Hoax Marah saat Pandemi, UI Bikin Terobosan dengan Cara Ini
- VIVA.co.id/ Zahrul Darmawan (Depok)
VIVA – Masyarakat terutama anak muda diminta selektif dalam mengidentifikasi informasi yang bertebaran di media sosial. Maka itu, Universitas Indonesia (UI) mengajarkan mereka melakukan cek fakta lantaran maraknya berita hoax.
Dosen Pengabdi dari Vokasi Hubungan Masyarakat UI, Devie Rahmawati mengatakan cek fakta makin penting pada masa pandemi COVID-19. Ia bilang sekarang masyarakat harus hidup dengan dua kondisi yakni secara offline dan online.
Menurutnya, dengan kondisi itu tak bisa dipungkiri masyarakat selama pandemi lebih sering mengakses internet karena sebagian kebutuhan dilakukan secara online. Untuk itu, lewat Program Pengabdian Masyarakat (Pengmas), Vokasi UI bersama Fact Checker UI melakukan pelatihan cek fakta mengajak siswa dan siswi SMAN 21 Jakarta.
"Kegiatan ini semakin dibutuhkan semenjak pandemi, karena masyarakat harus hidup di 'dua alam', yaitu offline dan online," kata Devie, Senin 11 Oktober 2021.
Dia merinci, merujuk data Kementerian Informasi dan Komunikasi periode Agustus 2018 hingga 30 September 2021, ada 9.025 hoax. Dari angka itu, menurutnya yang tertinggi adalah hoax kategori Kesehatan sebanyak 1893; pemerintahan sebanyak 1176; politik sebanyak 1265 isu.
Temuan isu seputar COVID sendiri sejak Januari hingga 4 Oktober 2021 terdapat 1.929 isu. Kata Devie, Facebook, jadi media sosial tertinggi penyebaran hoax. "Diikuti oleh Instagram dan Twitter,” katanya.
Dia mengatakan penyebaran hoax tidak dapat diabaikan. Hal ini menurutnya ada tiga dampak dari hoax. Devie menyebut pertama dampak dari hoax adalah kerusuhan sosial, kedua konflik politik dan ketiga kerugian ekonomi.
Ia pun mencontohkan kejadian penyerangan di Yahukimo, Papua belakangan ini yang disebabkan hoax di Jakarta.
"Pada 2019, hoax politik menewaskan 8 orang meninggal dalam kerusuhan 22 Mei, yang melibatkan lebih dari 400 pelaku kerusuhan. Sedangkan hoax perekonomian, yaitu investasi bodong yang disebarkan via online, menurut data Otoritas Jasa Keuangan terbukti merugikan keuangan masyarakat lebih dari Rp100 Triliun, dalam periode tahun 2011-2020,” jelas Devie.
Maka itu, UI menilai diperlukan kemampuan masyarakat dalam mengidentifikasi informasi yang diterima apakah bisa dipertanggungjawabkan atau hoax Anak muda jadi sasaran yang strategis lantaran mereka punya kemampuan digital yang update, sehingga akan lebih mudah mentransfer tambahan ilmu mengenai cek fakta dan berita.
Pun, Fact Checker UI, Yuli menambahkan mereka ingin sekali lebih banyak masyarakat yang mampu menguasai teknis cek fakta.
“Dibutuhkan keuletan dan kesabaran serta keinginan untuk membersihkan ruang digital dari toxic hoax, melalui pelatihan cek fakta sederhana,” kata Yuli menambahkan.