Logo DW

Microsoft Mau Kasih Tentara AS Headset Rp50 Juta

Headset Microsoft.
Headset Microsoft.
Sumber :
  • dw

Tampilan ini juga akan mendukung pengguna saat terlibat dengan targetnya atau pada saat pengambilan keputusan taktis, demikian menurut Departemen Pertahanan AS.

IVAS yang diproduksi untuk Pentagon akan memungkinkan tentara memanfaatkan sensor untuk penglihatan malam hari serta sensor termal untuk pelatihan dan pertempuran.

Departemen Pertahanan AS juga mengatakan perjanjian produksi ini akan berlangsung selama lima tahun dengan dilengkapi opsi pembaruan. Ini dapat membuat kontrak tersebut bernilai lebih dari US$21,88 miliar dalam jangka waktu 10 tahun, ujar seorang pejabat Pentagon dalam sebuah pernyataan.

Microsoft merapat ke militer AS

"Kontrak tersebut menunjukkan bahwa Microsoft dapat menghasilkan uang dari penjualan teknologi augmented reality kepada pihak militer dan kemungkinan besar bisa juga digunakan oleh bisnis swasta serta konsumen", ujar analis perusahaan investasi Wedbush Securities, Dan Ives.

"Poin kedua dan yang berpotensi paling penting adalah bahwa kesepakatan ini hanya proses awal dalam narasi Microsoft memperdalam cengkeramannya pada kesepakatan dengan Departemen Pertahanan dan Pentagon," tambah Ives dalam sebuah catatan kepada investor.

Belakangan ini Microsoft memang cenderung merapat ke Pentagon. Raksasa teknologi ini telah mengerjakan serangkaian proyek bersama militer AS, termasuk mengembangkan prototipe IVAS selama dua tahun belakangan ini. Fase awal proyek ini mengikuti kontrak yang telah ditandatangani pada 2018.

Sebagai respons atas kesepakatan ini, setidaknya 94 pekerja Microsoft telah mengajukan petisi kepada perusahaan untuk membatalkannya dan berhenti mengembangkan "semua teknologi persenjataan."

Sebelumnya, kontrak terpisah untuk mengembangkan sistem komputasi awan JEDI milik Angkatan Darat AS senilai US$10 miliar (lebih dari Rp145 triliun) ditunda oleh pengadilan, menyusul gugatan yang diajukan oleh Amazon.com Inc. Amazon mengklaim bahwa kontrak tersebut diberikan setelah mantan Presiden Donald Trump secara tidak tepat memengaruhi proses kontrak.