Sunan Muria, Berdakwah dengan Memberikan Kursus Gratis
VIVA – Sunan Muria merupakan salah satu dari Wali Songo yang melakukan dakwah ajaran agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Gunung Muria, Jawa Tengah. Dalam melakukan dakwahnya seperti beberapa sunan lainnya, Sunan Muria juga memiliki metode atau cara yang unik dan mecengangkan dalam menyebarkan agama Islam ke segala penjuru wilayah di Pulau Jawa .
Jika Sunan Bonang dengan menggunakan gamelan, Sunan Giri dengan permainan anak-anaknya, dan sekarang Sunan Muria menggunakan metode yang tak kalah mengundang perhatian.
Di mana dalam menyebarkan agama Islam, beliau melakukan cara dakwah yang sangat unik dan berbeda lainnya. Yakni menggunakan metode pemberin kursus secara cuma-cuma alias gratis.
Mengikuti jejak sang ayah Sunan Kalijaga, Sunan Muria melanjutkan strategi dakwah ayahnya dengan menyiarkan ajara agama di Pulau Jawa dengan metode seni maupun budaya.
Biografi Sunan Muria
Sunan Muria dilahirkan dengan nama Raden Umar Said. Menurut beberapa riwayat, dia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari pernikahan dengan Dewi Saroh, putri Syekh Maulana Ishaq.
Di mana yang kita ketahui jika Sunan Kalijaga terkenal karena memiliki kesaktian ilmunya. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai pencipta Sinom dan Kinanthi.
Ketika Sunan Muria masih kecil, ia diberi nama Raden Prawoto. Tidak hanya itu, ia juga kerap dipanggil dengan sebutan Raden Umar Said atau Raden Umar Syahid.
Setelah beliau dewaja, beliau pun menemukan permaisurinya hingga dinikahinya wanita itu. Dia adalah Dewi Sujinah, yang ternyata merupakan seorang puteri dari Sunan Ngudung (Raden Usman Haji). Di mana, Sunan Ngudung merupakan putera dari seorang sultan di Mesir.
Sunan Ngudung ternyata merupakan ayah dari Sunan Kudus. Pada saat itu pernikahannya dengan Dewi Sujinah, Sunan Muria telah dikaruniai seorang anak laki-laki. Anak laki-laki tersebut bernama Pangeran Santri atau Sunan Ngadilangu.
Ternyata selain menikahi Dewi Sujinah, Sunan Muria juga sempat memersunting Dewi Roroyono yang terkenal dengan kecantikannya. Di mana Dewi Roroyono ini merupakan anak dari Sunan Ngerang, ulama terkenal di Juwana. Beliau dikenal memiliki ilmu dan kesaktian yang tinggi. Beliau juga merupakan guru dari Sunan Muria dan Sunan Kudus.
Istri kedua Sunan Muria , Dewi Roroyono memiliki kecantikan yang ternyata bikin pemicu terjadinya pertumpahan darah. Di mana dari pertumpahan darah tersebut juga menunjukkan kesaktian seorang Sunan Muria.
Dari pernikahan Dewi Roro noyorono sunan Muria dikaruniai tiga orang anak sunan, yakni Sunan Nyamplungan Raden, Raden santri, dan dewi Nasiki.
Di mana Dewi Roroyono merupakan putri dari Sunan Ngerang, seorang ulama terkenal di Juwana yang memiliki ilmu kesaktian yang tinggi, serta merupakan guru Sunan Muria dan Sunan Kudus.
Cara Dakwah Sunan Muria
Sunan Muria memiliki cara dakwah yang berbeda dari sang ayah. Di mana dirinya lebih suka hidup di daerah pedalaman dan pastinya jauh dari pusat kota.
Dalam menyebarkan ajaran agama Islam, beliau lebih memilih rakyat-rakyat jelata, pedagang, nelayan hingga pelaut. Tidak hanya itu ada banyak cara dakwah yang dilakukan oleh sosok Sunan Muria. Beberapanya seperti yang dijelaskan pada berikut ini;
1. Memilih Rakyat Jelata
Sunan Muria lebih memilih kaum jelata dan bukan dari kalangan bangsawan untuk melakukan tujuan sasaran dalam penyebaran agama Islamnya.
Di mana beliau lebih memilih untuk hidup di sebuah pedalaman yang jauh dari pusat kota dan tinggal bersama rakyat jelata. Metode dakwah yang beliau pakai ini disebut Topo Ngeli. Di mana metode ini membaurkan dirinya ke dalam masyarakat.
Dengan begitu, Sunan Muria akan lebih mudah mengajak masyarakat untuk memahami serta mengenal agama Islam.
Konon salah satu alasan, beliau lebih memilih untuk berdakwah di pedalaman atau di pelosok karena beliau merasa masyarakat di sana jauh lebih membutuhkan dan tidak mendapatkan pengetahuan tentang ajaran Islam sama sekali.
Ditambah lagi, dengan adanya kondisi ekonomi masyarakatnya yang terbilang kurang mampu sehingga Sunan Muria ingin berdakwah sekaligus memajukan kehidupan ekonomi yang ada di sana.
Meski pusat berdakwahnya adalah di Gunung Muria, pengaruh Sunan Muria sangat luas.
Dakwahnya bahkan bisa mencapai daerah Jepara, Tayu, Juwana, dan di daerah sekitar Kudus.
2. Dakwah dengan Memberikan Kursus Gratis
Sunan Muria memang pandai menarik perhatian masyarakatnya dengan caranya sendiri. Begitu pun ketika berdakwah, ada saja cara unik dan pastinya berbeda dari lainnya yang ia lakukan untuk menyebarkan ajaran agama Islam.
Dalam dakwahnya sendiri, beliau memilih menggunakan metode mendekatkan diri pada rakyat jelata, petani, pedagang, nelayan hingga pelaut. Beliau suka sekali berbau dengan mereka, bahkan untuk kali ini beliau memberikan kursus atau keterampilan secara gratis untuk masyarakat setempat.
Hal tersebut lantaran, masyarakat di daerah pedalaman dan pelosok sana memiliki pengetahuan serta keterampilan yang sangat minim.
Sunan Muria dengan cuma-cuma menggelar kursus dan keterampilan bagi petani, pedagang, pelaut hingga nelayan. Mereka nanti akan diajarikan menangkap ikan yangbaik, membuat perahu, bercocok tanam dan lain sebagainya.
Sambil mengajarkan keterampilan pada masyarakat, beliau juga menyebarkan ajaran agama Islam. Yang mengikuti kursus gratis itupun tidak hanya yang tinggal di Gunung Muria dan sekitarnya saja. Tapi masyarakat yang berasal dari luar pulau Jawa rela mendatangi Sunan Muria.
3. Berdakwah dengan Kesenian
Sama seperti Sunan Bonang yang memilih berdakwah dengan menyelipkan unsur kesenian. Sunan Muria pun juga begitu. Jika Sunan Bonang ahli dalam gamelan, Sunan Muria sungguh piawai dalam mendalang sama seperti ayahnya, Sunan Kalijaga. Salah satu kisah perwayangan yang sering dilakoni adalah Topo Ngeli.
Sunan Muria memilih untuk mempertahankan alat musik daerah seperti gamelan dan kesenian tradisional wayang untuk media dakwahnya.
Beliau pernah melakoni beberapa pewayangan yang dirubah karakternya dengan membawa pesan-pesan Islam. Mulai dari Dewa Ruci, Petruk dadi Ratu, Jimat Kalimasada, Mustakaweni, Semar ambarang Jantur, dan lain sebagainya.
4. Berdakwah dengan Toleransi pada Tradisi Jawa Kuno
Pasti kalian sudah tahu, jika kebanyakan dari masyarakat Jawa pada masa itu memiliki tradisi budaya yang sangat kuat, sehingga rasanya sulit untuk diterimanya ajaran agama Islam.
Dengan toleransi yang tinggi dimiliki Sunan Muria, beliau pun mencampurkan tradisi Jawa Kuno dengan ajaran Islam saat itu.
Beliau melakukan akulturasi budaya Jawa dengan ajaran Islam. Seperti salah satunya dengan memodifikasi tradisi kemenyan atau sesajen.
Beliau tidak mengharamkan tradisi peringatan telung dino hingga sewu dino. Tradisi yang dilakukan untuk memperingati hari-hari kematian anggota keluarga ini tidak dilarang, kecuali adat untuk membakar kemenyan atau memberikan sesajen di tempat tersebut. Saat ini akhirnya diganti dengan sholawat dan do’a untuk ahli kubur.
Makam Sunan Muria
Sunan Muria dimakamkan di Puncak Gunung Muria, sebelah kota Kudus. Untuk bisa sampai ke sanaAnda perlu menaiki sekitar 700 tangga dari pintu gerbang. Untuk lokasinya sendiri berada di belakang masjid Sunan Muria.