Riset Berteknologi Warteg, Ternyata Lalat Takut dengan Warna Merah
- Instagram/@swissgermanuniv
VIVA – Siapa sangka teknologi sederhana yang dipakai banyak warteg atau warung makan pinggir jalan dalam mengusir lalat, menjadi inspirasi penelitian bagi siswa SMAN 1 Kendal Ngawi, Jawa Timur.Â
Kalau kamu pernah melihat, di beberapa warteg atau warung makan pinggir jalan punya cara khas dalam mengusir lalat supaya tidak mengerubungi makanan. Pengelola warteg mengusir lalat dengan menggantungkan kantong plastik berair yang digantungkan di atas makanan. Ada pula yang mengusir lalat dengan menaruh kantong plastik berisi koin, atau berisi air bercabai. Ternyata trik sederhana ini memang ampuh mengusir lalat. Teknologi kantung plastik berisi air bukan mitos saja.Â
Penelitian siswa SMAN 1 Kendal Ngawi membuktikan, lalat akan merasa 'pusing' dengan adanya trik kantong plastik la warteg tersebut. Malahan dalam uji coba, siswa kelas XII SMAN 1 Kendal Ngawi yakni Trias Wahyu dan Elist Setyaningsih itu menemukan lalat ternyata takut dengan warna merah. Â
Pembina kedua peneliti cilik itu, Fitriani Khanifatun mengatakan dalam riset tersebut, mereka menggunakan setidaknya 315 lalat untuk 7 variasi percobaan dan pengulangan tiga kali percobaan.
Dalam riset tersebut, tim tersebut mencoba memasukkan lalat dalam toples yang di dalamnya terdapat kantong plastik dengan 7 variasi, yakni kantong plastik berisi air biasa, kantong plastik berair cabai hijau, kantong plastik berair cabai merah, kantong plastik berair cabai orange. Kemudian kantung plastik dengan di dalamnya terdapat kantong plastik dengan pewarna hijau, kantong plastik dengan pewarna, kantong plastik dengan pewarna merah dan kantong plastik dengan pewarna orange.Â
"Hasilnya yang enggak dikasih kantong (berwarna) malah lalatnya mendekat makanan. Ya lebih efektif kantong air yang objek warna merah," jelas Fitriani kepada VIVA, Rabu 13 Maret 2019.Â
Selain objek warna merah, riset mereka menemukan, lalat ternyata tidak suka dengan warna lain yakni oranye dan hijau.Â
Trias mengungkapkan, dari penelitian yang dilakukan selama sebulan tersebut, mereka membuktikan warna paling tidak disukai serangga dan lalat yakni merah, kemudian orange dan hijau. Sedangkan warna yang disukai lalat yakni biru dan kuning.
"Warna hijau itu panjang gelombangnya di bawah warna keduanya (merah dan orange)" jelasnya.
Dari eksperimen tersebut, Trias beserta teman dan pembimbingnya akhirnya tahu, penangkal lalat yang ampuh bukan objeknya melainkan warna dan efek pembelokan cahaya.Â
Jadi ternyata bukan objek tapi warnya. Kesimpulannya efeknya itu dua untuk bisa lalat menghindar. Pertama, kantong air itu memberi efek bingung bagi mata lalat karena faktor pembiasan cahaya yang dibelokkan.Â
"Kedua soal warna. Kalau ditambahin objek warna merah, lalat makin bingung. Malah mata serangga atau lalat makin majemuk. Serangga cenderung tidak sukai warna merah," jelas  Fitriani.Â
Fitriani menuturkan, meski sudah ketahuan warna merah adalah musuh bagi lalat namun perlu disempurnakan dengan trik pembiasan cahaya. Sebab dia menjelaskan dalam pengamatan penggunaan warna merah saja belum ampuh untuk mengusir hewan ini.Â
"Pernah kami amati, itu warungnya ibunya Trias kan layar belakangnya bercat hijau. Tapi ya nyatanya lalat tetap mendekat, makanya ini kuncinya kantong air," tuturnya.Â
Setelah membuktikan kunci teknologi sederhana mengusir lalat. Tim SMAN 1 Kendal Ngawi menyadari penggunaan kantung plastik berair bakal kurang estetik kalau dipakai di rumah. Supaya rapi, tim ini punya ide pengembangan alat pengusir lalat yang lebih baik untuk diletakkan di rumah.Â
"Kalau membuat kantong memang kurang cantik. Makanya bisa bikin kayak lampu minimalis, dengan kotak yang dikasih objek warna merah. Untuk penelitian selanjutnya, kami mau desain alat yang cantik," ujar Fitriani.
Riset tim SMAN 1 Kendal Ngawi ini telah dikompetisikan dalam Indonesia Fun Science Award 2019 yang diselenggarakan Swiss German University.Â
Karya mereka memang belum menjadi juara dalam kompetisi tersebut, namun Fitriani sudah merasa senang dengan perjuangan timnya untuk bisa tampil dalam finalis ajang kompetisi tersebut. Terutama bagaimana anak didiknya berjuang mengumpulkan ratusan lalat dengan berburu di pasar tradisional.
"Kami belum beruntung dapat juara. Tapi kami mendapatkan pengalaman yang luar biasa karena bertemu dengan judul-judul unik-unik lainnta. Kami mendapat medali The Funny Scientist Award," ujar Fitriani.Â