Black Hornet, Mungil tapi Mematikan

UAV Black Hornet.
Sumber :
  • FLIR

VIVA Tekno – Super Garuda Shield yang digelar pada 1-14 Agustus 2022 mempertontonkan kelengkapan dan kemampuan personel dua angkatan darat dari dua negara, Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.

Pengemudi Koboi Ngaku TNI Umbar Tembakan di Depok Berujung Ditangkap

Di Pusat Latihan Tempur Amborawang, Samboja, 50 kilometer sebelah utara Balikpapan di Kalimantan Timur, tentara negeri Paman Sam menampilkan, antara lain, pesawat tanpa awak (UAV) sebagai sarana pengintaian dan peringatan dini.

Satu UAV yang diterbangkan itu berukuran mini bernama Black Hornet. Seperti apa kecanggihannya?

Putusan MK soal Hukuman bagi Aparat Tak Netral dalam Pilkada Kurang Berefek Jera, Kata Akademisi

Berdasarkan data yang diolah VIVA Tekno, UAV ini memiliki kamera resolusi tinggi. Satu Black Hornet bisa menyusup ke teritori lawan tanpa ketahuan dan mengintai meski dalam gelap. Ada juga UAV yang lebih besar yang bisa membawa senjata.

Nyatanya, memang sekitar 20 ribu unit Black Hornet telah dikirim produsennya, FLIR Systems, ke berbagai pasukan keamanan dan pertahanan di dunia hingga saat ini.

Heboh Foto Kolonel Semobil Bareng Tersangka Ivan Sugianto, Begini Penjelasan Mabes TNI

Khusus Amerika Serikat (AS), kontrak pengadaannya telah dimulai sejak 2018 senilai US$2,6 juta atau Rp38 miliar dalam program Soldier Borne Sensor (SBS).

Pengadaan bertambah pada 2019 lewat pembelian senilai US$39,6 juta (Rp580 miliar), dan pada 2020 menambah memesan lagi dari FLIR Systems dengan kontrak US$20,6 juta (Rp302 miliar).

Kini, Amerika Serikat menambah lagi pesanan Black Hornet senilai US$14 juta (Rp205 miliar) pada Mei tahun ini.

Desain dan fitur

UAV Black Hornet.

Photo :
  • C4ISRNET

FLIR Systems, lewat anak usahanya Teledyne FLIR, menyediakan Black Hornet personal reconnaissance system (PRS) yang terdiri dari dua UAV dan sebuah stasiun kendali.

Generasi terkininya, Black Hornet 3, memiliki desain solusi seukuran saku baju untuk setiap misi rahasia. Black Hornet 3 juga disebut-sebut perangkat mata-mata, intelijen dan pengawasan berplatform UAV terkecil di dunia.

Memiliki diameter baling-baling 123 mm dan panjang drone 168 mm, nano-UAV ini berbobot tak lebih dari 33 gram dan mengklaim kemampuan deteksi visual dan audio terbaik di kelasnya.

Ukurannya yang kompak memungkinkan UAV ini dibawa oleh personel dengan mudah di antara peralatan tempurnya.

Black Hornet membangkitkan suara deru yang halus, membuatnya pas untuk operasi-operasi siluman, bisa dioperasikan untuk kondisi kecepatan angin 15-20 knot dan dalam kisaran suhu udara -10 sampai 43 derajat Celsius.

Peluncurannya butuh persiapan 30-120 detik sebelum terbang bak helikopter. Nano-UAV ini bisa dioperasikan dalam beberapa moda terbang, termasuk auto dan manual, terbang pakai peta rute atau pun berdasarkan kendali manual pengguna, lost link, dan terbang pulang otomatis.

Sensor dan sistem navigasi

UAV Black Hornet 3 memiliki dua kamera elektro-optik (EO) dan sebuah fused thermal LED light night imager. Itu memungkinkan tentaranya merekam video langsung dan memotret untuk memperluas jangkauan visualnya.

Untuk kebutuhan navigasinya, Black Hornet dilayani oleh global navigation satellite system (GNSS). Perangkat bisa di-upgrade menjadi navigasi berbasis visi untuk operasi dalam ruangan yang tak bsa mengandalkan GPS.

UAV mini tersebut juga menawarkan tautan data terenkripsi dengan jarak radio 2 kilometer.

Baterai dan performa

UAV Black Hornet.

Photo :
  • Army Technology

Black Hornet dikendalikan melalui ground control station (GCS), yang termasuk di dalamnya sebuah base station, controller, dan display module. Base station dapat mengkomodasi dua UAV Black Hornet 3.

Nano-UAV Black Hornet dilengkapi dengan baterai yang bisa dilepas-ganti, yang menyuplai tenaga ke baling-baling utama dan dua rotor di bagian ekor.

Kemampuan terbang dengan kecepatan maksimum sekitar 21,49 km per jam dan menawarkan kemampuan terbang selama 25 menit dengan jangkauan dua kilometer.

Lantas, apakah TNI Angkatan Darat punya UAV mungil namun mematikan ini? Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membeberkannya.

"TNI juga sudah punya semua peralatan ini,” kata dia, mengomentari kelengkapan peralatan tempur Angkatan Darat Amerika Serikat itu. Menurutnya, Black Hornet seharga Rp 250 juta per unit telah memperkuat TNI sejak 2021.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya