Edukasi Seksualitas Bisa Cegah Kehamilan yang Tak Direncanakan

Ilustrasi Pendidikan Seks
Sumber :
  • http://rudicahyo.com/

VIVA – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan pemberian edukasi seksualitas pada masyarakat bisa mencegah terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu.

HUT Ke-129, BRI Luncurkan Web Series Pakai Hati Reborn Angkat Tema “Champion of Financial Inclusion”

“Ini juga lagi-lagi masalah kesehatan reproduksi, tidak paham tentang kesehatan reproduksi, sehingga seks bebas juga terjadi. Sebetulnya salah satu sumbernya karena tidak paham dengan kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, kuncinya memberikan pemahaman tentang kesehatan reproduksi itu penting,” kata Hasto dalam Dialog Produktif Rabu Utama bertajuk “Program Keluarga Berencana di Masa COVID-19” yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (29/9).

Hasto menyebutkan alasan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, khususnya yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh tidak adanya pemakaian alat kontrasepsi pada ibu setelah melahirkan dan kurangnya pemahaman ibu soal kesehatan reproduksi.

Literasi untuk Masyarakat Menengah ke Bawah Masih Jadi Tantangan

Menurut dia, edukasi seksualitas terutama terkait dengan masalah kesehatan reproduksi sangat penting dan dapat diberikan sejak anak berada di bangku sekolah dasar.
 

Namun, penyampaiannya perlu disesuaikan dengan usia anak dan harus menggunakan visualisasi yang tidak mengundang rangsangan emosi seksual.

Sosialisasi di Kalangan UMKM Harus Lebih Maksimal

Ia memberikan contoh, pada anak laki-laki yang duduk di bangku pertama sekolah dasar, dapat dibuatkan sebuah modul yang membahas mengenai permasalahan ada tidaknya kelainan bawaan pada alat kelamin anak.

Sedangkan pada anak perempuan, misalnya yang duduk di kelas lima, dapat diterangkan bahwa saluran reproduksi yang dimiliki telah terhubung dari luar sampai dalam. Sehingga, anak dapat diajarkan untuk tidak bermain di tempat yang kotor supaya tidak ada kotoran yang masuk ke dalam organ intim.

Melalui modul itu, kata dia, anak dapat diajarkan bagaimana ciri-ciri, bentuk alat kelamin yang sehat dan bagaimana harus menjaga kebersihannya. Hal itu dapat dilakukan dengan bantuan dari guru atau pelatih yang berjenis kelamin sama.

“Kalau saya ingin memberikan pelajaran kepada anak kelas satu SD, modul yang saya buat adalah modul tentang masalah ada tidaknya kelainan bawaan. Kemudian yang menyampaikan guru atau pelatih yang sama-sama jenis kelaminnya. Laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan,” kata dia.
 

Hasto menegaskan kunci penting untuk dapat mengubah pola pikir masyarakat mengenai pemberian edukasi seksualitas merupakan hal yang tabu ialah melalui pengetahuan, supaya pola perilaku dan pola hidup masyarakat yang tidak baik menjadi berubah.

“Menurut saya, kuncinya adalah tentang perubahan mindset (pola fikir) dan perubahan mindset bisa terjadi kalau kita berikan masukan tentang pengetahuan. Terakhir, setelah ada pengetahuan, ada perubahan mindset baru. Dia akan berubah perilakunya atau kehidupan yang tidak positifnya,” kata Hasto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya