Sejarah Perjanjian Roem Royen, Mulai dari Latar Belakang Sampai Dampak
- Tangkapan Layar
VIVA – Perjanjian Roem Royen adalah salah satu dari rangkaian perjanjian yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia usai Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville. Perjuangan Indonesia untuk membebaskan diri dari genggaman Belanda di awal kemerdekaan dilakukan dengan berbagai upaya, termasuk Perjanjian Roem Royen. Perjanjian ini merupakan perundingan yang dibuat oleh Indonesia dan Belanda pada 7 Mei 1949 untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di awal kemerdekaan.
Nama Perjanjian ini diambil dari dua tokoh pemimpin delegasi Indonesia dan Belanda. Dari Indonesia sendiri adalah Mohamad Roem sementara delegasi dari Belanda dipimpin oleh Herman van Roijen. Walaupun sempat berjalan alot, roda pemerintahan Indonesia kembali berjalan. Bukan hanya itu, perjanjian ini juga mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang. Penasaran dengan Perjanjian Roem Royen, simak ulasan berikut ini yang disadur dari berbagai sumber.
Lantas, Bagaimana Perjanjian Roem Royen?
Latar Belakang Perjanjian Roem Royen
Perjanjian Roem Royen ini ternyata mempunyai sejarah yang cukup alot. Bermula pada tahun 1949 ketika ada desakan dari Dewan Keamanan PBB yang membuat Belanda akhirnya melakukan pendekatan politis dengan Indonesia. Perdana Menteri Belanda saat itu, Dr. Willem Dress mengundang Prof. Dr. Supomo untuk berdiskusi. Undangan ini kemudian diterima dan menjadi pertemuan pertama antara Indonesia dengan Belanda sejak 19 Desember 1948.
Pertemuan ini tidak diberitakan kepada masyarakat lantaran bersifat informal. Pertemuan lain juga yang bersifat informal dilakukan oleh utusan dari Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) bersama dengan Presiden Soekarno dan wakil Mohammad Hatta tanggal 21 Januari 1949. Hasil dari pertemuan ini juga tidak diumumkan secara resmi, tapi diberitakan harian Merdeka tanggal 19 dan 24 Januari 1949.
Walaupun tidak bersifat resmi, tapi pertemuan ini mencapai kesepakatan antara RI dan BFO yang diutarakan oleh Moh. Roem. kesepakatan ini menyatakan bahwa RI siap berdiskusi dengan BFO di bawah pengawasan PBB untuk diskusi secara formal. Kemudian di bulan berikutnya tepatnya 13 Februari, Moh. Hatta resmi mengeluarkan pendapat.
Isi dalam argumen ini yaitu perundingan dapat terjadi bila sudah dikembalikannya pemerintah RI ke Yogyakarta dan juga penarikan pasukan Belanda dari Indonesia sesuai dengan resolusi PBB tertanggal 24 Januari 1949. Pendapat Mohammad Hatta ini lalu disetujui dan didukung oleh delegasi dari BFO.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menyetujui perundingan. Sehingga tanggal 26 Februari 1949, Belanda mengatakan akan melaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 12 Maret 1949. Dua hari usai pengumuman KMB, tepatnya pada tanggal 28 Februari 1949, Belanda mengutus delegasi Dr. Koets untuk menemui Ir. Soekarno dan yang lainnya.
Pertemuan ini memiliki tujuan untuk menyampaikan rencana KMB bulan Maret yang akan datang. Kemudian tanggal 3 Maret 1949, Ir. Soekarno berbicara dengan BFO mengenai keperluan pengembalian kedudukan RI sebagai syarat diadakannya perundingan sesuai dengan resolusi PBB. Tanggal 4 Maret, Presiden Soekarno membahas undangan Dr. Koets.
Undangan ini ditujukan kepada pemerintah Indonesia, sehingga Presiden Soekarno mengatakan bahwa Indonesia tidak dapat mengikuti undangan tersebut bila pemerintah belum dikembalikan ke Yogyakarta. Dengan begitu, sebelum perundingan terjadi, Belanda wajib mengakui kedaulatan Indonesia.
Di sisi lain, BFO juga turut mengeluarkan pernyataan yang berisi sebuah pemberitahuan bahwa BFO akan tetap berpegang teguh pada pendirian awal. Tanggal 23 Maret 1949, Komisi PBB untuk Indonesia mengatakan kepada Belanda bahwa mereka sudah bekerja sesuai resolusi PBB dan tidak akan merugikan tuntutan kedua belah pihak.
Peristiwa Perjanjian Roem Royen
Usai melewati sejumlah perundingan informal, pada akhirnya tanggal 14 April 1949 Indonesia dan Belanda melakukan perundingan di Hotel Des Indes yang saat ini dikenal dengan nama Hotel Duta Melin, Jakarta. Perundingan ini dilakukan cukup alot dan pernah terhenti lantaran perbedaan pendapat yang sengit.
Mohammad Hatta akhirnya datang ke Jakarta pada 24 April 1949 lantaran perundingan yang berjalan lama. Pihak dari RI lalu menempuh jalan lain dengan membuat perundingan informal secara langsung dengan pihak Belanda yang disaksikan langsung oleh Merle Cochran.
Tanggal 25 April 1949 juga sudah dilaksanakan pertemuan informal antara Mohammad Hatta dengan ketua delegasi Belanda, Dr. Van Roiyen. Hasil pertemuan ini tidak diumumkan. Akan tetapi, Mohammad Hatta mengatakan bahwa pertemuan ini memiliki tujuan untuk memberikan penjelasan kepada pihak Belanda.
Singkat kata, kedua belah pihak kemudian menyetujui pernyataan dari masih-masing dalam hal ini Belanda dan Indonesia. Perjanjian ini kemudian ditandatangani tanggal 7 Mei 1949 oleh Mr. Moh Roem dari Indonesia dan Dr. Van Roiyen dari Belanda. Oleh sebab itu, persetujuan ini dikatakan sebagai Perjanjian Roem Royen.
Isi Perjanjian Roem Royen
Usai melewati perjanjian yang sangat alot, pada akhirnya tanggal 7 Mei 1949 dicapai persetujuan. Persetujuan ini dikenal dengan sebutan “Roem Royen Statements” atau Perjanjian Roem Royen. Nah, berikut adalah beberapa Perjanjian Roem Royen untuk Indonesia.
1. Indonesia menyatakan siap untuk menghentikan perang gerilya yang dilakukan pengikut RI sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.
2. Bekerja sama untuk mengembalikan dan juga menjaga keamanan serta ketertiban.
3. Indonesia akan turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag dengan tujuan untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tanpa syarat.
Perjanjian Roem Royen untuk Belanda
1. Belanda telah menyetujui kembalinya pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta.
2. Belanda menjamin untuk menghentikan gerakan-gerakan militer dan juga membebaskan seluruh tahanan politik.
3. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara yang ada di daerah yang sudah dikuasai oleh RI sebelum tanggal 19 Desember 1949 dan juga tidak akan meluaskan negara atau daerah yang merugikan RI.
4. Menyetujui kehadiran RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
5. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera dilaksanakan setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Dampak Perjanjian Roem Royen
Guna menindaklanjuti perjanjian Roem Royen, tanggal 22 Juni 1949, diadakan diskusi formal antara Indonesia, Belanda, dan Majelis Permusyawaratan Federal Bijeenkomst voor Federaal 1. Overleg (BFO) yang berada di bawah pengawasan Critchles (Australia). Perundingan ini menghasilkan:
2. Pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta dilakukan pada 24 Juni 1949.
3. Pasukan militer Belanda akan ditarik mundur dari Yogyakarta sejak tanggal 1 Juli 1949.
4. Tentang penghentian permusuhan akan dibahas usai kembalinya pemerintah Ri ke Yogyakarta.
5. Konferensi Meja Bundar (KMB) diusulkan untuk dilaksanakan di Den Haag, Belanda.
6. Yogyakarta baru sepenuhnya ditinggalkan oleh pasukan militer Belanda pada 29 Juni 1949.