-kata kasar, ujaran kebencian sampai dengan gambar tak senonoh pun terkadang dapat dijumpai di jalan. Lebih parahnya, terkadang gambar atau coretan tersebut tidak sesuai dengan tempat atau semena-mena," tutur Tri Widyastuti, relawan komunitas Tembokpedia.
Yap, Tembokpedia merupakan gerakan kerelawanan yang bertujuan untuk mengasah kreatifitas anak-anak dengan mewarnai atau menggambar.
"Saat kami ingin mengadakan suatu acara, kami akan melakukan pendalaman atau mencari isu, seperti jika anak-anak di daerah tersebut lebih suka bermain HP lalu malas belajar. Dan setelah itu, kita akan mengajak untuk mereka mau berkontribusi mau aktif dan belajar bersama," jelas Wiwid.
Komunitas Tembokpedia sendiri saat ini sudah berada di 11 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Tangerang, Bekasi, Sumedang, Makassar, Konawe, Pontianak, Temanggung, Jombang, dan Sula di kepulauan Maluku Utara. Komunitas Tembokpedia membuka pintu untuk siapa saja yang ingin menjadi anggota, dapat mendaftar melalui Instagram @tembokpedia.id.
"Indonesia Timur punya banyak persoalan. Kami berharap, kami dapat mendengar dan berbagi untuk dapat bersama-sama memajukan pendidikan di setiap daerah. Kami berharap juga, para pendidik lebih kuat dan lebih berani dalam mendidik setiap anak bangsa Indonesia, khususnya di belahan Timur ini," harap Hikmat Hardono, Ketua Yayasan Indonesia Mengajar.