5 Fakta Ibnu Battutah, Muslim Penjelajah Dunia
- twitter.com/@blueprintafric
VIVA Dunia – Ibnu Batutah atau Muhammad bin Batutah yang bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Al-Lawati At-Tanji bin Batutah adalah seorang muslim Maroko yang pernah berkelana ke berbagai pelosok dunia pada Abad Pertengahan, ia bahkan pernah berkelana hingga Samudera Pasai.Â
Kehebatan dan kerendahan hatinya membuat ia banyak disukai setiap orang yang ia jumpai di perjalanan. Namun, tampaknya, saat ini sudah tak banyak yang mengetahui kisahnya yang hebat. Yuk, simak 5 fakta tentang Ibnu Batutah berikut ini :Â
Lahir Dari Keluarga Terpandang dan Berada
Ibnu Battutah lahir di Tangier, Maroko, dari keluarga yang terpandang dan berpendidikan. Pada tahun 1325 M, ketika berusia 21 tahun, dia meninggalkan kampung halamannya menuju Mekkah, untuk menunaikan ibadah Haji.
Selain itu, ia juga pergi berkelana untuk mempelajari Islam lebih dalam lagi. Selama 29 tahun, Ibnu Battutah telah berkelana ke lebih dari 40 negara. Kisah-kisah perjalanannya itu kemudian ditulis menjadi sebuah buku berjudul Rihla. Bagi banyak sejarawan, Rihla menjadi salah satu sumber pengetahuan, untuk mengetahui seperti apa kehidupan pada abad ke-14.
Awal Menjelajah Karena Haji
Seperti dijelaskan di atas, Ibu Battutah pergi pertama kali untuk menunaikan ibadah haji. Dalam Rihla, ia menggambarkan ia pergi berkelana, awalnya, sendirian. "Aku memulai perjalanan itu sendirian, tanpa ada rekan musafir yang menemani perjalanan, atau karavan pedagang tempat aku bisa menemukan keceriaan," tulis Ibnu Battutah saat menggambarkan kisah awal mula perjalanannya dalam Rihla. "Namun dalam diriku bersemayam gejolak dan hasrat luar biasa, yang mendorongku untuk terus berjalan menuju Tanah Suci," tulis dia.Â
Pada awal perjalanan, Ibnu Battutah mengendarai keledainya sendirian. Namun, ketika sampai di daerah Afrika Utara, dia bertemu dengan rombongan lain yang juga akan menunaikan Haji.
Dalam perjalanan menuju Tanah Suci, Ibnh Battutah menyempatkan diri singgah sejenak di Mesir untuk mempelajari hukum Islam, dan untuk menjelajahi kota Alexandria serta Kairo, yang dia sebut sebagai "indah dan megah". Akhirnya, setelah selesai beribadah haji, Ibnu Battutah memutuskan untuk menjelajahi negeri-negeri muslim yang lain.
Menjelajah ke 40 Negara
Ibnu Battutah banyak singgah ke negara - negara Islam, hanya bermodalkan menumpang karavan pedagang. Ia berkunjung ke Persia dan Irak, lalu mengunjungi wilayah yang kini dikenal sebagai Azerbaijan. Dari sana, dia meneruskan perjalanan ke Mogadishu, lalu meneruskan petualangannya ke Kenya dan Tanzania.
Dia kemudian melanjutkan perjalanan ke Turki, dan akhirnya sampai di Konstantinopel. Di kota itu, Ibnu Battutah menyempatkan diri mengunjungi Hagia Sophia. Setelah beberapa bulan singgah di Konstantinopel, Ibnu Battutah meneruskan perjalanan menuju India, dan akhirnya tiba di kota Delhi pada 1334, dan karena kelihaiannya, ia mendapat amanah sebagai hakim.
Di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad Tughluq, di tahun 1341, Sultan mengirimnya ke China sebagai utusan. Perjalanan Ibnu Battutah ternyata tak mulus dan banyak terjadi perhadangan. Ia bahkan sempat terdampar di Maladewa (Maldives). Ia sempat singgah sejenak di Sri Lanka, kemudian menumpang kapal dagang melalui kawasan Asia Tenggara.
Pada tahun 1345, setelah empat tahun meninggalkan India, Ibnu Battutah akhirnya tiba di daratan China, tepatnya di pelabuhan Quanzhou.Â
Setelah dari Cina, Ibnu Battutah akhirnya kembali ke kampung halamannya di Maroko, Pada tahun 1349, dia tiba di tempat kelahirannya di Tangier. Namun tak lama, ia kembali menjelajah ke Spanyol. Dari Spanyol, dia kemudian melanjutkan perjalanan ke Timbuktu, yang berada di wilayah Kekaisaran Mali di Gurun Sahara.
Pernah ke Samudera Pasai
Ibnu Battutah tiba di Kerajaan Samudera Pasai, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara, setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah Myanmar)
Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battutah menggambarkan Samudera Pasai sebagai kota besar yang sangat indah, dengan dikelilingi dinding dan menara kayu. Ia juga memaparkan bahwa perdagangan di daerah itu juga sangat maju, ditandai dengan penggunaan mata uang emas. Namun yang lebih membuat takjub sang penjelajah itu adalah sosok pemimpin yang saat itu memerintah Samudra Pasai, Sultan Malikul Dhahir.
Tak Pernah Menulis Kisahnya Secara Langsung
Sepanjang perjalanannya yang menakjubkan itu, Ibnu Battutah tidak pernah menulis cerita atau pengalaman yang dia alami secara langsung. Namun, ketika pulang ke Maroko pada 1354, Sultan di negeri itu memerintahkannya untuk mengumpulkan dan menceritakan kisah perjalanannya.
Selama setahun berikutnya, Ibnu Battutah menghabiskan waktu menceritakan perjalanannya kepada seorang penulis bernama Ibnu Juzayy. Tak banyak yang diketahui setelah itu. Dikatakan, Ibnu Battutah akhirnya menetap di Maroko dan menjadi hakim di negara tersebut dan meninggal di 1368.Â
Tak banyak yang membicarakan tentangnya kini. Namun, ia punya bukti dan namanya akan terus tertulis secara permanen, yaitu dalam catatan sejarah lisan yang diberi judul Sebuah Hadiah bagi Mereka yang Merenungkan Keajaiban Kota dan Keindahan Bepergian, yang lebih dikenal sebagai Rihla, yang artinya perjalanan.