Menciptakan Bangunan Tahan Gempa
- Pixabay
VIVA Tekno – Sejauh ini diketahui, penyebab utama kematian dalam gempa Bumi, bukanlah tanah yang berguncang, melainkan atap dan tembok bangunan yang runtuh. Mengapa bangunan runtuh?
Gempa Bumi menyebabkan bangunan meregang, bergeser, dan mengalami tekanan. Pergeseran terjadi ketika sejumlah gaya yang tidak selaras bekerja pada berbagai bagian bangunan.
Gaya-gaya yang tidak beraturan ini dapat bekerja pada bangunan dari sisi ke sisi dan pada sepanjang bangunan. Meskipun dinding batu dan bata dapat menahan beban tekanan dengan sangat baik, dinding akan retak dan runtuh saat terkena gaya geser.
Baja merupakan material yang jauh lebih fleksibel, oleh karena itu, baja sering kali digunakan sebagai kerangka bangunan yang biasanya selamat dari gempa Bumi. Meskipun gempa Bumi tidak dapat dicegah, bangunan bisa dirancang untuk meminimalkan kematian dan cedera.
"Beton yang diperkuat dengan kolom baja pada bangunan misalnya, dapat memberikan ketahanan yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan bahan konstruksi tradisional seperti pasir dan kerikil," kata Mehrdad Sasani, profesor teknik sipil dan lingkungan dari Northeastern University, Amerika Serikat (AS), seperti dikutip dari situs, Deutsche Welle, Senin, 8 Januari 2024.
Baja, misalnya, memiliki kelenturan bisa menjadi sangat bengkok sebelum patah sehingga ideal digunakan memperkuat bangunan yang lebih besar terhadap getaran gempa Bumi.
Pada bangunan yang lebih kecil, bambu juga bisa digunakan untuk tujuan ini. Mehrdad Sasani juga mengatakan, menggunakan campuran tanah liat dan pasir dan 'menambahkan jerami akan membantu mengendalikan retakan mikro'.
Selain itu, memiliki atap yang ringan dapat mengurangi kematian akibat runtuhnya atap bangunan, karena orang-orang yang terjebak di bawahnya akan mengalami cedera yang lebih sedikit dan lebih ringan.
Di daerah rawan gempa Bumi, konstruksi kayu dan logam lebih baik untuk atap dibandingkan material berat, menurut studi Majalah Nature.
Inovasi
Forum Ekonomi Dunia telah merekomendasikan agar bangunan dilengkapi dengan sistem "isolasi dasar" untuk memisahkan bangunan dari fondasinya dengan menggunakan pegas.
Artinya, ketika gempa terjadi, gerakan yang diakibatkannya tidak akan memberikan tekanan pada struktur bangunan, kata forum tersebut.
Banyak bangunan di Jepang dan Cile menggunakan teknologi ini. Namun, biaya konstruksi dengan teknik ini sering kali sangat tinggi sehingga negara-negara lain mencari strategi yang lebih sederhana dan hemat biaya untuk mengatasi kerusakan akibat gempa Bumi.
Nepal, negara yang juga sering dilanda gempa Bumi, menggunakan teknik memadukan bahan-bahan yang terjangkau harganya dan tersedia di wilayah, seperti jerami, ban bekas, dan botol plastik ke dalam konstruksi.
Di Afrika, South African Housing and Infrastructure Fund akan menerapkan rumah beton cetak 3D yang tahan gempa dan hemat biaya. Beton yang dicetak 3D akan memungkinkan lebih banyak penyesuaian bagi pembangun, termasuk merancang struktur yang dapat menanggulangi kekuatan gempa yang tidak menentu.
Mengingat kerusakan bangunan adalah penyebab utama kematian akibat gempa Bumi, penerapan rekayasa bangunan pintar akan menyelamatkan properti dan infrastruktur dari keruntuhan dan menyelamatkan nyawa serta mencegah cedera.