Ada Perempuan Indonesia di Balik Kesuksesan Perusahaan Software Dunia
- dw
Setelah beberapa tahun bekerja sebagai “working student” di Jerman, Irma berpikir, sebaiknya membangun karier dulu di Jerman, sebelum kembali ke Indonesia. Karena menurut pengalamnnya, setelah kembali ke Indonesia dulu, dia perlu sekitar delapan bulan untuk mendapat pekerjaan di Indonesia. Dia bercerita, ketika melamar dulu, saat wawancara ada perusahaan yang mengatakan dengan terus terang, lebih memilih lulusan Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung atau Universitas Gadjah Mada.
Tapi tidak semudah itu. Walaupun sudah beberapa tahun jadi “working student” dan berniat untuk mendapat kontrak untuk jadi pekerja tetap, manajer bagian tempat Irma bekerja pindah perusahaan, dan walaupun sudah dijanjikan akan dapat kontrak, manajer baru membawa orang kepercayaannya, sehingga akhirnya Irma harus mencari pekerjaan lain.
Menulis 120 lamaran sudah standar
Dalam proses mencari pekerjaan baru, Irma menulis lamaran sangat banyak. Dia memperhitungkan, apa yang harus ditulis dalam lamaran, mengingat dia berkuliah S2 jurusan bisnis, tetapi pengalaman kerjanya beragam. Itu juga mempengaruhi pemilihan perusahaan yang akan dia lamar. Dia membuat lamaran 10 buah per minggu. Tetapi mengingat ketika bekerja di bagian “human resource” dia juga mengurus lamaran orang-orang yang berminat untuk magang, dia kira-kira bisa mengetahui pelamar mana yang dipilih.
Untuk setiap lamaran orang harus mengadakan riset. Sebaiknya bagaimana membuatnya? Pekerjaannya di bidang apa? Sekarang juga ada jejaring seperti LinkedIn, di mana orang bisa melihat siapa orangnya, sehingga lamaran harus diformulasikan dengan baik. Ketika itu dia mendapat dua panggilan dua kali di Swiss, tapi tidak jadi karena masalah visa.
Akhirnya Irma mengikuti seminar di Arbeitsamt, atau badan tenaga kerja Jerman. Di sana dia mendapat informasi, standarnya, setelah orang membuat lamaran 120 buah, dalm jangka waktu enam bulan, baru diterima di suatu perusahaan. Ketika bergumul soal lamaran, banyak pikiran bermunculan di benaknya. “Apa karena gua pake foto, ya? Apa karena gua pakai kerudung? Karena itu ga ada yang mau terima? Udah gitu, bahasa Jermannya ga bagus.” Mungkin ada sekitar 400 lamaran yang ia tulis ketika itu. Tapi yang penting bagi dia, pokoknya mendapat pekerjaan. “Karena rasanya seperti anti klimaks. Selama kuliah bekerja, tetapi setelah kuliah tidak mendapat pekerjaan.”
Yang jelas dia belajar beberapa hal bagus ketika itu. Antara lain harus sabar walaupun banyak tantangan. Selain itu, dia belajar bahwa di Jerman banyak sekali perusahaan kecil, yang walaupun kecil tetapi nomor satu di dunia. Seperti perusahaan penyedia oksigen di kota Kiel, juga berbagai perusahaan yang memproduksi alat kesehatan. Dan mereka juga berlokasi di kota-kota kecil di Jerman. Jadi, kalau menengok kembali sekarang, Irma merasa, masa itu bukan masa yang buruk.