Peneliti FMIPA UI Raih Pendanaan Riset Fisika Medis Rp500 Juta

Gedung FMIPA Universitas Indonesia (ui.ac.id)
Sumber :

VIVA –  Dosen peneliti dari Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI) Lukmanda Evan Lubis, M.Si. menunjukkan kompetensinya.

UI Miliki Gedung Science Techno Park, Diharapkan Jadi Pusat Sains dan Teknologi Nasional

Ia terpilih sebagai salah seorang penerima pendanaan penelitian di bidang fisika medis senilai € 32 000  atau setara dengan 500 (lima ratus) juta rupiah dari International Atomic Energy Agency (IAEA), yakni badan atom dunia yang berkantor pusat di Wina, Austria.

Hal itu diumumkan secara resmi oleh IAEA melalui surat dari Department of Nuclear Sciences & Applications, IAEA, pada tanggal 9 September 2021.

Rektor UI Bentuk Tim Peningkatan Penjaminan Mutu Akademik Program Doktoral SKSG

Tim peneliti Departemen Fisika FMIPA UI yang berhasil meraih pendanaan tersebut terdiri dari empat orang, yaitu, Lukmanda Evan Lubis, Guru Besar FMIPA UI Prof. Dr. Djarwani S. Soejoko, serta dua orang fisikawan medik yang merupakan alumni S2 Fisika FMIPA UI, yaitu Indah Lestariningsih, M.Si. (bekerja di RSUD Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat) dan M. Roslan Abdul Gani, M.Si. (bekerja di RS Kanker Dharmais, Jakarta).

“Proposal proyek penelitian yang saya dan tim ajukan berjudul “Establishing Guidelines and Recommendations for Solid State Dosimetry in Diagnostic and Interventional Radiology”. Kami akan menjalankan program ini bersama dengan para fisikawan medik dari rumah sakit yang bekerja sama dengan FMIPA UI dalam satu rangkaian riset bersama. Riset ini akan berjalan selama lima tahun dan akan dimulai pendanaannya pada tahun 2022. Kegiatan riset yang didanai akan fokus pada pembaharuan protokol internasional mengenai dosimetri radiasi pada aplikasi radiologi diagnostik dan intervensional,” ujar Evan, Chief Scientific Investigator (CSI) dalam tim penelitiannya sebagaimana dalam pernyataan persnya yang diterima VIVA, Rabu (22/9).

Dedi Mulyadi Ingin MoU dengan UI untuk Kelola Lima Wilayah Penyangga Jakarta

“Proses persiapan proposalnya sendiri dilakukan sejak awal tahun 2021, yaitu setelah IAEA mengumumkan akan mengevaluasi protokol internasional mengenai dosimetri radiasi pada radiologi dan membuka kesempatan kontribusi dari Fisikawan medik di seluruh dunia melalui program Coordinated Research Project (CRP) ini. Dalam penyusunannya, saya banyak berdiskusi dan berkonsultasi dengan anggota tim, termasuk Prof. Djarwani yang pada 2015-2018 telah berpengalaman menjadi CSI di penelitian CRP yang lain. Diterimanya proposal kami berarti ide yang kami usung dinilai relevan dengan kebutuhan internasional akan konsep dosimetri radiasi di bidang radiologi diagnostik dan intervensional,” ujar mahasiswa program studi doktor ilmu fisika FMIPA UI.

Melalui pendanaan yang diraihnya, fisikawan medik di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) tersebut berharap penelitiannya bisa berkembang menjadi dasar teori dan inovasi yang diharapkan mampu berkontribusi pada keselamatan radiasi untuk pasien, pekerja radiasi, dan masyarakat. 

Ketua program studi (Kaprodi) S2 Fisika Medis, Dr. Supriyanto Ardjo Pawiro mengungkapkan rasa syukur atas pencapaian dosen di bawah naungan prodinya. Menurutnya, kualitas dan kuantitas riset dan publikasi ilmiah merupakan indikator penting yang mampu merepresentasikan kualitas sebuah perguruan tinggi.

Bahkan, kata Dr. Supriyanto, hal itu menjadi komponen penting dalam pemeringkatan dan akreditasi perguruan tinggi, sehingga melalui pendanaan riset yang diperoleh ini, ia berharap prodi baru di FMIPA UI yang dipimpinnya tersebut mampu menyumbang poin penting bagi pemeringkatan FMIPA UI di kancah internasional.

“Kami di prodi fisika medis tentunya bersyukur atas perolehan pendanaan tersebut, prodi fisika medis memang terhitung masih sangat baru di FMIPA UI, namun melalui pendanaan riset ini kami berupaya untuk turut serta mendorong reputasi FMIPA UI di tingkat internasional dengan membuat terobosan dan karya-katya ilmiah yang berkualitas,” ujar Dr. Supriyanto.

Dr. Rokhmatuloh, M. Eng., pejabat Dekan FMIPA UI, menegaskan bahwa kewajiban seorang dosen bukan hanya mengajar tapi juga aktif dalam melakukan penelitian, dalam rangka mengakselerasi kualitas dan kuantitas publikasi ilmiah kampus.

“Menjadi dosen bukan berarti fokusnya hanya mengajar saja, tapi juga harus aktif dalam kegiatan penelitian untuk membangun reputasi fakultas dan universitas. Ini penting, karena membangun reputasi perlu menekankan pada inovasi yang lahir dari kegiatan penelitian,” ujar Dr. Rokhmatuloh.

Ia menambahkan, FMIPA UI memberikan dukungan yang sebesar-besarnya bagi para dosen dalam melakukan kegiatan riset dengan menyediakan fasilitas dan dana hibah internal salah satunya adalah pendanaan program pengabdian masyarakat. Di sisi lain, ia juga mendorong para peneliti untuk mendapatkan dana riset eksternal sebagai upaya akselerasi tersebut.

“Aset utama dosen ataupun peneliti adalah ide kreatif dan inovatif, oleh karena itu, Kami di FMIPA UI menyediakan berbagai fasilitas juga pendanaan untuk mendukung para dosen mewujudkan inovasinya melalui kegiatan peneltian, salah satunya adalah pendanaan program pengmas (pengabdian masyarakat), kami juga mendorong dosen ataupun peneliti FMIPA UI untuk aktif mencari dukungan dana pihak eksternal,” katanya.

Dengan upaya kolektif dari para sivitasnya dalam mendongkrak mutu publikasi ilmiah, FMIPA UI pada tahun 2021 ini berhasil menempati peringkat dunia versi QS World University Rankings pada posisi 151 – 200 pada kategori Geography dan posisi 551 – 600 pada kategori Astronomy. Oleh karenanya, ia mengajak seluruh para peneliti FMIPA UI untuk terus semangat dalam melakukan kegiatan riset dan melahirkan publikasi ilmiah yang berkualitas.

“FMIPA UI terus berupaya mengembangkan kolaborasi dengan institusi internasional sebagai strategi dalam meningkatkan reputasi dan rekognisi mitra internasional. Reputasi FMIPA UI telah diakui dunia sebagaimana yang dirilis oleh QS WUR tahun 2021 ini. Untuk itu para sivitas harus lebih semangat lagi dalam meningkatkan mutu dan jumlah karya ilmiahnya,” kata Dr. Rokhmatuloh. 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya