Manggaleh, Budaya Minang Wujudkan Pelajar Pancasila

Ilustrasi pancasila.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Manggaleh adalah istilah dalam bahasa Minangkabau yang dapat diartikan sebagai berdagang. Bahkan, kegiatan manggaleh ini masuk ke dalam kurikulum pembelajaran Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Surau Merantau Tangerang, Banten.

Bisa dikatakan bahwa budaya Minang ini merupakan bentuk profil pelajar Pancasila sesuai dengan visi dan misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagaimana tertuang dalam dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020—2024.

Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.


PKBM Surau Merantau (setingkat SMP) melalui budaya Minang ini berupaya menggali kearifan lokal tersebut, kemudian mengadaptasikannya dalam kegiatan pembelajaran masa kini, atau dalam pepatah minang disebut mambangkik batang tarandam.

Prinsip-prinsip manggaleh tidak kalah dengan teori-teori bisnis masa kini, berbeda dengan kegiatan berdagang tradisional yang dipersepsikan sebagai "asal gelar barang dagangan saja", kata Ketua Yayasan Harmoni Alam Semesta Tangerang Andri Fajria melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA, Kamis (23/12).

Sebelum kegiatan manggaleh, siswa dan siswi (selanjutnya menggunakan istilah rangmuda dan rangmudi) telah mendapatkan bekalan berbagai ilmu, seperti membuat perencanaan bisnis, membuat desain iklan digital, mempromosikan produk melalui media sosial, kunjungan bisnis, magang, hingga mentoring bisnis, dengan narasumber berasal dari para praktisi bisnis yang telah berpengalaman.

Adapun tujuan dari kegiatan manggaleh ini adalah mengumpulkan uang untuk kegiatan merantau, yaitu tinggal di sebuah daerah selama 3 minggu untuk mempelajari budaya setempat dan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Bila setiap rangmuda/rangmudi berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp2 juta, mereka akan merantau ke Jawa Tengah atau Jawa Timur. Jika mereka mampu mengumpulkan Rp3 juta—Rp6 juta, akan merantau ke Lombok atau Makassar. Tujuan merantau terjauh adalah ke Jepang dengan target uang terkumpul minimal Rp15 juta.

Melalui kegiatan manggaleh ini, rangmuda dan rangmudi berhasil meruntuhkan mental block, yaitu rasa malu berjualan dan malu menawarkan produk kepada calon pembeli.

Hal ini, menurut Andri Fajria yang juga penemu talents observation, sangat berguna untuk menumbuhkan rasa percaya diri mereka. Selain itu, juga menanamkan prinsip mencari uang melalui kegiatan berdagang adalah mulia selama menjaga kehalalan dan etika.

Keberhasilan mendapatkan uang melalui usaha sendiri ini memicu semangat rangmuda dan rangmudi untuk mengulanginya lagi walaupun harus melakukan sendiri. Hal ini tampak dari inisiatif dua orang rangmuda yang berjualan dalam acara seminar untuk para orang tua siswa SD dan TK. Mereka bersemangat mengejar target pribadi yang telah ditetapkan.

Adapun untuk menentukan produk yang akan dijual, rangmuda dan rangmudi terlebih dahulu melakukan browsing di internet, melakukan uji coba resep, memperkirakan harga yang pantas, memprediksi kesukaan calon pembeli terhadap produk tersebut, dan lain-lain.

Melalui kegiatan ini mereka tersadarkan bahwa untuk mendapatkan uang perlu perjuangan. Ini membuat mereka lebih menghargai uang yang mereka miliki dan mempertebal rasa terima kasih kepada orang tua yang selama ini telah berjuang untuk keluarga.

Pada hari terakhir sebelum liburan sekolah, Jumat (17/12), dilakukan penghitungan dana yang telah dikumpulkan oleh setiap siswa. Ternyata paling rendah adalah Rp53 ribu, sedangkan tertinggi sebesar Rp935 ribu.


Ambil contoh yang dilakukan Fabian. Siswa kelas 9 ini menargetkan merantau ke Jepang. Dia sangat bersemangat berjualan papercraft (kerajinan kertas).

Pertama kali berjualan, Fabian cuma display papercraft yang dikemas dalam plastik, ternyata kurang laku. Waktu berjualan untuk kedua kalinya, dia pajang banyak papercraft hasil karyanya, seperti bentuk naga, burung, dan topeng. Usahanya ini tidak sia-sia, ternyata produknya makin laku.

Seorang rangmudi bernama Azizah mengaku mendapat pelajaran ketika melakukan kegiatan manggaleh dengan berjualan cimol. Siswi kelas 7 ini bercerita kenapa memilih berjualan cimol. Alasannya karena cara membuatnya gampang meski membutuhkan waktu lama untuk membuat adonan, membuat bentuk bola-bola kecil, lalu menggorengnya.

"Waktu teman-teman sudah mulai berjualan, aku masih sibuk menggoreng cimol di dapur sekolah. Untungnya jualanku hari itu bisa habis pada detik-detik terakhir sebelum pulang," katanya, seperti dikutip Andri Fajria, pendiri Sekolah Alam Tangerang dan PKBM Surau Merantau, melalui pesan singkatnya.

Ada pula di antara rangmuda dan rangmudi yang berjualan buku bekas. Setiap kali berjualan, Agi (kelas 7) merasa senang karena jualannya selalu habis. Buku-buku bekas yang dijualnya sebagian besar merupakan buku-buku favorit yang disukai anak, seperti Keluarga Super Irit, komik pengetahuan Why?, dan komik 3 Menit Belajar Pengetahuan Umum.

Harga buku-buku di toko buku sekitar Rp80 ribu—Rp100 ribu, dijual oleh Agi dengan harga Rp50 ribu meski kondisi buku tersebut relatif sangat bagus. Maka, wajar saja bila dalam dua kali berjualan, Agi bisa mengumpulkan uang sebanyak Rp825 ribu.

Dalam sesi evaluasi, para rangmuda dan rangmudi mendapatkan banyak masukan penting untuk perbaikan dalam kegiatan manggaleh berikutnya, antara lain perlu memperhatikan cara display produk yang menarik dan mudah dilihat oleh pembeli, perlu lebih menonjolkan kelebihan atau keunikan produk, perlu berlatih negosiasi, dan lain lain.

Ditegaskan kembali oleh Andri Fajria bahwa kegiatan manggaleh ini sangat layak menjadi salah satu kegiatan untuk membentuk profil pelajar Pancasila karena siswa berkomitmen untuk selalu bersikap jujur sambil meyakini bahwa Allah Swt. adalah Maha Pemberi Rezeki. Setidaknya ada tiga hal dalam kegiatan ini, yakni: beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.

Selain itu, kegiatan ini sekaligus memelihara kearifan lokal budaya Minangkabau, dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip bisnis modern. Hal yang tidak kalah penting adalah melatih kerja sama tim dalam menyiapkan segala hal ketika mereka melaksanakan kegiatan manggaleh. Siswa bergotong royong mencapai targetnya masing-masing.

Kegiatan manggaleh, kata Andri Fajria, memaksa anak mengeluarkan kemampuan terbaiknya, termasuk berbagai aspek kreativitasnya, agar dapat memenuhi target mengumpulkan uang. Di samping itu, cepat berpikir kemudian memutuskan bila ada pembeli yang menawar harga produknya.

Apa yang dikembangkan oleh PKBM Surau Merantau Tangerang ini perlu ditiru oleh lembaga pendidikan lainnya. Dengan kegiatan manggaleh ini, melatih siswa/siswa mandiri.

Dengan demikian, melalui kegiatan manggaleh, keenam profil pelajar Pancasila (sebagaimana termaktub dalam Permendikbud No. 22/2020) dapat terpenuhi. (ant)

Heboh Shell Disebut Tutup Seluruh SPBU di Indonesia, Manajemen Buka Suara