7 Strategi Berlindung dari Gelombang Ransomware, Terakhir bikin Apes Hacker

Ilustrasi hacker.
Sumber :
  • Freepik

VIVA Tekno – Ransomware semakin menyasar kalangan pemerintahan dan akademisi, menjadi salah satu ancaman keamanan siber paling berbahaya, baik di Indonesia maupun global.

Lembaga-lembaga Penting di Asia Tenggara jadi Target Kelompok Hacker yang Berbasis di Tiongkok?

Indonesia tengah digegerkan oleh serangan ransomware yang menargetkan Pusat Data Nasional Sementara atau PDNS 2 sejak 20 Juni 2024.

Serangan yang menggunakan salah satu perangkat lunak pemerasan (malware) paling berbahaya itu memicu kelumpuhan pada banyak operasional layanan publik hingga berhari-hari.

Hati-hati, Ransomware Serang Indonesia dengan Kecepatan Kilat

Menurut Erza Aminanto, Asisten Profesor dan Koordinator Program Magister Keamanan Siber Monash University, Indonesia, ada beberapa strategi dapat diterapkan:

Pertama, semua data penting harus dicadangkan secara teratur, lalu disimpan di lokasi terpisah untuk meminimalkan kehilangan data.

Kiamat Digital Mengintai, Ransomware Super Canggih bikin Data Perusahaan jadi Sampah

Cadangan data tersebut harus dienkripsi dan diuji secara rutin untuk memastikan pemulihannya berfungsi segera setelah dibutuhkan.

Kedua, penting untuk memperkenalkan redundansi sebagai upaya mengurangi risiko kegagalan sistem secara keseluruhan.

Redundansi dapat mencakup perangkat keras ganda, penyimpanan awan (cloud), atau server cadangan yang siap beroperasi jika sistem utama gagal.

Ketiga, membangun Pusat Pemulihan Data, atau data recovery center, yang dapat segera beroperasi jika sistem utama mengalami gangguan.

Fasilitas ini harus memiliki infrastruktur yang setara atau lebih baik dari sistem utama demi memastikan kelancaran operasionalnya.

Keempat, upaya peningkatan kepatuhan terhadap aturan dan kode etik, serta penerapan sanksi tegas untuk memastikan semua entitas mengikuti standar keamanan yang ditetapkan.

Kelima, penting juga untuk menggelar pelatihan berkala tentang ancaman dan metode identifikasi serangan siber kepada para petugas terkait, yang merupakan garda terdepan dalam menangani ransomware melalui phishing atau bentuk-bentuk serangan sejenis lainnya.

“Kita dapat meminimalisir dampak kerusakan yang dipicu oleh serangan ransomware melalui identifikasi aktivitas siber yang cepat dan efektif, yakni dengan menggunakan alat pantau jaringan dan sistem deteksi intrusi,” kata Erza, Senin, 1 Juli 2024.

Keenam, menggunakan perangkat lunak antivirus dan anti-malware yang diperbarui pada semua perangkat endpoint, termasuk komputer, laptop, ponsel pintar (smartphone/HP), dan perangkat internet of thing (IoT).

Ketujuh, mengenkripsi data yang dikirim dan disimpan agar informasi sensitif terlindungi dari risiko akses ilegal. Data yang dienkripsi tidak bisa dibaca oleh hacker atau peretas meskipun mereka berhasil mencurinya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya