Menteri Nadiem: RUU Sisdiknas Memasukkan Pendidik PAUD sebagai Guru

Ilustrasi Kegiatan makan sehat di PAUD Desa Sumber Mulyo.
Sumber :

VIVA Edukasi – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyebut Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memasukkan pendidik PAUD ke dalam kategori guru.

Genjot Digitalisasi Pendidikan RI, Arasoft Latih Guru Ubah Bahan Pelajaran Konvensional Jadi eBook Interaktif

“Kami mengajukan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas tahun 2022. Ini merupakan bagian dari peningkatan akses PAUD, kami mengubah wajib belajar dari sembilan tahun menjadi 13 tahun mencakup prasekolah,” ujar Nadiem dalam peringatan HUT Ke-17 Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (Himpaudi) di Jakarta, Rabu.

Selain itu, pihaknya mendapati bahwa pada UU Sisdiknas sebelumnya terdapat kebijakan yang diskriminatif terhadap pendidik PAUD.

Respons Kapolri soal Gibran Dorong UU Khusus untuk Lindungi Guru dari Kekerasan

“Oleh karena itu, kami memasukkan pendidik di satuan pendidikan nonformal, kesetaraan, dan pesantren formal ke dalam kategori guru,” kata dia.

Dengan demikian, sebanyak 232.000 pendidik PAUD, 50.000 pendidik di kesetaraan, dan 11.000 guru pesantren formal akan diakui sebagai guru jika RUU Sisdiknas itu disahkan.

Menteri Abdul Mu'ti Bahas Ini dengan Kapolri

Dalam kesempatan itu, Nadiem menambahkan bahwa dalam UU Sisdiknas tahun 2003 pendidikan anak usia tiga hingga lima tahun tidak termasuk dalam pendidikan formal. Akibatnya, bantuan pemerintah pun lebih kecil.
“Kemendikbudristek telah melakukan terobosan peningkatan pengelolaan PAUD, salah satunya akselerasi pendanaan PAUD dan kesetaraan. Dengan terobosan itu, besaran BOP disesuaikan dengan tingkat kemahalan daerah, juga BOP PAUD disalurkan langsung ke satuan dan dimanfaatkan secara fleksibel,” kata Nadiem.

Ketua Umum Himpaudi Prof Netti Herawati mengatakan pada awalnya organisasi itu dideklarasikan karena aturan yang hanya memberikan pengakuan profesi guru pada para pendidik di PAUD formal.

“Sedangkan pendidik pada PAUD nonformal tidak dikategorikan sebagai guru. Ini merupakan ketidaksamaan akses, ketidaksamaan kesempatan, ketidaksamaan kedudukan di mata hukum, ketidaksamaan kesempatan, dan telah terjadi diskriminasi, atau pelanggaran terhadap asas nondiskriminasi, juga ada pelanggaran terhadap hak-hak pendidik PAUD nonformal yang seharusnya berlaku secara sama,” kata Netti.

Padahal, menurut dia, semua guru baik formal maupun nonformal menjalankan tugas dengan mengusung mutu dan standar mutu yang sama. Hal itu akan berdampak pada mutu pembelajaran yang diberikan pada peserta didik.

"Jika berkelanjutan berdampak pada peserta didik saat menjalani pendidikan di SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi," kata Neti.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau Ade Hartati Rahmat menyatakan mendukung perjuangan yang dilakukan oleh Himpaudi terkait pengakuan status dan konsep yang bisa digunakan.

“Sama-sama kita ketahui yang pertama kali dilakukan adalah menyatukan perspektif pemerintah, mulai dari pusat, provinsi hingga kabupaten/kota. Dengan demikian, tujuan bersama benar-benar terwujud, salah satu contohnya adalah kita memahami bahwa PAUD ini merupakan bagian terintegrasi dari pendidikan yang ada di negara kita,” kata Ade.

Ade menyatakan mendukung apa yang dilakukan oleh Himpaudi agar guru PAUD mendapatkan kesejahteraan dan mutu pendidikan yang bagus. DPRD Riau telah mengalokasikan anggaran bagi guru PAUD untuk kuliah ke jenjang sarjana. (antara)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya