Sejarah Satria-1, Satelit Terbesar di Asia
- Kementerian Kominfo
VIVA Tekno – Indonesia akan segera mengukir sejarah karena Satelit Republik Indonesia (Satria-1) akan segera meluncur ke luar angkasa dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat (AS), dengan menumpang roket Falcon 9 dari perusahaan antariksa Elon Musk, SpaceX.
Menurut data yang diolah VIVA Tekno pada Senin, 19 Juni 2023, Satria-1 merupakan jenis satelit yang pertama dan terbesar di Asia. Satelit multifungsi High Throughput Satellite (HTS) ini akan dikaryakan sebagai jalur internet berkecepatan tinggi untuk menghubungkan 150 ribu sekolah, puskesmas, kantor perangkat desa dan pemerintah daerah, di seluruh Indonesia agar dapat memberikan layanan digital yang prima.
Ini merupakan proyek kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk meluncurkan satelit multifungsi. Saat ini baru ada 9 satelit untuk mendukung layanan telekomunikasi di Indonesia, namun belum merata menjangkau seluruh Indonesia.
Proyek ini merupakan upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk mengikis kesenjangan digital terutama dalam layanan publik pemerintahan di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Satria-1 ditargetkan dapat menjangkau 3.700 titik layanan kesehatan, 9.390 titik sekolah dan pesantren, 47.900 desa, dan 4.500 titik layanan publik. Selain memberikan manfaat sosial masyarakat, teknologi ini juga dapat mendukung perekonomian dan sistem keamanan dan pertahanan negara.
Ini juga tercatat sebagai satelit pertama di Asia dan yang terbesar untuk kelas di atas 100 Gbps. Bahkan terhitung nomor lima di dunia dari sisi kapasitas. Satria-1 memiliki kapasitas total 150 Gbps.
Satelit yang diproduksi di Thales Alenia Space, Prancis itu memiliki tiga antena reflektor dan 116 spot beams untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Adapun teknologi pemrosesan digital yang digunakan paling baru yaitu prosesor transparan digital.
Kemudian, Satria-1 yang berbobot 4,6 ton itu akan mengorbit slot orbit 146 derajat E dengan masa guna minimal 15 tahun. Merupakan teknologi Very HTS pada Ka-band yang pertama digunakan di Indonesia, 'tol langit' juga dilengkapi mekanisme 4 pendorong listrik. Bahkan, menjadi satelit pertama di Asia yang mengadopsi bodi Spacebus Neo Level 6.
Dengan operasi transmisi lewat udara, layanannya akan menjangkau cakupan wilayah yang sangat luas dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Cakupan layanan yang luas akan mampu mengatasi hambatan geografis seperti daratan, gunung, bukit, lembah dan ngarai.
Pembangunan telah dimulai sejak Tahun 2019. Sementara pemenuhan pembiayaan atau financial close Proyek KPBU Satria-1 telah tercapai pada 31 Maret 2021.
Operasional Satria-1 juga didukung 1 stasiun bumi atau Gateway, antara lain Cikarang, Batam, Banjarmasin, Tarakan, Pontianak, Kupang, Ambon, Manado, Manokwari, Timika, dan Jayapura. Gateway Cikarang akan menjadi lokasi Stasiun Pusat Pengendali Satelit Primer dan Network Operation Contro.
Konstruksi dimulai sejak 2020 hingga 2023. Meskipun pandemi, konstruksi berjalan sesuai rencana. Pengembangan Satria-1 juga mellibatkan The North West China Research Institute of Electronic Equipment (NWIEE), Hughes Network Systems (HNS), Kratos dan SpaceX.