5 Perang Terbesar di Indonesia, Nomor 1 Paling Ngeri
- Facts of Indonesia
VIVA – Perang terbesar di Indonesia. Pada zaman dulu Indonesia pernah mengalami pertempuran yang sangat sengit, maka dari itu setidaknya kita harus bersyukur dengan kondisi Indonesia saat ini. Pada zaman penjajahan Indonesia, beberapa kali melewati pertempuran yang luar biasa, hingga akhirnya Indonesia bisa merdeka dan lepas dari para penjajahan.
Masyarakat Indonesia bahu membahu demi kemerdekaan Indonesia tanpa melihat suku, ras dan agama, semua kelompok memiliki tujuan yang sama yaitu mengusir para penjajah dari tanah Indonesia, seperti disebutkan dalam beberapa sejarah, Indonesia telah mengalami beberapa pertempuran dan salahnya nya mengusir penjajah Belanda.
Berikut beberapa perang terbesar di Indonesia, seperti dikutip dari berbagai sumber:
1. Perang Gerilya Jenderal Soedirman
Perang Gerilya Jenderal Soedirman yang terjadi pada Agresi Militer Belanda II, perang itu pun langsung dipimpin langsung oleh Jendral Soedirman. Pada saat itu kondisi Soedirman sedang mengalami sakit yang cukup parah yaitu penyakit TBC, meskipun dalam kondisi sakit Soedirman tidak gentar menghadapi para penjajah.
Meskipun Indonesia sudah menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945. Akan tetapi perang Gerilya Jenderal Soedirman terjadi pada 01 Maret 1949, serangan itu terjadi di seluruh Indonesia akan tetapi perang itu berpusat di Yogyakarta. Dalam kurang waktu 6 jam Kota Yogyakarta sudah dikuasai oleh Agresi Militer Belanda.
Pada kejadian itu Jenderal Soedirman harus berjuang dengan penyakitnya dan harus berpindah-pindah tempat untuk mencari tempat untuk penyembuhan penyakitnya. Hingga akhirnya pun Jenderal Soedirman harus meninggal pada 29 Januari 1950 ketika usianya masih terbilang sangat muda yaitu 34 tahun.
2. Penyerbuan Batavia
Sebelum menjadi nama Indonesia, Pada tahun 1628, VOC yang dipimpin langsung oleh Belanda menginvasi Batavia yang menjadikan pertempuran paling besar. Pada kejadian perang ini dipimpin langsung oleh Sultan Agung dari kerajaan Mataram yang mencoba menyerang Batavia dimana itu adalah pusat dari VOC.
Pasukan Sultan Agung membuka serangan pada bulan Oktober 1628, meskipun memiliki 10.000 orang pasukan, akan tetapi pasukan Mataram mampu dikalahkan oleh VOC karena kurangnya persiapan, setelah kejadian itu VOC menemukan kurang lebih 700 mayat.
3. Puputan Margarana
Perang Puputan Margarana pernah terjadi di Bali pada 20 November 1946. Lagi-lagi perang itu terjadi setelah satu tahun dinyatakan kemerdekaan Indonesia, meskipun Indonesia sudah dinyatakan merdeka, namun nyatanya masih ada beberapa tempat yang masih ada peperangan. Pada pertempuran itu dipimpin langsung oleh I Gusti Ngurah Rai untuk tetap mempertahankan Desa Margarana dari serangkai serangan NICA.
Masyarakat Bali masih tetap mempertahankan dan terus melawan meskipun harus mati, masyarakat bali tidak akan pernah menyerah. Dalam pertempuran ini tercatat sebanyak 96 orang meninggal salah satunya pemimpin pertempuran yaitu I Gusti Ngurah Rai. Sementara di pihak musuh yaitu Belanda kehilangan 400 pasukannya akibat pertempuran itu.
4. Perang Diponegoro
Perang Diponegoro yang berlangsung sangat panjang yaitu pada tahun 1825-1830. Pada perang ini pun langsung dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dan akan menghadapi penjajah Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock.
Pada perang itu pasukan Pangeran Diponegoro berjuang sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan daerahnya dari invasi Belanda, akibatnya pasukan dari Pangeran Diponegoro harus dihilangkan kurang lebihnya 200.000 orang tewas. Sementara dari pihak Belanda setidaknya 8.000 tentara yang tewas.
Hingga pada akhirnya pasukan Pangeran Diponegoro harus menerima kekalahan dari Belanda, Meskipun dimenangkan oleh Belanda, akan tetapi pihak Belanda mengalami kerugian yang sangat besar atas perang itu, dan mencoba mencari akal untuk menutupi segala kekurangannya.
Bandung Lautan APi merupakan peristiwa paling bersejarah di Indonesia, kejadian ini pada tahun 24 Maret 1946. Sekitar 200 ribu penduduk Bandung membakar rumah masing-masing dan kemudian pergi ke pegunungan sekitaran Selatan Bandung. Bukan tanpa sebab, hal itu bertujuan supaya Bandung tidak ditempati oleh pasukan sekutu dan NICA sebagai salah satu strategi militer.
Atas kejadian itu hampir langsing di seluruh Bandung diliputi oleh kabut asap hitam. Pasalnya Tentara Rakyat Indonesia (TRI) tidak memiliki kemampuan yang sebanding dengan pasukan Belanda dan NICA hingga akhirnya, para Tentara Rakyat Indonesia memiliki strategi dengan membakar rumah.
Pasukan Inggris dan NICA tidak tinggal diam dan mencoba menyerang sampai ke perbatasan Desa Dayeuhkolot Bandung. Pasalnya di desa tersebut ada gudang senjata milik para sekutu dan NICA, hingga akhirnya dua anggota dari Tentara Rakyat Indonesia ditugaskan untuk menghancurkan gudang tersebut, namun dua anggota yang ditugas itu harus gugur dalam pertempuran itu.