Taliban Kuasai Afghanistan, China Siap Keruk Bahan Baku Baterai Ponsel

Ilustrasi ponsel.
Sumber :
  • AnandTech

VIVA – Taliban akhirnya kembali menguasai Afghanistan setelah 21 tahun tersingkir oleh kehadiran militer Amerika Serikat (AS). Taliban diprediksi mendapat keuntungan finansial dan geopolitik yang besar.

Tak Ada Jadwal Latihan Gabungan, 3 Kapal Perang China Masuk Tanjung Priok

Pada 2010, sebuah laporan dari pakar militer dan ahli geologi AS menyebutkan bahwa Afghanistan, salah satu negara termiskin di dunia, memiliki kekayaan mineral nyaris US$1 triliun (sekitar Rp14 ribu triliun). Adapun mineral tersebut antara lain besi, tembaga, lithium, kobalt, dan logam langka lainnya.

Dalam dekade berikutnya, sebagian besar sumber daya mineral tersebut tetap tak tersentuh karena kondisi yang berkembang di salah satu negeri miskin di dunia itu. Adapun nilai jual mineral langka ini kian meroket dipicu transisi global ke energi terbarukan.

Pakistan Akui Kirim Serangan Udara di Afghanistan Hingga Menewaskan Teroris

Sebuah laporan lanjutan oleh pemerintah Afghanistan pada 2017 bahkan memperkirakan, kekayaan mineral negaranya mungkin lebih besar, tepatnya mencapai US$3 triliun (Rp42 ribu triliun), termasuk bahan bakar fosil.

Contohnya lithium, yang digunakan dalam baterai ponsel pintar (smartphone), laptop dan mobil listrik, menghadapi permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 20 persen dibandingkan dengan hanya 5-6 persen beberapa tahun yang lalu.

Robert Kiyosaki: Investasi Aset Nyata Jadi Pilihan Terbaik Amankan Kekayaan

Selain itu, ada permintaan tembaga yang juga meningkat 43 persen di sepanjang 2020. China, sebagai produsen hampir setengah dari barang-barang industri dunia, tampaknya akan memimpin perlombaan untuk membantu Afghanistan membangun sistem pertambangan yang efisien untuk memenuhi kebutuhan mineralnya yang tidak pernah terpuaskan.

Tidak hanya China, Rusia dan Pakistan juga siap menjalin hubungan bisnis dengan Taliban, setelah Barat mengancam tidak akan bekerja sama setelah kelompok itu menguasai ibu kota Kabul.

Salah satu raksasa perusahaan tambang negeri Tirai Bambu, Metallurgical Corporation of China (MCC), telah memiliki sewa 30 tahun untuk menambang tembaga di Provinsi Logar, Afghanistan. Hal ini dibuktikan oleh pertemuan pejabat senior Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi pada bulan lalu.
"Kami berharap Anda (China) akan 'memainkan peran yang lebih besar dalam rekonstruksi dan pembangunan ekonomi negara kami di masa depan'," kata Baradar di Tianjin, China, seperti dikutip dari situs Deutsche Welle, Senin, 23 Agustus 2021.

Media yang dikelola pemerintah China menggambarkan bagaimana Afghanistan sekarang dapat mengambil manfaat besar-besaran dari Belt and Road Initiative (BRI) yang sering disebut senagai Jalur Sutra Baru, sebuah rencana kontroversial Beijing membangun rute jalan, kereta, dan laut dari Asia ke Eropa.

Namun, muncul kekhawatiran tentang keamanan regional. Beijing juga khawatir bahwa Afghanistan bisa menjadi tempat persembunyian bagi kaum minoritas Uighur dari China dan kepentingan ekonominya akan dirusak oleh kekerasan yang terus berlanjut di negara bekas jajahan Uni Soviet tersebut.

"China sudah dalam posisi (menguntungkan) di Afghanistan untuk menambang mineral-mineral ini di bawah kontrol Taliban. Jika Taliban dapat menyediakan kondisi operasi yang stabil bagi China, maka operasi penambangan tembaga saja berpotensi menghasilkan pendapatan puluhan miliar dolar AS," ungkap Peneliti Middle East Institute (MEI), Michael Tanchum.

Selain China, tetangga Afghanistan, Pakistan, juga akan mendapat manfaat dari kekayaan mineralnya. Pemerintah Islamabad, yang mendukung pengambilalihan pertama Taliban atas Afghanistan pada 1996, telah mempertahankan hubungan dengan kelompok itu dan telah dituduh AS menyembunyikan gerilyawan Taliban.

Pakistan juga akan menjadi penerima manfaat utama dari investasi infrastruktur BRI China. "Pakistan memiliki kepentingan pribadi karena bahan-bahan tersebut berpotensi diangkut di sepanjang rute transit komersial dari Pakistan ke China," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya