Deepfake Makin Mengerikan
- Pixabay
VIVA – Sebuah foto sudah cukup untuk membuat video palsu di era seperti sekarang. Itu sebenarnya mengesankan. Karena, melalui teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), ada program khusus membuat foto manapun tampak hidup dalam tiga menit seperti video atau suara, dan dikendalikan dari jarak jauh.
Video pun juga bisa direkayasa, bahkan dalam waktu kurang dari tiga menit. Inilah yang dinamakan deepfake atau kebohongan mendalam. Bagian teknologi pencetak hoax ini seolah-olah mampu menciptakan foto, video, dan suara tokoh mirip dengan yang asli.
Hal itu menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak deepfake karena semakin mudah dan hasilnya semakin realistis. Ahli teknologi media Touradj Ebrahimi berusaha mendeteksi deepfake secara otomatis. Menurut dia, penelusurannya sangat penting bagi masa depan.
"Detektor deepfake tidak akan sempurna. Tapi akan bisa mengungkap kebohongan dalam sebagian besar video palsu," kata Ebrahimi dari Multi Signal Processing Group, EPFL, seperti dikutip dari situs Deutsche Welle, Minggu, 19 September 2021.
Ia mengingatkan, yang penting, detektor deepfake harus mampu terus mengembangkan diri selangkah dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Jadi terus-menerus membandingkan dan memperbaiki diri.
Deepfake juga jadi masalah bagi perekonomian. Tepatnya, mengungkap gambar palsu sekarang semakin penting. Apalagi dalam urusan seperti penipuan asuransi. Oleh sebab itu, para ahli gambar mencari jalan untuk bisa melacak tanda-tanda tertentu dalam sebuah gambar, yang bisa mengatakan dengan jelas, bahwa sebuah gambar palsu.
Piranti lunak cerdas yang bisa mengungkap kebohongan mendapat sejumlah besar gambar dan video palsu, dan belajar untuk mengenali anomali. Begitu sebuah tanda kepalsuan terdeteksi, sebuah kotak berwarna merah menunjukkan, pada gambar itu ada yang dimanipulasi.
Ebrahimi menjelaskan juga bahwa sekitar enam bulan lalu, video deepfake masih bisa dideteksi dengan mudah. Gambarnya agak terganggu, jadi bisa dilihat dengan mudah, ada yang tidak benar. Tapi sekarang, video-video itu sudah hampir sempurna alias sangat sulit diungkap.
“Hanya dalam waktu 3 sampai 9 bulan, 99,9 persen orang tidak akan sadar lagi jika mereka melihat video palsu," jelas Ebrahimi, mengingatkan. Jadi, ini masa-masa kelam bagi para pengecek fakta. Di layanan pengecekan fakta Mimikama, deepfake belum jadi bagian pekerjaan sehari-hari.
Tapi, jika tidak ada program baru untuk mengenali video-video palsu tentu akan sulit, begitu dikatakan pakar media André Wolf. "Harapan saya, kami juga akan memperoleh alat kerja lebih baik di masa depan, jika teknik semakin mudah dan tambah baik, supaya kami bisa mengenali kepalsuan dengan mudah," paparnya.
Karena, begitu banyak informasi palsu atau hoax menyebar cepat lewat media sosial, sebagai pengguna, orang harus kenal beberapa aturan penting. Awalnya, selalu tergantung setiap orang, kata Wolf dari Mimikama.
“Saya harus kenal diri saya dan bagaimana saya mengkonsumsi media. Karena kita tertipu terutama dalam topik-topik yang kita suka. Juga pada media-media tertentu, yang kita percaya," tutur Wolf.
Hal yang kedua adalah, kita harus meneliti, siapa penulisnya, jadi dari mana asalnya. Orang juga harus mampu menggunakan mesin pencari di internet, sehingga bisa mengadakan perbandingan. Ini tentu juga terkait pencarian gambar. Yang juga penting adalah konsumsi informasi.
Tapi bukan itu saja. Lebih banyak penyuluhan juga diperlukan. "Tentu saja kita ingin agar di sekolah-sekolah ada penyuluhan. Namun, ada masalah lain lagi. Kita kerap mengatakan di Facebook banyak berita palsu dan hoax yang seliweran. Tapi itu letak masalahnya. Kaum remaja tidak menggunakan Facebook," ungkap Wolf.
Menurutnya, yang menggunakan Facebook adalah orang yang berusia antara 35 hingga 55 tahun. Sekarang kita lihat masalahnya. Kita kurang mengadakan penyuluhan bagi orang dewasa." Sayangnya, salah duga hanya kelihatan setelah sesuatu terjadi," ujar dia.