Kisah Pahit Penemu Garis Wallace Indonesia
- www.creationism.org
VIVA – Pada abad ke-19, seorang ilmuwan asal Inggris datang ke Indonesia karena tertarik atas keanekaragaman hayati nusantara. Ilmuwan tersebut menetap di sebuah pulau di wilayah timur Indonesia selama delapan tahun. Ia bernama Alfred Russel Wallace atau akrab disapa Wallace.
Sosok naturalis Inggris itu menemukan kawasan unik di Indonesia bagian timur yang belakangan dinamai Garis Wallace. Kawasan biogeografis yang mencakup sekelompok pulau-pulau dan kepulauan di wilayah Indonesia bagian tengah, terpisah dari paparan benua-benua Asia dan Australia oleh selat-selat yang dalam. Akan tetapi, di balik keuletan dan kesuksesannya itu, Wallace ternyata menyimpan segudang cerita pahit.
Mengutip laman Wallacefund.info, Senin 16 Oktober 2017, Wallace lahir di Kensington Cottage dekat Usk, Monmouthshire, Inggris, sekarang bagian dari Wales, pada 8 Januari 1823. Ia merupakan putra dari pasangan Thomas Vere Wallace dan Mary Ann Wallace (née Greenell), pasangan Inggris kelas menengah ke bawah.
Sebelum Wallace lahir, keluarga ini tinggal di London. Akan tetapi, mereka memutuskan pindah ke Kensington Cottage untuk mengurangi biaya hidup. Wallace adalah anak kedelapan dari sembilan bersaudara, tiga di antaranya meninggal saat masih kecil.
Ayah Wallace berasal dari keturunan Skotlandia, sementara Greenell wanita dari kota Hertford, kota yang dikenal terhormat di Britania Raya. Kakek buyut dari ibunya pernah dua kali menjabat Wali Kota Hertford pada 1773 dan 1779.
Pada 1828, ketika Wallace berumur lima tahun, dia dan keluarganya pindah ke Hertford. Di kota ini, untuk pertama kalinya Wallace menerima sekolah formalnya di Hale's Grammar School. Sekitar  1835, keluarga Wallace mengalami masa-masa suram karena sang ayah ditipu oleh seseorang. Ayah Wallace diiming-imingi bisnis dengan keuntungan menjanjikan, sehingga ia rela menjual semua asetnya.Â
Wallace kemudian terpaksa memutuskan pendidikannya pada Maret 1837, saat ia berusia 14 tahun, dan dikirim ke London untuk tinggal bersama kakaknya, John, yang hanya seorang tukang kayu.
Menjelang pertengahan 1837, Wallace nekat meninggalkan London untuk bergabung dengan saudara laki-laki tertuanya, William, di Bedfordshire.
William memiliki bisnis survei tanah dan ia juga berdagang. Wallace dan William berencana melakukan usaha semacam itu selama enam setengah tahun dengan cara berkeliling pedesaan di selatan Inggris dan Wales. Pada musim gugur 1841, William mengajak Wallace untuk pindah ke daerah Neath di Wales. Di Neath, minat Wallace terhadap sejarah alam muncul.
Berawal dari buku
Wallace mulai menyukai tanaman. Ia amat antusias untuk mengenali semua jenis tanaman yang tumbuh di pedesaan saat ia dan kakaknya sedang survei tanah. Dia membeli buku pertamanya tentang cara mengidentifikasi tanaman, mengumpulkan tanaman tersebut, dan membentuk kumpulan spesimen yang telah dikelompokkan.
Karena bercita-cita ingin menjadi naturalis, pada akhir 1843, Wallace memutuskan untuk hijrah ke Leicester. Di kota itu ia mencari pekerjaan kantoran yang sesuai dengan minatnya. Ia pun melamar di Collegiate School dan langsung dipekerjakan sebagai master untuk mengajar penyusunan, survei, bahasa Inggris, dan aritmatika.
Leicester dikenal memiliki banyak perpustakaan bagus. Di kota inilah, ia dapat menemukan dan mempelajari beberapa karya penting tentang sejarah alam. Di ini juga pertama kali ia bertemu dengan naturalis amatir, Henry Walter Bates, yang membuat Wallace bersemangat mengumpulkan dan mempelajari kumbang.Â
Pada 1845, Wallace kembali ke Neath. Saat itu, untuk pertama kalinya, ia membaca buku kontroversial karya Robert Chambers berjudul Vestiges of the Natural History of Creation. Buku ini memunculkan keyakinan Wallace tentang realitas evolusi atau yang kemudian dikenal sebagai transmutasi.
Pada akhir 1847 atau sekitar awal 1848, lantaran terinspirasi oleh buku karya WH Edward berjudul A Voyage Up the River Amazon, ia mengajak Bates untuk menjelajah Brasil. Ia ingin bisa mengumpulkan seluruh spesimen serangga, burung dan hewan lainnya yang ada di Tanah Samba, baik untuk koleksi pribadi maupun untuk dijual ke kolektor dan museum di Eropa.
Salah satu tujuan ekspedisi tersebut sebenarnya adalah mencari bukti evolusi dan mencoba menemukan mekanismenya. Pada 26 April 1848, Wallace berusia 25 dan Bates 23 tahun, berangkat menaiki kapal dari Liverpool menuju Pará (Belém), Brasil, dan tiba di lokasi pada 28 Mei 1948.
Awalnya, koalisi keduanya berjalan mulus, tapi beberapa bulan kemudian mereka terlibat silang pendapat. Mereka sepakat untuk berpisah dan melanjutkan penelitian sendiri-sendiri ke tempat yang berbeda. Wallace memusatkan aktivitasnya di tengah Amazon dan Rio Negro, menyusun peta sungai Amazon dengan menggunakan keterampilan yang dia pelajari sebagai surveyor tanah.
Namun, kondisi fisiknya kian hari kian melemah. Pada 1852, kesehatan Wallace makin memburuk, oleh sebab itu ia memutuskan untuk kembali ke Inggris. Setelah dua puluh enam hari perjalanan laut, tiba-tiba bencana muncul. Kapal yang ditumpanginya terbakar dan tenggelam, laut menelan habis semua catatan penemuannya dan seluruh spesimen yang dikumpulkannya di Brasil selama dua tahun.
Wallace dan awak kapal berjuang untuk bertahan hidup dalam sekoci. Beruntung, setelah 10 hari terapung di laut terbuka, mereka dijemput oleh sebuah kapal kargo yang sedang melintas untuk kembali ke Inggris. Setelah peristiwa nahas ini, Wallace memutuskan untuk beristirahat selama dua tahun untuk penelitiannya.