i-Doser, 'Narkoba Digital' yang Masuk Lewat Kuping
Selasa, 13 Oktober 2015 - 12:14 WIB
Sumber :
- unocero
VIVA.co.id
- Teknologi membuat apa saja bisa diakses dengan mudah, termasuk narkoba. Dunia maya sedang heboh dengan aplikasi 'narkoba' yang bisa didownload melalui internet.
i-Doser merupakan sebuah aplikasi suara yang masuk ke kuping dan mengecoh kinerja otak. Ini disebut sebagai narkoba digital karena kerap membuat pendengarnya kecanduan dan hilang akal, layaknya mabuk. Namun, bentuknya sama sekali tidak seperti obat atau serbuk, melainkan hanya gelombang suara dalam format MP3.
Aplikasi i-Doser bisa di-download ke smartphone berbasis Android ataupun iOS. Dengan memilih dosis yang tepat, maka gelombang suara yang masuk ke kuping akan mempengaruhi kinerja otak. Penggunanya kerap kecanduan mendengarkan alunan suara yang mengalun, inilah yang membuat kecanduan.
Aplikasi 'narkoba digital' ini sejatinya bukanlah hal yang baru muncul. i-Doser telah membuat heboh sekolah di Amerika dan beberapa belahan dunia sejak 2010 lalu. Dalam sebuah pemberitaan di News.com, beberapa siswa sekolah di Mustang High School, Oklahoma kedapatan 'teler' karena mendengarkan i-Doser. Bahkan, kepolisian setempat sempat menganggap hal ini sebagai hoax, meski tetap melakukan investigasi.
Sayangnya, pihak berwajib tidak bisa menindak siapapun. Hal ini dikarenakan i-Doser tidak masuk kategori narkotika dan obat-obatan karena bentuknya hanyalah gelombang suara yang mengalun secara berulang.
Dalam penjelasan di aplikasi tersebut, i-Doser ternyata mengandung irama binaural atau binaural beats. Irama itu terjadi ketika dua suara di frekuensi yang dekat didengar oleh kedua sisi telinga. Binaural beats biasanya digunakan untuk terapi gelombang otak.
"Sebenarnya tidak ada yang berbahaya dari binaural beats di i-Doser. Bahkan, musik binaural kerap dijadikan terapi untuk meningkatkan kemampuan otak, termasuk juga untuk meditasi, mencegah stroke, penyakit alzheimer atau parkinson. Bahkan, bisa menimbulkan orgasme," ujar Paul Rademacher dari Monroe Institute di Virginia, Amerika, seperti dikutip dari Seattle Times, Selasa 13 Oktober 2015.
Dijelaskan pendirinya, Nick Ashton, audio i-Doser ditemukan sejak 2005 dan sampai sekarang telah di-download lebih dari 10 juta orang. Untuk memilikinya tidak mudah.
Di toko aplikasi Apple iTunes, harga software ini dibanderol lebih dari Rp60 ribu. Sedangkan di PlayStore Android, harganya mencapai Rp71 ribu. (one)
Aplikasi 'narkoba digital' ini sejatinya bukanlah hal yang baru muncul. i-Doser telah membuat heboh sekolah di Amerika dan beberapa belahan dunia sejak 2010 lalu. Dalam sebuah pemberitaan di News.com, beberapa siswa sekolah di Mustang High School, Oklahoma kedapatan 'teler' karena mendengarkan i-Doser. Bahkan, kepolisian setempat sempat menganggap hal ini sebagai hoax, meski tetap melakukan investigasi.
Sayangnya, pihak berwajib tidak bisa menindak siapapun. Hal ini dikarenakan i-Doser tidak masuk kategori narkotika dan obat-obatan karena bentuknya hanyalah gelombang suara yang mengalun secara berulang.
Dalam penjelasan di aplikasi tersebut, i-Doser ternyata mengandung irama binaural atau binaural beats. Irama itu terjadi ketika dua suara di frekuensi yang dekat didengar oleh kedua sisi telinga. Binaural beats biasanya digunakan untuk terapi gelombang otak.
"Sebenarnya tidak ada yang berbahaya dari binaural beats di i-Doser. Bahkan, musik binaural kerap dijadikan terapi untuk meningkatkan kemampuan otak, termasuk juga untuk meditasi, mencegah stroke, penyakit alzheimer atau parkinson. Bahkan, bisa menimbulkan orgasme," ujar Paul Rademacher dari Monroe Institute di Virginia, Amerika, seperti dikutip dari Seattle Times, Selasa 13 Oktober 2015.
Dijelaskan pendirinya, Nick Ashton, audio i-Doser ditemukan sejak 2005 dan sampai sekarang telah di-download lebih dari 10 juta orang. Untuk memilikinya tidak mudah.
Di toko aplikasi Apple iTunes, harga software ini dibanderol lebih dari Rp60 ribu. Sedangkan di PlayStore Android, harganya mencapai Rp71 ribu. (one)
Baca Juga :
Studi: Orang Pintar Cenderung Lebih Malas
Temuan penelitian dipublikasikan dalam Journal of Health Psychology.
VIVA.co.id
9 Agustus 2016
Baca Juga :