China Adopsi Konsep Kota Spons untuk Cegah Banjir

Kanal air alami sebagai bagian dari konsep kota spons di Chengdu, China.
Sumber :
  • Deutsche Welle

VIVA – China berambisi menyulap 30 kota megapolitan menjadi kota spons pada 2030. Konsep ini kian populer seiring eskalasi tren cuaca ekstrem yang menggandakan ancaman bencana banjir di kota-kota pesisir.

24 Jam Diguyur Hujan, Kawasan Sitiarjo Malang Tergenang Banjir Luapan Sungai Panguluran

Sudah selama lebih dari 20 tahun, Profesor Kongjian Yu memperingatkan bahaya bencana iklim bagi kota-kota besar dan mengkampanyekan konsep kota spons di seluruh penjuru China.

Dekan Jurusan Arsitektur di Universitas Beijing itu meyakini, kota yang membuka ruang bagi air adalah solusi masa depan.

Presiden China Xi Jinping: Solusi Dua-Negara Fundamental untuk Perdamaian Palestina

Menurutnya, kota-kota tropis di Asia dan Amerika Selatan didesain dengan mengadopsi tata kota air di Eropa yang beriklim sedang.

Akibatnya, pengelolaan air mengandalkan "infrastruktur abu-abu" berupa saluran atau pipa, bendungan dan kolam penampungan.

61 RT Masih Terendam Banjir Hari Ini Imbas Hujan Deras saat Pencoblosan Pilkada

Visinya adalah sebuah kota yang tidak lagi ditopang oleh infrastruktur abu-abu. Yu ingin agar kota masa depan membuka ruang bagi daerah resapan air, hutan dan dataran banjir, serta membangun gedung dan jalan yang menyatu dengan lingkungan.

Menyusul banjir mematikan di Beijing pada 2012, Pemerintah China menjajal gagasan Yu dan membuat proyek percontohan di 30 kota.

Sasarannya adalah mendorong pemerintah kota untuk perlahan membangun infrastruktur kota spons hingga 2030.

Prinsip dasar

Kota spons dipenuhi kawasan basah yang memungkinkan air terserap secara alami oleh Bumi. Prinsipnya menghambat air, ketimbang menyalurkan air secepat mungkin untuk dibuang atau ditampung di kolam.

"Konsep ini menyaratkan pembebasan lahan di sekitar badan air seperti sungai atau rawa. Meski berbiaya mahal, konsep ini vital bagi kelangsungan peradaban manusia," katanya, seperti dikutip dari situs Deutsche Welle, Minggu, 17 April 2022.

Yu melanjutkan, jika ingin membangun sistem raksasa dengan sistem pemipaan yang kuat dan tebal, ia memprediksi infrastruktur tersebut akan rusak dalam 10 tahun atau bahkan 1 tahun setelah beroperasi.

"Tata kelola air yang ada 'bukan merupakan solusi adaptif. Ia melawan alam'," ungkap dia.

Kota spons mempertahankan air sebagai sumber daya untuk diolah menjadi air minum. Keberadaan lahan basah juga memicu efek samping yang positif untuk mendinginkan kota.

Yu mengatakan, vegetasi, sedimen, dan organisme mikro bisa secara alami mengurangi kebergantungan pada instalasi penyulingan atau pemurnian air yang mahal.

Menurutnya, jika 1 persen lahan kota dialokasikan untuk daerah resapan air, maka bencana baniir akan berkurang secara drastis.

Dalam kasus ekstrem berupa curah hujan 1 dalam 1.000 tahun, sebanyak 6 persen lahan harus dialokasikan untuk kawasan hijau demi menampung jumlah air yang besar.

Lantaran mengandalkan sistem alami untuk mencegah bencana, kota spons bisa menghemat sejumlah besar energi yang selama ini digunakan untuk pengelolaan air.

Adapun proses penyejukan alami diyakini bakal mengurangi kebutuhan mesin penyejuk ruangan.

Tantangan

Tantangan terbesar bagi konsep kota spons terletak pada tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, terutama di kota-kota berjumlah penduduk besar.

Namun, Profesor Yu meyakini, celah terbesar ada pada kawasan urban yang masih menyisakan banyak ruang.

"Di negara-negara berkembang, kita selalu berkaca pada London, Paris atau Berlin untuk membangun kota. Sekarang tragedi terjadi karena mereka membangun infrastruktur yang akhirnya menjadi percuma karena perubahan iklim membawa curah hujan ekstrem," ungkapnya.

Hal senada diungkapkan Faith Chan, Guru Besar Tata Kota di Universitas Nottingham Ningbo, China. Pakar kota spons itu ikut terlibat dalam pengembangan konsep kota spons di Ningbo, 150 km di selatan Shanghai.

"Biaya paling mahal adalah ongkos pembebasan lahan untuk kawasan hijau atau daerah resapan air. Salah satu solusi adalah memanfaatkan lahan hijau yang sudah ada. Anda tinggal melakukan sedikit pekerjaan teknis untuk menghubungkannya dengan sistem pembuangan air. Dengan cara ini Anda bisa menghemat banyak uang," papar Chan.

VIVA Militer: Jet tempur F-35 Lightning II militer Korea Selatan (Korsel)

Korsel Kirim Jet Tempur saat 11 Pesawat Militer China dan Rusia Masuki Zona Pertahanan Udaranya

Sebanyak 11 pesawat militer China dan Rusia memasuki zona identifikasi pertahanan udara Korea Selatan, pada Jumat, 29 November 2024.

img_title
VIVA.co.id
29 November 2024