Hukum Pernikahan Beda Agama di Indonesia
- TikTok@sacha_alya
VIVA Edukasi – Bila cinta sudah bicara, kadang permasalahan beda agama tidak lagi menjadi penghalang. Tetapi bagaimana bila mau diseriusin ke jenjang pernikahan?
Nikah beda agama bukan perkara sederhana di Indonesia. Selain karena gesekan sosial dan budaya, birokrasi yang berbelit juga menjadi alasan sejumlah pasangan beda agama batal menikah. Lalu, bagaimana aturan nikah beda agama di Indonesia?
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) disebutkan: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Dalam rumusan tersebut diketahui tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agama dan kepercayaan.
Nikah Beda Agama di Indonesia
Melansir dari jdih.tanahlautkab.go.id, meski begitu bukan berarti pernikahan beda agama tak dapat diwujudkan di Indonesia. Berdasar putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/Pdt/1986, pasangan beda agama dapat meminta penetapan pengadilan.
Peraturan tersebut menyatakan kantor catatan sipil boleh melangsungkan perkawinan beda agama. Sebab, tugas kantor catatan sipil adalah mencatat dan bukan mengesahkan.
Namun tak semua kantor catatan sipil berkenan menerima pernikahan beda agama. Meskipun ada nantinya kantor catatan sipil akan mencatat perkawinan tersebut sebagai perkawinan non-Islam.
Pasangan beda agama tetap dapat memilih menikah dengan ketentuan agama masing-masing. Misalnya akad nikah ala Islam dan pemberkatan Kristen. Namun bukan perkara mudah menemukan pemuka agama yang bersedia menikahkan pasangan beda agama.
Menikah Beda Agama Tidak Bisa Dicatat KUA
Mengutip beberapa sumber, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, pernikahan beda agama tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
Wamenag menyebut regulasi pernikahan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam pasal 2 ayat 1 UU itu dijelaskan, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
Tidak Sejalan Fatwa MUI
Sebelumnya, Wakil Presiden RI yang juga Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI, KH Maruf Amin menegaskan sejak dirinya masih menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI, Fatwa Nomor 4 Tahun 2005 tersebut telah disahkan. Fatwa itu menegaskan hukum perkawinan beda agama haram dan tidak sah.
Mendapat Penolakan MPR
Ini disampaikan oleh Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Hidayat Nur Wahid (HNW). Dia berharap agar pemerintah yang diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Agama, agar meminta Mahkamah Konstitusi untuk menolak agar tidak menerima permohonan uji materi UU Perkawinan yang ingin melegalkan perkawinan beda agama di Indonesia.
HNW berharap agar masyarakat menaati aturan-aturan yang berlaku di Indonesia, untuk kemaslahatan mereka dan kehidupan berbangsa dan negara di Indonesia yang oleh UUD disebut sebagai negara hukum.
Termasuk mentaati ketentuan kinstitusi dan hukum soal pernikahan yang sah, yaitu pernikahan yang hanya dilaksanakan oleh pasangan yang memiliki agama yang sama.
Karena rumitnya birokrasi di Indonesia, untuk melegalkan pernikahan pasangan beda agama biasanya tunduk sementara pada salah satu hukum agama. Yaitu salah satu pihak harus pindah agama. Jika tidak ada kesepakatan, maka pernikahan bisa batal.
Jalan lainnya, menikah di luar negeri. Pasangan yang menikah di luar negeri akan mendapatkan akta perkawinan dari negara bersangkutan atau dari perwakilan Republik Indonesia setempat (KBRI).
Ketika ke Indonesia, pasang beda agama tersebut dapat mencatatkan perkawinannya di kantor catatan sipil untuk mendapatkan Surat Keterangan Pelaporan Perkawinan Luar Negeri.