6 Fakta Luar Biasa Sunan Ampel, Mencengangkan!

Sunan Ampel
Sumber :
  • Tangkapan Layar

VIVA – Sunan Ampel adalah salah seorang wali di antara Wali Songo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa. Menurut Encyclopedia Van Nederlandesh Indie diketahui bahwa Campa adalah satu kerajaan kuno yang terletak di Vietnam hingga Laos sekarang. Sunan Ampel adalah putra dari Syekh Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy dengan Dyah Candrawulan. Ibrahim As-Samarqandy merupakan putra Jamaluddin Akbar al-Husaini. Sunan Ampel juga merupakan keponakan Dyah Dwarawati, istri Bhre Kertabhumi raja Majapahit. Dalam catatan Kronik Tiongkok dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Tionghoa di Champa oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Tionghoa di Tuban.

Merespons Bahlil soal Sosok "Raja Jawa", Airlangga Bilang "Bukan Zaman Sekarang"

Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Tionghoa di Jiaotung (Bangil). Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari Ahmad al-Muhajir, Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi.

Berikut beberapa fakta yang tak disangka mengenai Sunan Ampel dan penjelasannya:

Bisa Icip Rabeg-Sate Bandeng, Atmosfer Kesultanan Banten Kerasa Banget saat Masuk Resto Ini

1. Bukan Orang Indonesia Asli

Sunan Ampel terlahir dengan nama asli Ali Rahmatullah. Tanggal lahirnya sendiri adalah pada tahun 1401 M di negeri Champa, dari pasangan Maulana Malik Ibrahim (dikenal juga sebagai Syeh Ibrahim Asmarakandi) dan Dewi Candrawulan, seorang anak putri Raja Champa. Dari keterangan ini, kita bisa simpulkan kalau Sunan Ampel ternyata cucu Raja Champa dan itu artinya beliau bukan orang asli Indonesia.

Intip Sejarah Indonesia hingga Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

2. Sunan Ampel adalah Pangeran Kerajaan Champa

Ali Rahmatullah yang terlahir sebagai cucu Raja Champa sudah menunjukkan bahwa beliau keluarga bangsawan atau kerajaan. Istilah yang lebih populer, Sunan Ampel berdarah biru atau ningrat, atau seorang pangeran. Selain itu, beliau adalah keponakan Raja Brawijaya Majapahit. Meskipun demikian, statusnya sebagai seorang pangeran kerajaan tidak membuatnya terlena dan takabur. Malah menjadi pendorong baginya dalam menuntut ilmu agama.

Lantaran posisinya yang tinggi, maka sosok Raden Rahmat pun memiliki pengaruh yang cukup kuat di kalangan bangsawan Majapahit. Konon wilayah desa Ampel Denta di mana masjidnya berada merupakan tanah hadiah dari raja Majapahit, karena jasanya mendidik akhlak keluarga kerajaan saat itu. Sunan Ampel sendiri juga memiliki seorang kakak laki-laki bernama Ali Murtadho yang menemani melawat ke pulau Jawa bersama sang ayah, Maulana Malik Ibrahim atau dikenal sebagai Sunan Gresik.

3. Masjid Bersejarah, Tertua Ketiga di Indonesia

Masjid ini merupakan masjid tertua ke tiga di Indonesia. Berdiri tahun 1421, di dalam wilayah kerajaan Majapahit. Bentuknya mengikuti arsitektur Jawa kuno, dengan nuansa Arab yang kental. Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 di Demak, dimakamkan di sebelah barat masjid ini.

Hingga tahun 1905, Masjid Ampel adalah masjid terbesar kedua di Surabaya. Dulunya masjid ini menjadi tempat berkumpulnya para ulama dan wali Allah untuk membahas penyebaran Islam di tanah Jawa. Hari ini, selain sebagai tempat beribadah dan dakwah, juga menjadi tujuan wisata dan ziarah yang tak pernah sepi dari pengunjung. Struktur bangunan dengan tiang-tiang penyangga berukuran besar dan tinggi dari kayu, juga langit-langit yang kokoh memperlihatkan kemampuannya melintasi zaman. Masjid Sunan Ampel sudah tiga kali mengalami perluasan yaitu tahun 1926, 1954, dan 1972. Kini, luas salah satu masjid tua di Indonesia itu mencapai 1.320 meter persegi dengan panjang 120 meter dan lebar 11 meter.

4. Makam di Komplek Masjid Sunan Ampel

Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat (stainless steel) setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter persegi. Khusus makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih

Di komplek pemakaman masjid juga terdapat makam Mbah Sonhaji atau Mbah Bolong dan Mbah Soleh, pembantu Sunan Ampel yang bertugas membersihkan masjid. Keberadaan kedua makam tersebut tak terlepas dari cerita tutur masyarakat setempat yang sangat menarik. Mbah Bolong terkenal karena bisa melihat Ka’bah di Mekkah dari masjid Ampel dan Mbah Soleh konon memiliki 9 makam. Wallahu’alam.

Di komplek masjid juga terdapat sumur bersejarah yang kini sudah ditutup dengan besi. Banyak yang meyakini air dari sumur ini memiliki kelebihan seperti air zamzam yang ada di Mekkah. Banyak masyarakat yang minum dan mengambil untuk kemudian dibawa pulang. Memasuki area pemakaman, terdapat gentong-gentong berisi air yang berasal dari sumur untuk diminum oleh para pengunjung.

5. Filosofi Moh Limo

Tak hanya pengaruh dan kisah-kisah luar biasa, Sunan Ampel tentu juga meninggalkan pelajaran dan ilmu-ilmu berharga. Salah satunya adalah ajaran yang dikenal dengan nama Moh Limo atau bahasa Indonesianya adalah tidak mau melakukan 5 hal buruk.

Misalnya adalah Moh Main atau tidak mau berjudi, Moh Ngombe atau tidak mau minum arak / bermabuk-mabukan, Moh Maling atau tidak mau mencuri, Moh Madat atau tidak mau mengisap candu, ganja dan sejenisnya dan Moh Madon atau tidak mau berzinah. Ajaran ini mungkin simple, tapi begitu mendalam isinya.

6. Kampung Arab di Kawasan Ampel

Di kawasan ini ada yang menarik yaitu keberadaan Kampung Arab yang sebagian besar ditempati warga keturunan Arab Yaman dan Cina selama ratusan tahun untuk berdagang. Suasananya  nyaris seperti keadaan pasar di Mekkah, Arab Saudi. Entah bagaimana asalnya, namun mungkin ini semacam penghormatan kepada Sunan Ampel yang memiliki darah dan adat Timur Tengah.

Selama bulan Ramadhan, jumlah pengunjung kawasan Ampel meningkat dibanding hari biasa. Pengunjung pun juga akan semakin membeludak pada saat ’maleman’ Lailatul Qodar,  bahkan dapat mencapai 20 ribu orang.

Sejarah Dakwah

Syekh Jumadil Qubro, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudra Pasai.

Di Kerajaan Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan raja Champa, yang akhirnya mengubah Kerajaan Champa menjadi kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan putri raja Champa (adik Dyah Dwarawati), dan lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa tanpa diikuti keluarganya.

Sunan Ampel (Raden Rahmat) datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui bibinya, Dyah Dwarawati. Dyah Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja Majapahit yang bergelar Bhre Kertabhumi. Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban yang bernama Arya Teja. Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu:

  1. Putri Nyai Ageng Maloka,
  2. Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang),
  3. Syarifuddin (Sunan Drajat)
  4. Syarifah, yang merupakan istri dari Sunan Kudus.

Moh limo atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:

  • Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
  • Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
  • Moh Madon: tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya.
  • Moh Madat: tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya.
  • Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya.

Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah.Sehingga Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro). Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

Sekjen PDIP Singgung Ada yang Berupaya Ubah Kedaulatan Rakyat Jadi "Kerajaan"

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyinggung soal pihak-pihak tertentu yang berupaya mengubah kedaulatan menjadi sebuah ‘kerajaan’.

img_title
VIVA.co.id
20 November 2024