Masa Iddah, Ini Pengertian dan Kewajiban Perempuan Selama Masa Iddah
- pixabay
VIVA – Masa iddah merupakan waktu yang digunakan oleh seorang perempuan untuk menunggu sejenak sebelum menikah lagi dengan lelaki pilihannya. Iddah berguna untuk memberikan waktu tunggu untuk wanita sebelum menikah kembali dan merupakan pemberian kesempatan bagi para pasangan bercerai untuk rujuk kembali.
Dalam menjalin hubungan rumah tangga memang memiliki lika-liku permasalahan. Perceraian yang terjadi bagi sebuah keluarga biasanya terjadi dalam dua jenis. Perceraian yang pertama terjadi saat masih hidup, sementara perceraian kedua atau hilangnya kehidupan seorang pasangan disebabkan karena kematian.
Pengertian masa iddah dari berbagai pandangan
Menurut bahasa, iddah dapat diartikan menghitung sesuatu. Sementara secara bahasa, menurut para ulama dengan madzhab Hanafi, iddah adalah sebuah kata untuk batasan waktu dan ungkapan untuk menunjukkan apa yang masih tersisa dari bekas pernikahan.
Madzhab Maliki mengatakan bahwa iddah merupakan waktu atau masa yang dijadikan sebagai bukti atas bersihnya rahim karena terjadinya perpisahan dalam pernikahan ataupun karena kematian suami atau karena talak dari seorang suami.
Masa iddah ini disepakati para ulama sebagai hal yang wajib dipahami dan diikuti oleh setiap muslimah yang ditinggal meninggal suami atau ditalak. Hal ini telah dijelaskan dalam Alquran dan sunnah. Dalam QS al-Baqarah ayat 228, Allah SWT berfirman, "Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'."
Dalam HR Bukhari disebutkan dari Ummu Salamah istri Nabi SAW bahwasanya seorang wanita dari Aslam bernama Subai'ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil. Lalu Abu Sanabil bin Ba'kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata, "Demi Allah, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia mendatangi Nabi SAW dan Nabi bersabda, "Menikahlah!"
Masa iddah tidak berlaku bagi muslimah yang berpisah dari suaminya namun belum pernah melakukan hubungan badan. Aturan masa iddah hanya berlaku bagi mereka yang telah melakukan hubungan suami istri. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS al-Ahzab ayat 49, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya."
Fungsi lain dari masa iddah yaitu untuk menjaga keturunan. Ketika seorang berpisah dan menjalankan masa iddah, fungsinya adalah untuk memastikan rahim perempuan itu benar-benar bersih. Sehingga jika ada laki-laki yang menikahi perempuan itu, maka benar-benar sudah bersih dan tidak ada lagi campuran air mani dari suami sebelumnya. Jika sampai terjadi campuran, dikhawatirkan mengakibatkan ketidakjelasan kandungan itu anak siapa, juga hilangnya keturunan yang jelas.
Masa iddah seorang muslimah tergantung pada kondisinya saat itu. Perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya baru berakhir setelah ia melahirkan sang buah hati. Aturan ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS ath-Thalaq ayat 4, "Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya."
Ayat ini dikuatkan dengan HR Bukhari dan Muslim yang menyebutkan, "Subai’ah al-Aslamiyah Radhiyallahu anhuma melahirkan dan bernifas setelah kematian suaminya. Lalu ia, mendatangi Nabi lantas meminta izin untuk menikah (lagi). Kemudian beliau mengizinkannya, dan ia segera menikah (lagi)."
Bagi muslimah yang ditinggal meninggal oleh suami tidak dalam kondisi hamil, maka masa iddah nya yaitu empat bulan sepuluh hari. Dalam al-Baqarah ayat 234 Allah SWT berfirman, "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah Para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian jika telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat."
Aturan lain berlaku bagi seorang perempuan yang diceraikan atau ditalak oleh sang suami. Ada dua jenis talak yang bisa dikenakan suami kepada sang istri, yaitu talak raj'i atau talak yang masih bisa rujuk, dan talak ba'in atau talak tiga dan ini tidak bisa kembali rujuk.
Bagi perempuan yang dicerai dengan talak raj'i saat dalam keadaan haid, maka masa iddah muslimah ini adalah tiga kali haid. Bagi wanita yang tidak haid masa iddah yang berlaku yaitu tiga bulan. Sementara bagi yang sedang hamil, maka sesuai yang disebutkan sebelumnya, masa iddah muslimah ini hingga sang anak lahir.
Sementara bagi perempuan yang telah di talak tiga, hanya perlu menunggu sekali haid untuk memastikan dia tidak sedang hamil. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Wanita yang dicerai dengan tiga kali talak, masa iddahnya sekali haidh." Dengan wanita ini mengalami haid, maka dipastikan jika ia tidak hamil sehingga boleh menikah dengan lelaki lain.
Aturan masa iddah sekali haid juga berlaku untuk seorang muslimah yang menggugat cerai. Dalam HR Abu Daud dan Tirmidzi disebut, "Dari Ibnu Abbas ra bahwa istri Tsabit bin Qais menggugat cerai dari suaminya pada zaman Nabi. Lalu Nabi memerintahkannya untuk menunggu sekali haid."
Kewajiban Perempuan selama Masa Iddah
Bukan hanya perlu mendapatkan hak, selama masa iddah pun seorang perempuan harus memenuhi kewajibannya, diantaranya:
-
Tidak Bersolek
Seorang perempuan yang ditinggal wafat suaminya berkewajiban untuk ihdad, yakni tidak bersolek dan tidak berdandan, seperti mengenakan pakaian bewarna mencolok semisal kuning atau merah yang dimaksudkan untuk berdandan. Juga tidak diperkenankan mengenakan wewangian, baik pada badan atau pakaian. Yang niatnya untuk berdandan.
Mengenai masa ihdaad disebutkan dalam hadits: “Tidak dihalalkan bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung (menjalani masa ihdaad) atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, yaitu (selama) empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari no. 5334 dan Muslim no. 1491).
Ummu Athiyah radhiyallahu ‘anha berkat: “Kami dilarang ihdaad (berkabung) atas kematian seseorang di atas tiga hari kecuali atas kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu kami tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh memakai pakaian yang berwarna kecuali pakaian ashab. Dan kami diberi keringanan bila hendak mandi seusai haid untuk menggunakan sebatang kayu wangi. Dan kami juga dilarang mengantar jenazah.” (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 2739).
-
Selalu di rumah
Hal ini berlaku bagi perempuan yang kehilangan suami dan perempuan yang perkawinannya terlantar karena talak bain sughra, talak bain kubra atau karena fasisme pada masa iddah. Suaminya atau orang lain tidak berhak membawanya keluar. Juga, bahkan jika mantan suaminya setuju dengannya, dia tidak diizinkan meninggalkan rumah kecuali jika diperlukan. Sedangkan untuk kebutuhan keluar pada siang hari hanya untuk kebutuhan kerja dan belanja. Bahkan, wanita saat iddah boleh keluar rumah untuk keperluan mendesak di malam hari.
-
Tidak Boleh Menikah Dulu
Seorang perempuan yang tengah menjalani masa iddah dari talak raj‘i tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki lain atau menerima lamaran baru walaupun berupa sindiran. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya.” (QS Al-Baqarah: 235).
-
Boleh Menerima Tawaran, Tapi Tidak Lamaran
Jika seorang perempuan yang sedang menjalani iddah karena ditinggal wafat atau ditalak ba’in suaminya tidak boleh menerima lamaran terang-terangan, tetapi boleh menerima lamaran berupa sindiran atau penawaran. Sebagaimana firman Allah SWA:
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf,” (QS Al-Baqarah: 235). Pemenuhan hak dan kewajiban selama masa iddah tersebut tentu berdasarkan aturan yang telah ditetapkan agar prosesnya berjalan dengan semestinya.
Demikian pengertian tentang masa iddah dan kewajiban seorang perempuan selama masa iddah. Semoga artikel ini bermanfaat.